Mohon tunggu...
Salma Salsabila
Salma Salsabila Mohon Tunggu... Universitas Mercu Buana

43221010149 - Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Akuntansi FEB

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

A-403; TB2_Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Melalui Pendekatan Paideia

12 November 2022   19:59 Diperbarui: 12 November 2022   20:51 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-636f94cb4addee395f2fb652.jpeg
whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-636f94cb4addee395f2fb652.jpeg
Dokumen Pribadi

Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
NIM: 43221010149
Nama: Salma Salsabila
Kampus: Universitas Mercu Buana

Sebelum kita membahas materi ini lebih dalam, kita harus mengetahui dulu apa itu Paideia?

whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-1-636f957108a8b509ca06eb34.jpeg
whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-1-636f957108a8b509ca06eb34.jpeg

dokumen pribadi


Paideia menurut Cicero berarti humanitas, atau secara harfiah dikenal dengan "sifat alami manusia." Paideia berasal dari kata Yunani yaitu "pais, paidos" yang artinya "Pendidikan" atau "belajar." Sistem pendidikan, dan pelatihan dalam budaya Yunani klasik dan Helenistik (Yunani-Romawi) memasukkan mata pelajaran seperti senam, tata bahasa, retorika, dialektika, logika, musik, matematika, geografi, sejarah alam, dan filsafat. Kadang berkembang menjadi disebut Humanitas dalam bahasa Latin, menjadi model bagi institusi pendidikan.


Konsep paideia sebagai konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang beradab, menurut Russell (1961: 76-77), dipengaruhi dan dilatarbelakangi oleh perubahan masyarakat Athena-Yunani setelah terjadinya Perang Persia. Perubahan konsep pendidikan yang tampak pada karakter kaum Sophis yang menggunakan metode retorika di atas didasari oleh pemaknaan konsepsi Gorgias atas logos sebagai pidato. Hal tersebut berbeda sekali dengan pemahaman kelompok akademia Plato yang memaknai logos sebagai akal budi (Samho, 2008:7)


Komunitas akademia Plato, bersama dengan Aristoteles dan pendahulunya Socrates, percaya bahwa perpaduan spiritualitas intelektual dalam akal dengan hati nurani adalah cara terbaik untuk mencapai kebijaksanaan. Seluruh potensi manusia, menurut civitas akademika, harus melalui jalur pengetahuan yang benar sebagai filsafat. Menggunakan pengetahuan filsafat dari masyarakat akademis (Socrates, Plato, Aristoteles), di sisi lain, orang bijak menggunakan retorika yang dibedakan secara jelas dalam konteks pendidikan paideia Yunani klasik atau kuno.


Seperti apa model pendidikan atau Paideia pada zaman Yunani Kuno?


Dalam pemikiran Plato, etika, politik dan pendidikan/ Padegogis/ Paideia berjalan beriringan. Untuk memperbaiki manusia, Polis perlu ditingkatkan, tetapi hal ini membutuhkan banyak pengetahuan tentang cara mendidik warga negara. Ada hubungan antara etika dan masyarakat karena nilai moral didasarkan pada konsep keadilan. Ini menjadi dasar untuk negara ideal yang diusulkan (untuk Arete dan Polis).


Pertanyaan yang mendoktrin kebajikan adalah detonator Platonis dan Paideia. Seperti bagian Socrates dari prinsip pengetahuan yang baik. Kebajikan yang terkait dengan Plato adalah kebajikan utama: kebijaksanaan, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Kebijaksanaan adalah kebajikan tertinggi dan kekuatan yang memotivasi keberadaan kebajikan lainnya.


Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kebijaksanaan, yang dipahami sebagai kebajikan moral, dapat dididik, karena semua pengetahuan tunduk pada pendidikan. Ini adalah seni dialog, seni bertanya dan menjawab, dan alat untuk membedakan kebajikan. Pendidikan para filsuf adalah elemen penting lain dari filsafat pendidikan Plato, makhluk dengan kebajikan dan pengetahuan yang tepat untuk memerintah kota.


