Kasus korupsi yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya merupakan salah satu skandal terbesar dalam sejarah keuangan Indonesia. Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp16,807 triliun, sebuah angka yang mencengangkan dan menunjukkan lemahnya tata kelola serta pengawasan di industri keuangan. Skandal ini juga mengungkap pola manipulasi yang kompleks, melibatkan pejabat perusahaan, pengusaha, dan celah regulasi yang dimanfaatkan secara sistematis.
Latar Belakang Kasus
PT Asuransi Jiwasraya adalah perusahaan asuransi milik negara yang telah beroperasi selama puluhan tahun. Masalah mulai terkuak pada 2018, ketika Jiwasraya gagal membayar klaim polis JS Saving Plan, produk asuransi berbasis investasi yang ditawarkan kepada ribuan nasabah. Gagal bayar ini menimbulkan kecurigaan akan adanya pengelolaan dana yang bermasalah.
Penyelidikan oleh Kejaksaan Agung mengungkap modus operandi yang melibatkan investasi dalam saham berisiko tinggi dan manipulasi harga saham (stock manipulation). Para pelaku, yang terdiri dari pejabat Jiwasraya dan mitra swasta, bekerja sama untuk mengarahkan dana nasabah ke portofolio investasi yang tidak likuid demi keuntungan pribadi.
Modus Operandi dan Pelaku Utama
Korupsi Jiwasraya melibatkan sejumlah pejabat kunci dan pengusaha besar. Para pelaku menggunakan dana nasabah untuk membeli saham perusahaan tertentu, yang kemudian harganya dimanipulasi. Saham-saham tersebut memiliki nilai fundamental yang buruk, sehingga investasi ini bukan hanya berisiko, tetapi juga dirancang untuk merugikan Jiwasraya.
Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama), Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi), Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat adalah aktor utama di balik kasus ini. Benny Tjokro dan Heru Hidayat, pengusaha yang memiliki afiliasi dengan beberapa perusahaan yang terlibat dalam manipulasi saham, divonis hukuman penjara seumur hidup. Pengadilan juga menyita berbagai aset mereka, termasuk properti dan saham, untuk menutupi sebagian kerugian.
Dampak Korupsi Jiwasraya
1. Kerugian Nasabah: Sebanyak 17.000 nasabah, yang sebagian besar adalah individu dan institusi kecil, kehilangan kepercayaan pada Jiwasraya dan industri asuransi secara umum. Mereka menghadapi risiko kehilangan dana yang seharusnya menjadi jaminan masa depan.
2. Kerugian Negara: Kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp16,807 triliun. Hingga akhir 2023, Kejaksaan Agung berhasil memulihkan aset senilai Rp3,11 triliun melalui lelang aset tersangka, tetapi jumlah ini masih jauh dari kerugian total.
3. Krisis Kepercayaan di Industri Keuangan: Kasus ini meruntuhkan kepercayaan publik terhadap perusahaan asuransi milik negara. Industri keuangan pun menghadapi tekanan regulasi yang lebih ketat sebagai respons atas skandal ini, yang diharapkan mampu mencegah kasus serupa di masa depan.