"Apa maksudnya semua ini? Kamu diam-diam mengkhianati saya?" bukumu dilempar dan menghantam dinding kamar.
"Jangan harap. Saya bayar mahal ke orang tua kamu buat dapetin kamu, itu berarti kamu harus sama saya selamanya!" Tangan laki-laki itu pindah ke kepalamu, menjambak rambut panjangmu yang carut marut.
Entah keberanian dari mana, kamu balik menatapnya. Matamu dipenuhi kobaran api dari keberanian dan rasa benci yang bertumbuk dan berbulan-bulan telah membusuk di dasar hatimu.
"Sudah berani ya kamu, rupanya." Suamimu menyeringai, diikuti tamparan keras yang mendarat di pipi kananmu.Â
Kamu jatuh tersungkur tetapi mencoba berdiri lagi.Â
Laki-laki itu, dengan gelap mata membantingmu hingga mendarat di kaki-kaki tempat tidurmu.
Aku ingin berteriak. Namun, aku bisu dan tak dapat bergerak.
Laki-laki itu kesetanan. Kamu juga kesetanan.Â
Berikutnya, sebuah benda keras melayang dan terhempas ke arahku.
Aku pecah berkeping-keping.
Yang kudengar terakhir kali adalah tangismu yang melengking dan suara benda tumpul menghantam kepalamu. Lalu setelah itu diam.