Apa itu Kejahatan?

whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-2-636f95c8a51c6f0c5260d1e4.jpeg
whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-52-pm-2-636f95c8a51c6f0c5260d1e4.jpeg

dokumen pribadi


Asal dari dunia itu sendiri adalah sebuah kejahatan, serta pencurian. Hal ini dapat dikaitkan dengan suatu tindakan kejahatan yang ada di muka bumi, yaitu tindakan kejahatan korupsi.


Pembahasan ini diawali dengan Pencurian, dan lahirnya Martabat Manusia ketika Prometeus mencuri api untuk pencerahan akal budi manusia. Prometheus menciptakan manusia yang lebih mulia dari para dewa. Ia mencuri api dari Gunung Olympus, memberikannya kepada manusia untuk perlindungan, dan menciptakan kerajinan tangan serta senjata.


Lalu kejahatan menurut Plato, sebagaimana yang dimaksudkan  pandangan pendidikan sebagai sarana demi mencapai sebuah keadilan, baik keadilan individu maupun keadilan sosial. Plato mengatakan bahwa keadilan individu dapat diperoleh pada saat manusia melalukan pengembangan bagi kemampuannya dengan cara yang maksimal. Dalam pengertian ini, keadilan diartikan sebagai keunggulan. Bagi orang Yunani dan Planton, Keunggulan atau Keadilan adalah sifat kebajikan yang tertinggi.


Pada teks Buku IV Platon
Filsafat jiwa Platon, menggambarkan kata-kata gurunya Socrates, melihat bahwa jiwa adalah esensi seorang manusia, hal yang menentukan bagaimana seseorang berperilaku. Plato melihat esensi ini sebagai penghuni abadi keberadaan kita. Plato mengatakan bahwa setelah kematian, jiwa akan tetap ada dan akan tetap berpikir. Plato percaya bahwa ketika tubuh mati, jiwa terus terlahir kembali di tubuh berikutnya (reinkarnasi). 

Jiwa Plato terdiri dari tiga bagian:
1. Tanda atau logika
2. Thymos atau thumbeticon (emosi, keberanian, gairah atau harga diri)
3. Eros atau epithumeticon (reproduksi, uang, makanan, hasrat, seksualitas).


kemudian secara metaforis di berbagai bagian tubuh:
1.Tanda terletak di bagian kepala, berkaitan dengan akal, dan mendominasi bagian lain.
2.Thymos terletak di bagian dekat dada dan berhubungan dengan kemarahan.
3. Eros terletak di bagian perut dan berhubungan dengan keinginan manusia.


Kejahatan berdasarkan pandangan demitologisasi Rudolf Bultman (sejarah adalah bentuk  kausalitas dan cara mengolah pola pikir) serta rasa kecurigaan pada manusia. Sebuah pemikiran sejarah manusia dan peradabannya, sebagai bentuk mitos yang merupakan  bentuk cerita yang tidak membedakan antara fakta dan  bukan fakta pada bagian yang tertera di dalam isi nya. Lalu yang berasal pada zaman pra-ilmiah. tujuan dari mitos untuk menyatakan pengertian mengenai manusia tentang diri nya sendiri, dan bukan hanya untuk menyajikan suatu gambar objektif tentang dunia.


Kejahatan merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang dapat merugikan masyarakat. Kejahatan adalah pelanggaran norma. Seorang penjahat adalah orang yang telah melanggar undang-undang dan telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Misalnya, pembunuhan, pencurian, penganiayaan dan kejahatan korupsi.


Kejahatan yang menimpa manusia seringkali didasarkan pada proses sintesis seseorang, dorongan untuk membaca berita atau surat kabar yang tidak terverifikasi, ketidakmampuan finansial, dan bentuk-bentuk penyimpangan sosial lainnya. Jadi, dari sudut pandang sosial, penjahat adalah mereka yang gagal untuk menyesuaikan atau yang perilakunya secara sadar atau tidak sadar menyimpang dari norma-norma yang berlaku secara sosial sehingga perilaku mereka tidak dapat dibenarkan secara sosial.


Secara formal, kejahatan diartikan sebagai perbuatan yang harus dihukum. Hukuman bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut. Keseimbangan yang terganggu menyebabkan masyarakat resah karenanya. Kejahatan dapat didefinisikan dengan adanya unsur-unsur anti sosial. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, kejahatan dapat digambarkan sebagai perilaku anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat ditolerir, yang mampu menimbulkan goncangan sosial.


