Mohon tunggu...
Semprianus Mantolas
Semprianus Mantolas Mohon Tunggu... Jurnalis - Pecandu Kopi

Baru belajar melihat dunia, dan berusaha menyampaikannya melalui simbol (huruf)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Melacak Perdagangam Manusia Berkemasan Pengantin Pesanan

18 April 2020   11:23 Diperbarui: 18 April 2020   11:36 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/ foto: Yala Press

Monika harus rela dirinya disiksa dan dipekerjakan laiknya budak seks oleh suaminya sendiri tatkala tiba di Cina.

Bayangan akan hidup bahagia dan bergelimang harta bila menikah dengan pria Cina melalui jasa pengantin pesanan (mail order bride) nampaknya harus sirna dalam sekejap.

September 2018 lalu, wanita asal Kalimantan Barat (Kalbar) dinikahkan dengan pria Cina melalui jasa pengantin pesanan dan berangkat ke Cina. Alih-alih mengharapkan hidup bahagia, monika justru sebaliknya.  Di sana dirinya disiksa bahkan dilecehkan secara seksual oleh mertuanya sendiri.

Tak hanya itu, dirinya harus dipaksa bekerja di toko mulai jam 7 pagi hingga jam 6 sore. Dan pada jam 9 malam dirinya mendapatkan pekerjaan tambahan merangkai bunga. Mirisnya, upah hasil kerja kerasnya itu diterima suami ataupun mertuanya.

Kasus yang menimpa monika merupakan kasus perdagangan manusia dengan kemasan pernikahan pesanan dari luar negeri.

Lihat laporan lengkap VOA Indonesia

Pengantin Pesanan Vs Human Trafficking

Terkait kapan munculnya modus perdagangan manusia berlatar pengantin pesanan sendiri masih simpang siur. Ada yang menyebut akhir abad 20 ada pula yang berspekulasi diabad 21 dimana teknologi semakin berkembang.

Kendati begitu, tulisan karya Kathtryn A. Lloyd yang dipublish pada Northwestern Journal of International Law & Business setidaknya dapat menjelaskan awal kemunculan perdagangan manusia (human trafficking) bermodus pengantin pesanan.

Dalam tulisan berjudul "Wives for sale: The Modern Internasional Mail-Order Bride Industry", Kathryn menyebutkan tahun 1995 telah ada kurang lebih 500 perusahaan yang bergerak dibidang pengantin pesanan (hlm 345).

Dua perusahaan pengantin pesanan yang cukup terkenal saat itu adalah Life Mates dan Asian Flowers.

Para agen ini mencari wanita-wanita dari negara-negara berkembang untuk kemudian dinikahkan dengan pria asal Amerika.

Tahun 1997, kurang lebih 1.782 visa yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat kepada wanita-wanita Filipina yang ingin menikahi para pria Amerika.

Celakanya saat tiba di Amerika para wanita-wanita tersebut, dijadikan budak, dipaksa bekerja, bahkan tidak sedikit pula yang dijerumuskan dalam industry sex serta dunia prostitusi.

Trixia Carunggong melalui tulisanya "Such Woman May be Easy Prey For Absive Men" sebagaimana yag dikutip Kathryn meyebutkan, setiap tahunnya ada sekitar 4.000 pria Amerika yang mencari pengantin pesanan.

Supllay pengantin pasangan pun berasal dari berbagi wilayah. Mulai dari Rusia, Eropa Timur, Asia maupun Amerika Tengah. 

Hingga saat ini, pemasok terbesar untuk pengantin pesanan berasal dari wilayah Filipina yang mengekspor sekitar 20.000 wanita setiap tahunnya.

Bahkan dalam 30 tahun terakhir telah ada sekitar 131.000 wanita Filipina yang menikah dengan pria luar dan 50% diantaranya adalah pria asal Amerika.

Soal harga sendiri, perusahaan pengantin pesanan akan mematok harga dikisaran 6.000 USD hingga 10.000 USD untuk 1 orang wanita. Bahkan ada pula perusahan yang memberikan harga 15.000 USD.

Menariknya dari laporan Kathryn, ada agen pengantin pesanan yang mampu menjual wanita sebanyal 15.000 orang dalam setahun.

Bila kita hitung dengan harga terendah 10.000 USD per orang, maka dalam setahun kurang lebih 150.000.000 USD yang dihasilkan melalui jasa pengantin pesanan. Atau bila dirupiahkan bisa mencapai Rp.2,4 triliun (kurs 16.000).

Kasus Pengantin Pesanan di Indonesia

Dalam salah satu laporan indepth BBC Indonesia, menjelaskan bagaimana proses perekrutan pengantin pesanan di Kalbar. Merry salah satu korban yang diwawancarai menjelaskan, dirinya ditawari uang 20 juta oleh Mak Comblang apabila menjadi pengantin pesanan.

Setiap bulannya, orang tuanya akan dikirimi uang bulanan 3 hingga 4 juta rupiah. Iming-imingan ini dipercayai karena Mak Comblang menjelaskan bahwa calon suaminya adalah pengusaha sukses di Cina.

