"Bandung, maafkan kami"
Teriakan, tangisan, rintihan, terdengar di pusat kota. Siliwangi malu. 6 bulan yang sungguh sia-sia. Mereka marah, besar. Disinilah pula, ditunjukannya dengan nyata. Betapa taatnya pejuang-pejuang kita terhadap pemimpin-pemiminnya, sekalipun dalam pelaksanaannya, dibutuhkan perih hati tak lupa tangis darah.
Tak di duga, Markas tertinggi Yogyakarta pun menurunkan perintah.
"Pasukan Siliwangi, jangan menyerahkan Bandung Selatan begitu saja pada sekutu. Bandung itu Anugerah"
Maka demi mentaati kedua peristiwa di atas, dilaksanakannya lah "afscheids-aanval". Suatu serangan umum dan bumi hangus ditelan makhluk merah panas.
"BANDUNG, KAMI MEMANG PENGECUT! MAAF"
"Suhodo, Didi, kami gagal"
Sedangkan disana, Ismail berlarian menerobos pembatas jalan. Menuju studio RRI. Persetan dengan ego yang tak ingin menginjakkan kakinya ke RRI lagi. Pemuda-pemuda harus tetap hidup. Pemuda-pemuda harus tetap semangat. Siliwangi bisa kembali!
Dengan gagahnya ia menyambungkan pengeras suara ke audio pribadinya. Dengan lirih, ia menekan tombol putar. Melabuhkan, mengantarkan anaknya yang berjudul Halo, Halo Bandung. Ia perdengarkan lantunan itu ke seluruh penjuru Bandung yang sekarang menghangus.
Halo, halo Bandung,
Ibu kota Periangan;