Berdasarkan Studi yang dilakukan oleh Karl Kristiansen dan Sarnof A. Mednick, mereka melakukan uji coba terhadap pasangan kembar pada suatu Kawasan di Denmark pada tahun 1881 sampai dengan 1910. Mereka mengaitkannya pada sebuah kejahatan yang serius. Lalu mereka mengemukakan bahwa pada kembar identik apabila seorang pasangannya melakukan kejahatan dalam rating 50%, maka pasangannya akan melakukan kejahatan yang serupa.


Pada hasil temuan tersebut mendukung hipotesa bahwa ada beberapa pengaruh genetika yang dapat meningkatkan resiko kriminalitas itu sendiri, dan di lakukan uji coba terhadap adopsi anak yang dapat disimpulkan bahwa kriminalitas dari orang tua kandung memiliki resiko yang besar bagi anak, apabila dibandingkan dengan orang tua angkat atau tiri.


Hasil ini mendukung hipotesis bahwa ada beberapa pengaruh genetik yang dapat meningkatkan risiko kejahatan. Telah dilakukan uji coba bahwa anak yang diadopsi memiliki presentase kriminalitas yang tinggi karena cerminan dari orang tua kandung.


Kesimpulannya, kejahatan akan selalu ada pada diri seseorang, dan kebaikan akan tetap ada pula Bersama dengan kejahatan, namun itu semua tergantung pada Orang tua yang mendidik anak, serta pada akhirnya sang anak lah yang akan mengatur diri nya untuk memilih jalan yang benar sebagai kebaikan, atau jalan yang salah sebagai kejahatan.


Kejahatan dapat terlaksana melalui beberapa aksi. adapun yang sering dijumpai setiap hari dalam bidang ekonomi politik adalah korupsi.


Apa itu Korupsi?

whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-53-pm-636f95f808a8b512c5089ef4.jpeg
whatsapp-image-2022-11-12-at-7-23-53-pm-636f95f808a8b512c5089ef4.jpeg

dokumen pribadi


Korupsi adalah segala sesuatu yang merusak moral, atau yang mencerminkan kerusakan moral. Tindakan korup adalah tindakan yang menjauh dari yang baik, dari yang ideal. Di dalam wacana ekonomi dan hukum, korupsi adalah pembayaran atau pengeluaran yang mengangkangi aturan hukum yang berlaku.


Korupsi sebagai fenomena penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang diikuti oleh Machiavelli, sejak awal telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral corruption). Korupsi moral merujuk pada berbagai bentuk konstitusi yang sudah melenceng, hingga para penguasa rezim termasuk dalam sistem demokrasi, tidak lagi dipimpin oleh hukum, tetapi tidak lebih hanya berupaya melayani dirinya sendiri.


Korupsi berasal dari kata Latin yaitu Corruptio atau Corruptus. Dalam bahasa Inggris dan Prancis dikenal dengan Corruption, dalam bahasa Belanda corruptie, selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Korupsi. Alatas (1987). 

Korupsi merupakan perwujudan yang salah dari dorongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Titik penting yang ingin diletakkannya disini, juga mencakup dua bentuk korupsi yang sulit untuk dimasukkan dalam kebanyakan peristilahan korupsi.


Dalam filsafat klasik, korupsi dianggap sebagai segala hal yang bertentangan dengan kemurnian. Dalam arti ini jiwa adalah sesuatu yang murni, sementara tubuh, dan semua materi fisik, adalah hal-hal yang korup. Yang diperlukan untuk mencapai kebijaksanaan dan pencerahan adalah menyangkal fisik dan materi, serta mencari kebenaran di dalam jiwa. Di sisi lain, sebagaimana dinyatakan oleh Aristoteles, korupsi juga bisa identik dengan dua hal, yakni kematian dan dekadensi moral yang disamakan olehnya dengan hedonisme, yakni hidup yang tujuan utamanya adalah mencari nikmat badaniah semata. Pada level politik yang cukup terlihat adalah karena kesenjangan ekonomi yang terlalu tinggi, dan rusaknya kepercayaan yang mengikat antar anggota masyarakat. Ini bergerak seperti lingkaran setan.


