Tentu saja Amira tidak bisa menolak permintaannya. Selain itu, dia sendiri tidak tahu dia dimana. Kakek itu tidak mungkin memiliki niat buruk, kan?
Amira berbalik badan untuk mengamatinya kembali. Kakek itu terlihat sangat lemah. Tentu dia tidak akan bisa melakukan hal buruk kepadanya. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Amira memilih untuk duduk di samping kanan kakek tua itu.
"Kau terlihat lelah, Nak. Ada masalah apa dengan dirimu?" Amira mengedipkan matanya. Apakah terlihat jelas dari wajahnya?
"Eh... Iya, kek." Gadis itu menghela napas. Sebenarnya, dia punya banyak masalah. Dan memikirkan semua hal itu sekaligus akan membuat kepalanya pusing. Dia mengira kakek itu akan mempertanyakannya, namun beliau hanya diam saja.
Maka Amira dan kakek itu duduk dalam kesunyian, tidak ada suara dari keduanya. Amira mendongak kepalanya. Langit diatasnya sangat hitam. Dimana bintang yang berkerlap-kerlip? Dimana sosok bulan yang bersinar dalam kegelapan?
Kegelapan mengingatkan Amira sesuatu. Sebuah ingatan tiba-tiba terlintas di benaknya.
Dimas, nama mantannya. Dulu, mereka dikenal sebagai pasangan romantis. Salah satu dari mereka tidak akan pergi tanpa yang yang lainnya. Orang-orang berkata cinta mereka seperti takdir dari lahir. Kapanpun gadis itu bersamanya, hati Amira akan selalu penuh dengan cinta. Selama bertahun-tahun, dia berpikir Dimas merasakan hal yang sama dengan dirinya.
Namun... ternyata hal itu tidak benar. Karena suatu hari, secara mendadak Dimas putus dengannya.
Tidak ada alasan, tidak ada masalah, tetapi tiba-tiba saja, Dimas...
Dan yang lebih menyakitkan lagi, Amira baru menyadari bahwa Dimas sudah menyimpan orang lain di dalam hatinya sejak lama.
Seperti menambah racun dalam luka, hatinya yang sudah retak seolah-olah telah dibanting lagi hingga hancur berkeping-keping. Berbagai macam pikiran negatif langsung menyusup ke kepalanya. Bagaimana mungkin? Sejak kapan? Kenapa ia tidak menyadarinya? Dan yang paling penting menurutnya, apa kekurangan Amira sehingga Dimas-