Ketiga, syiah diletakkan pada umat islama yang setia Bersama Ali setelah peristiwa tahkim (perundingan) yang mengakhiri perang shiffin. Dalam perang antara pasukan Mu’awiyyah bin Abu Sofyan melawan pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib, Karena Terdesak Pihak Mua’awiyyah mengajukan perundingan dengan mengacungkan Mushaf Al-Qur’an diatas tombak. Atas desakan, Ali meminta Mali Asytar selaku komandan agar menghentikan serangan. Masing-masing pihak sepakat untuk mengirimkan perwakilan dalam menyelesaikan peperangan. Ali memilih Malik Asytar, tetapi Sebagian orang berasal dari Arab Badawi menolak dan menyarankan Abu Musa Al Asyari sebagai wakilnya . sedangkan Muawiyyah mengutus Amr bin Ash sebagai wakilnya. Keduanya melakukan perundingan di daumah al jandal,Azruh dengan waktu sekitar enam bulan (Shafar-Ramadhan 37H).
Keduanya sepakat untuk menurunkan jabatan kedua pemimpin kemudian memilih khalifah baru memulai musywarah. Abu musa menjadi orang pertama yan naik ke mimbar dan menurunkan Ali dari tampuk Khalifah.
Peristiwa itu membuat kecewa Sebagian pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka meminta khalifah Ali untuk membatalkannya. Saran mereka ditolaknya karena peristiwa sudah terjadi. Akibat tidak ditanggapi, mereka memisahkan diri dan membentuk kelompok sendiri yang disebut Khawarij. Sedangkan orang-orang islam yang masih setia dengan Ali disebut Syiah Ali.
Dalam sejarah, Ali ini mengalami perkembangan dan terbagi dalam golongan-golongan yang satu sama lain memiliki perbedaan dakam kemimpinan. Ada madzhab syiah yang masih dalam ajaran islam dan ada pula yang dianggap menyimpang. Syiah yang termasuk dalam agama islam, menurut allamah muhammah husein thabathabai, adalah Imamiyah (Itsna Asyariyah), zaidiyah, dan Ismailiyah. Sedangkan yang menyimpang adalah Rafidhah, Ghulat dan Alawi.
Konsepsi Politik Syiah
Menurut Jalaluddin Rakhmat, syiah dalam struktur politik didasarkan pada ayat Al Qur’an bahwa wilayah (kekuasaan) adalah hak Alloh, hak Rasulallah saw, dan hak orang-orang beriman. Hal ini tertuang dalam Al-Qur’an, “sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk(kepada Allah)” (Qs al Ma’idah ayat 5 : 55). Jadi, kemimpiman Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebenarnya satu garis dan bersambung, yaitu mulai dari Allah sampai kepada Rasulallah saw kemudian orang-orang beriman dari keturunan Rasulallah saw (para imam dari Ahlulbait).
Kaum syiah meyakini konsepsi politik berasal bagian dari ushuluddin, khusunya rukun imamah. Para ulama’ syiah berdasarkan ajaran islam memahami bahwa allah selaku pemegang otoritas tertinggi dalam agama islam memilih utusan-Nya yang terpilih, nabi Muhammad saw, untuk membawa risalah islam dan menyebarkannya ke seluruh umat manusia. Seirinkg dengan wafatnya Rasulallah saw maka agama islam menjadi penutup hingga kiamat.meski pembawa ajaran agama islam tidak ada, tetapi risalah Ilahi berupa ajaran agama islam tidak berakhir karena penyebaran dan bimbingan dalam agama dilanjutkan para imam pilihan Rasulalloh saw dari Ahlulbait.
Para Imam diyakini sebagai orang suci (ma’shum) yang derajatnya di bawah Nabi. Imam menjadi penerus risalah Rasulullah SAW dalam menjelaskan agama kepada umat Islam karena berkedudukan sebagai washi. Para Imam Syiah diyakini telah ditentukan oleh Rasulullah saw berdasarkan nash, dari Ali bin Abi Thalib yang bersambung kepada Al-Mahdi Dengan merujuk pada surah Al-Baqarah ayat 124 bahwa para Imam Syiah merupakan seseorang yang berasal dari geneologi Nabi Ibrahim as melalui jalur Nabi Muhammad saw turun kepada keturunan Fathimah az-Zahra.
Imam kesebelas, Hasan Askari memiliki putra yang bernama Muhammad yang disebut Imam Mahdi Al-Muntazhar. Ketika imam al-mahdi wafat , Al-Mahdi yang menjadi imam zaman hingga menjelang Kiamat. Setelah penguburan imam al-mahdi disebutkan Al-Mahdi menghilang sementara (ghaib). Saat ghaib ini Imam Mahdi hanya bisa ditemui oleh empat orang wakilnya (Abu Amr Ustman, Abu Ja’far Muhammad, Abu al-Qasim al-Husain, dan Al-Hasan Ali) yang kemudian dijadikan rujukan oleh kaum Muslim Syiah.
Setelah empat wakilnya wafat, tidak ada yang dijadikan sandaran dalam urusan agama Islam. Sesuai dengan wasiat Imam Mahdi bahwa umat Islam (Syiah) dipersilakan untuk merujuk kepada orang berilmu yang mendalam dalam ilmu agama dan mengetahui masalah yang berkaitan dengan zaman. Dalam mazhab Syiah, orang yang mendalam dalam ilmu-ilmu Islam adalah ulama (mujtahid) yang disebut marja’ taqlid. Tidak semua orang bisa menduduki posisi ini. Hanya ulama yang termasuk mujtahid yang berhak dirujuk, diminta pendapat, dan dijadikan pembimbing oleh umat Islam. Bahkan harus melalui rangkaian pendidikan ulama yang berjenjang di Irak, Lebanon, Suriah, dan Iran.
Rukum iman dan rukun islam kaum sunni dan syiah