Selanjutnya definisi korupsi menurut beberapa ahli (Muhammad Ali : 1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya:
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkur jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.


Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosocdibio: 1973).


Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang berbunyi "financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt" (Evi Hartanti: 2008). Dalam arti ini korupsi adalah ekspresi dari situasi manusiawi kita sebagai manusia, yakni karena kita memiliki hasrat berkuasa, gemar berburu kenikmatan, memiliki sisi-sisi hewani yang brutal, sehingga korupsi seolah menjadi tindakan wajar yang tak lagi dilihat sebagai kejahatan.


Menurut Robert Klitgaard, "Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi". Robert Klitgaard, dalam hal ini melihat korupsi yang lebih khas bagi pejabat publik atau pejabat negara sebagai tindakan "menggunakan jabatan untuk (memperoleh) keuntungan pribadi. Menurut Robert Klitgard secara historis konsep tersebut merujuk pada tingkah laku politik. Kata korupsi menurutnya menimbulkan serangkaian gambaran jahat. Kata itu berarti apa saja yang merusak keutuhan.


Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Perilaku korupsi di Indonesia sudah membudaya sedemikian rupa dan berkembang secara sistemik, bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan, hal tersebut menjadikan Indonesia salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang tertinggi.


Selanjutnya Korupsi berdasarkan Perspektif Undang-Undang


Keberadaan undang-undang pemberantasan korupsi hanyalah satu dari sekian banyak upaya memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh. Di samping peraturan perundang undangan yang kuat, juga diperlukan kesadaran masyarakat dalam memberantas korupsi. Kesadaran masyarakat hanya dapat timbul apabila masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman akan hakikat tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang.


Lalu mengapa seseorang bisa terjerumus ke dalam tindakan kejahatan korupsi tersebut?


Alasan seseorang melakukan korupsi bisa beragam, namun secara singkat dikenal dengan teori GONE untuk menjelaskan faktor penyebab korupsi. Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan).


Jack Bologne mengatakan bahwa keserakahan dan ketamakan merupakan akar dari kasus korupsi. Ia menjelaskan isi teori ini dengan menggunakan akronim "GONE": Greedy (G), Opportunity (0), Needs (N), dan Expose (E). Jika keempat variabel ini digabungkan maka hal ini akan membuat seseorang dengan mudah melakukan tindak pidana korupsi. Keserakahan (greedy) yang didukung dengan terbukanya kesempatan yang lebar (opportunity), dan diperkuat oleh kebutuhan (needs) akan menggerakkan keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan korupsi. Keinginan untuk melakukan korupsi ini juga diperkuat oleh kondisi hukum yang tidak jelas dan memberikan hukuman terlalu ringan (expose) bagi para pelaku korupsi, sehingga tidak menimbulkan efek jera (Jack Bologna, Tomic Singleton. 2006: Kompasiana, 2013). Teori ini kelihatan sangat tepat untuk menggambarkan situasi


korupsi di Indonesia saat ini. Secara umum, korupsi itu terjadi melalui empat variabel ini. Kebutuhan dan keserakahan seseorang untuk melakukan korupsi semakin dipermudah oleh kesempatan yang didapatkan seseorang sebagai pejabat yang menempati posisi atau jabatan pada suatu tempat atau lingkungan bekerja. Posisi dan jabatan ini membuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Kesempatan ini didukung oleh jeratan hukum pidana yang tidak sebanding dengan keuntungan besar yang didapatkan seseorang dari perbuatan korupsi, serta perilaku para penegak hukum yang dengan mudah bisa disuap dengan tujuan meminimalisasi hukuman yang akan diberikan kepada pelaku korupsi (Jack Bologna, Tomie Singleton. 2006; Nanang T. Puspito, dkk, 2011).
Jika dijabarkan lagi, faktor penyebab korupsi meliputi dua faktor, yaitu internal dan eksternal. faktor internal merupakan penyebab korupsi dari dalam diri sendiri, sedangkan faktor eksternal karena sebab-sebab dari luar diri kita. Mari kita bahas penyebab korupsi faktor internal dan eksternal ini:

Faktor Internal:


1. Sifat serakah atau rakus yang ada di dalam diri manusia
Keserakahan dan ketamakan merupakan ciri yang membuat seseorang selalu merasa tidak cukup dengan apa yang dimilikinya dan selalu menginginkan lebih. Keserakahan bisa membuat seseorang terlalu menyukai kekayaan. Bahkan jika dia memiliki banyak kekayaan atau statusnya tinggi. Dominasi keserakahan membuat orang mencari rezeki jauh dari halal dan haram. Karakteristik ini menjadikan korupsi sebagai kejahatan bagi para profesional, jabatan tinggi, dan kehidupan yang baik.
2. Gaya hidup yang konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.
3. Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.