Nyatanya setelah nikah dan berangkat Cina, Merry baru menyadari bahwa suaminya adalah buruh pabrik. Selama di sana meri diperlakukan seperti binatang, bahkan dilecehkan secara seksual oleh mertuanya sendiri.

Selain Merry ada pula Yully. Wanita asal Kalbar yang baru berusia 16 tahun pun harus terjebak dalam jasa pengantin pesanan. Laporan BBC menyebutkan, segala administrasi Yully dirubah oleh Mak Comblang agar dirinya dapat nikah dengan pria Cina.

Umurnya dirubah dari 16 menjadi 24. Setelah menikah, perlakuan yang dirasakan oleh Monika dan Merry pun dirasakan pula oleh Yully.  Bahkan ketika ia mencoba kabur, dan dan mengadu ke kantor polisi soal kekerasan yang ia terima, Yuli justru ditahan. Tuduhan terhadapnya adalah visa yang kedaluwarsa dan penyalahgunaan izin kunjungan.

Celakanya lagi, para korban pengantin pesanan yang berhasil pulang ke Indonesia setelah tiba di Indonesia banyak yang akhirnya menjadi Mak Comblang.

Seperti yang dialami oleh Nurlaela. Tahun 2016, saat berusia 19 tahun, ia menikah dengan laki-laki Cina. Belum juga setahun menikah, Nurlela harus kembali ke Indonesia karena putranya yang masih balita sakit paru-paru.

Setelah tak lagi berniat menjadi pengantin pesanan, Nurlela diminta Mak Comblang mencari perempuan lain untuk 'dijodohkan' dengan laki-laki asal China. Dalam peran barunya itu, ia mendapat upah sebesar Rp6 juta.

"Bos pancing saya, dia bilang 'kau cari cewek lagi, nanti kau dapat uang lebih banyak'. Saya ingin dapat uang itu untuk mengobati anak saya." kata Nurlaela disadur dari BBC Indonesia

Bahkan Monika saat diwawancarai Baim Wong dalam akun Youtube Chanelnya menyebutkan, pernikahannya dilakukan secara islam di Indonesia namun dalam surat nikah berbeda dan agamanya pun dirubah menjadi Buddha.

Melihat beberapa kasus yang terjadi ini, nampaknya pernikahan pesanan sendiri diduga telah berkaitan dengan instansi pemerintah. Khususnya dispenduk setempat.

Kalbar Jadi Incaran Seksi

Setidaknya sepanjang tahun 2019 telah ada kurang lebih 42 perempuan Indonesia yang diadvokasi KBRI di Beijing dalam kasus pengantin pesanan. Dari perkara itu, 36 orang diantaranya sudah dipulangkan.

Sementara data dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat sepanjang tahun 2016 hingga 2019, kurang lebih telah ada kurang lebih 29 wanita yang menjadi korban perdagangan manusia berkedok pengantin pesanan.

Kebanyakan wanita-wanita Indonesia yang menjadi incaran dari mak comblang (agen pengantin pesanan) berasal dari wilayah Kalimantan Barat (Kalbar). Untuk kemudian dinikahkan dengan pria asal Cina.

Alasan dipilihnya Kalimantan Barat sendiri sebagai target karena mayoritas masyarakat setempat berada dalam lingkaran kemiskinan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2019, Kalimantan Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di pulau Kalimantan. Angkanya mencapai 378,41 ribu orang atau 7,49%.

Orang miskin dalam data BPS itu adalah mereka yang pengeluaran per kapitanya kurang dari Rp269 ribu per bulan.

Faktor kemiskinan inilah yang membuat Kalbar terlihat seksi bagi Mak Comblang dalam merekrut wanita-wanita pengantin pesanan.

Selain faktor kemiskinan, faktor budaya juga menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan. Mengingat, wilayah Kalimantan Barat mayoritas peranakan cina.

Karena bila berpatokan miskin semata banyak wilayah di Indonesia yang parah lagi. Seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) ataupun Papua. Namun mengapa dua wilayah ini tidak menjadi incaran?

Todd L. Sandel dalam tulisannya, "Brides on Sale: Taiwanese Cross Border Mariages in a Globalizing Asia" mengemukanan konsep dasar alasan munculnya permintaan pengantin pasangan dari para lelaki cina.

Teori ini disebut dengan istilah folks (hlm5). Secara garis besar, teori ini ingin menggambarkan bagaimana orang cina hanya akan rukun dan bisa tinggal bersama dengan bangsanya sendiri. Apalagi dalam hal menikah.

Dan di wilayah Indonesia sendiri, persebaran keturunan cina terbesar ada di Kalbar khususnya dari kelompok Hakka.

Kolaborasi antara kemiskinan dan turunan cina, menjadikan kalbar sebagai tempat eksotis bagi para Mak Comblang atau agen pernikahan pesanan untuk mencari mangsanya.

Masalahnya sekarang adalah sampai kapan perdagangan manusia bermodus pengantin pesanan ini akan berkhir di Indonesia? Bukankah kita memiliki Undang-Undang 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun