Tidak dipungkiri konsepsi pemikiran polintik Sunni tidak dirumuskan sejak awal.
Akan tetapi secara praktik telah dijalankan dan terlihat dinamis dalam sejarah.
Berkaitan dengan konsepsi politik Sunni, ada satu hadist yang secara tidak langsung bisa dijadikan pedoman bahwah “Peganglah sunnahku dan khulafu rasyidun yang mendapat petunjuk”. Ada yang menyatakn Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali.
Satu qil ada yang mengatakn bahwasanya menambahkam Al Hasan bin Ali dan Umar bin Abdul Aziz.
Jika kiita lihat dari sejak wafatnya Rasuallah SAW sampai pemerintahan Turki Ustmani ternyata jumlahnya lebih banyak. Hal ini tidak sesuai dengan salah hadist yang menyebutkan du belas khalifah islam setelah wafatnya Rasulallah SAW yang berasal dari Quraisy. Namun, sejarah membuktikan para pemimpin dari dinasti dinasti Islam yang berkuasa tidak semuanya berasal dari Quraisy. Bahkan dinasti lhaniyah sdan Timuriyah berasal dari keturunan Mongol.
Sejarah mencatat diketahui bahwa pemikiran politik Sunni berupa teori dari ulama baru muncul akhir periode klasik. Salah satunya dari Abu Hamid Al-Ghazali (wafat 1111 M.) Kita sebagai umat Islam wajib mengangkat seorang kepala negara untuk melindungi kepentingan umat dan membantu dalam urusan dunia dan akhirat. Kepala negara yang diangkat harus didasarkan pada: akil baligh, sehat jiwa dan jasmani, merdeka, laki laki keturunan Quraisy, memiliki kekuasaan yang nyata, meiliki hidayah, memiliki pengetahuan dan bersikap wara (berhati hati).
Asal Usul Syiah
Ada tiga pendapat lahirnya Syiah. Pertama, bahwa istilah syiah sudah diletakkan oleh Rasulallah SAW kepada Ali bin Abi Thali bra dan Pengikutnya. Dalam kitab Tafsir Al Dur al Mantsur meriwayatkan dari Ibnu ‘Asakir kemudian dari Jabir bin Abdullah bahwa Kami sedang Bersama Nabi Muhammad saw. Tidak lama kemudian Ali datang. Lalu Nabi Muhammad saw bersabda, “Demi jiwaku yang berada digenggam-Nya, sesungguhnya ini (Ali) dan syiahnya benar-benar orang yang menang dihari kiamat.” Ibn Abbas berkata “Ketika turun ayat, sesungguhnya orang yang beriman dan beramal saleh, mereka itulah sebaik-baik manusia; Rasulollah saw berkata pada Ali: Mereka adalah engkau dan Syiahmu.”
Kalau dilacak ternyata hadist yang berkaitan dengan Syiah Ali ini semua jumlahnya ada 15 riwayat. Dalam Al-Qur’an, istilah Syiah digunakan pada 12 tempat seperti dalam ayat “… dan sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar termasuk golongannya (syiatihi)” (QS Ash- Shaffaf ayat 83 dan “… kemudian pasti akan kami Tarik dari setiap golongan (syiah) siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah” (QS Maryam ayat 69).
Kedua, Syiah diletakkan pada orang-orang islam yang tidak membaiat Abu Bakar Ketika peristiwa Saqifah karena meyakkini Ali sebagai Washi. Diketahui tidak semua umat islam setuju dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai pemimpin. Setelah penguburan Nabi, sayyidah Fatimah tidak memberikan baiat kepada Abu Bakar selama enam bulan. Termasuk suaminya sayyidina Ali beserta cucu Rasulallah saw. Selepas Fathimah wafat, baru stelahnya sayyidan Ali memberikan baiat kepada Abu Bakar.
Setelah melaksanakan haji terakhir (hajj al wada’) Nabi Muhammad saw pergi meninggalkan Makkah menunju Madinah Bersama 120 ribu umat islam dan berdiam pada satu tempat Bernama Ghadir Khum. Ditempat tersebut Rasulallah saw berkhutbah dan ditengah berkhutbah menggandeng tangan Ali bin Abi Thalib ra kemudian berkata: Barang siapa mengangkatku sebagai Maula maka Ali adalah maulanya pula (ia mengulang sampai tiga kali). Ya, Alloh Cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya. Bantulah orang-orang yang membantunya. Selamatkanlah orang orang yang menyelamatkannya dan jagalah kebenaran dalam dirinya kemana pun ia berpaling (jadikan ia pusat kebenaran).