Faktor Eksternal:


1. Aspek pemahaman Masyarakat Terhadap Korupsi
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang korupsi mungkin menjadi akar penyebab terjadinya korupsi. Hal ini karena masyarakat tidak mengetahui bahwa mereka terlibat dalam korupsi, atau bahwa mereka adalah korban utama korupsi.
2. Aspek Ekonomi
Korupsi biasanya karena alasan ekonomi. Karena memiliki banyak kebutuhan dalam hidup dan merasa penghasilannya rendah, beberapa orang nekat menggelapkan uang.
3. Aspek Politis
Aspek politis dapat menyebabkan terjadinya korupsi. Tindakan ini dilakukan karena memiliki jabatan atau kekuasaan yang tinggi di pemerintahan.
4. Aspek Organisasi
Penyebab terjadinya korupsi yang terakhir, yaitu karena aanya aspek organisasi. Biasanya hal ini akan didukung karena organisasi tersebut tidak memiliki aturan yang kuat.


Mengapa Tindak Pidana Korupsi dikatakan sebagai kejahatan yang luar biasa?


Korupsi diakui sebagai kejahatan luar biasa, hal itu dikarenakan bukan hanya kejahatan yang menghabiskan uang negara, tetapi dapat mempengaruhi semua program pembangunan, kualitas pendidikan menjadi menurun, serta kemiskinan yang tidak dapat ditangani.

Bagaimana cara mencegah terjadinya kejahatan korupsi?


Dapat kita ketahui bahwa korupsi adalah tindakan yang buruk, oleh karena itu diperlukan sebuah inisiatif dan langkah untuk mencegahnya. Berikut ini adalah penjelasannya:
Pemikiran Plato untuk memerangi korupsi, ia menjelaskan bahwa para penguasa menjalani kehidupan yang sederhana dan umum. Ini kontras dengan nilai-nilai sosial pada saat itu. Perempuan dan laki-laki harus diizinkan untuk memerintah dengan mengusulkan bahwa gender tidak boleh diperhitungkan dalam memutuskan siapa yang harus memerintah. Jadi awal mula kejahatan dan korupsi tumbuh dan tidak tumbuh.


Pendidikan (Paideia) merupakan metode yang membawa anak didik dari tempat gelap ke tempat terang (Pristrophe) untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan (Periogage) (Plato, 2000). Hal yang paling menarik dari sistem paideia adalah pendidik harus serius dalam mendidik muridnya. Karena pada akhirnya setiap upaya dilakukan dianggap sebagai tindakan pencegahan. Plato juga terus mengingatkan pentingnya pendidikan melalui permainan. Jika individu ingin menjadi pemimpin, mereka perlu bermain secara serius melalui permainan yang berkaitan dengan pengajaran moral (Plato, 1988).


Plato menjelaskan bahwa metode pendidikan yang digunakan untuk mengembangkan pemimpin masa depan pertama-tama harus fokus pada identitas jiwa individu. Hal ini karena sifatnya yang elastis dan telah dibentuk. Oleh karena itu, pendidikan harus memiliki visi yang jelas yang membimbing jiwa peserta didik menuju cita-cita dan cita-cita (A.S. Wibowo, 2017).


Selanjutnya terdapat pula upaya untuk menghindari kejahatan dan korupsi menurut pandangan Plato


Kejahatan merupakan fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai perspektif. Korupsi sering dilaporkan dan mudah dikenali. Kurangnya penjelasan tentang sifat konseptual korupsi membantu menetapkan pemerintahannya. Oleh karena itu, pemahaman konseptual dan etika yang lebih baik tentang korupsi dan kejahatan harus dikomunikasikan. Plato mengembangkan model atau bentuk filsafat yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan memberikan penjelasan yang teratur tentang korupsi.


Adapun ciri-ciri korupsi menurut mitologis Gyges, diantaranya adalah:
1. Mempunyai kekuasaan adalah karena memiliki kemampuan untuk bertindak dengan cara-cara yang dapat mencapai suatu hasil tertentu yang diinginkan.
2. Keinginan untuk menggunakan kekuasaan itu berasal dari rasa tidak percaya dan keinginan untuk dengan sengaja menggunakannya untuk menjalankan kekuasaan itu. Oleh karena itu, kesempatan diberikan atau ditambah untuk terlibat dalam kegiatan di mana seseorang memiliki kekuatan untuk bersangkutan didalamnya.
3. Penyembunyian kemampuan atau karakteristik agen untuk menjaga motif dan identitas pelaku tindakan yang dibuat agar tidak terlihat oleh orang lain. Dalam beberapa keadaan khusus, Anda dapat mengendalikan diri dengan cara yang tidak terlihat. Dalam situasi khusus ini, agen korup  melalui proses atau ketidaktahuannya dapat menganggap bahwa tindakan yang dilakukan tidak termasuk kedalam tindakan korup. Selain itu, perilaku yang terkait dengan praktik korupsi tersebut sesuai dengan etis.


Secara umum, ada pula yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat.


Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Reformasi ini meliputi reformasi terhadap sistem, kelembagaan maupun pejabat publiknya. Ruang untuk korupi harus diperkecil. Transparansi dan akuntabilitas serta akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus ditingkatkan. Penting pula untuk membentuk lembaga independen yang bertugas mencegah dan memberantas korupsi. Lembaga ini harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya kepada rakyat. Ruang gerak serta kebebasan menyatakan pendapat untuk masyarakat sipil (civil society) harus ditingkatkan, termasuk di dalamnya mengembangkan pers yang bebas dan independen.


Selain itu, KPK kini juga  membangun strategi pemberantasan korupsi dengan 3 (tiga) pendekatan.
1. Pertama, Pendekatan Pendidikan Masyarakat dengan memberikan wawasan dan kesadaran kepada berbagai pihak baik rakyat, penyelenggara negara, maupun swasta supaya tidak ingin melakukan korupsi.
2. Kedua, Pendekatan Pencegahan yang dilakukan karena kejahatan muncul didorong oleh sistem yang buruk, sistem yang lemah, dan sistem yang gagal.
3. Ketiga, Pendekatan Penindakan yang dilakukan untuk menanamkan rasa takut untuk melakukan korupsi dan menimbulkan kesadaran untuk tidak melakukan korupsi.


Lembaga Transparency International melalui Corruption Perception Index telah menempatkan Indonesia pada peringkat ke 88 pada tahun 2015. Sementara itu, lembaga World Audit menempatkan Indonesia pada posisi ke 77 dalam indeks korupsi dari 150 negara di dunia pada tahun yang sama. Menyusul, Corruption Perceptions Index (CPI) 2016 mengungkapkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 90 dari 176 negara korup di dunia. Jikalau dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya, maka peringkat Indonesia masih berada di bawah Malaysia (49), Brunei (58), dan Singapura (85).


Tingginya indeks korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa masih terdapat begitu banyak pelaku korupsi dan kuatnya budaya korupsi di tanah air. Melihat kenyataan ini maka perlu dilakukan berbagai upaya secara kontinu dan sistematis untuk memberantas korupsi dengan tujuan menciptakan masyarakat dan pemerintahan Indonesia yang lebih baik, bersih, terbuka dan sejahtera.

CITASI:
Apollo. (2022). Apa Itu Paideia di Era Yunani.
Hadi, S. (2012). Konsep Humanisme Yunani Kuno dan Perkembangannya dalam Sejarah Pemikiran Filsafat. 114-115.
Hayati, T. A. (2015). Korupsi Perspektif Filsafat Etika Aristoteles. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.
Wattimena, R. A. (2012). Filsafat Anti-Korupsi Membelah Hasrat Kuasa, Pemburuan Kenikmatan, dan Sisi Hewani Manusia di Balik Korupsi. Depok: PT Kanisius.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun