Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ken Angrok - 6

24 Juli 2023   08:19 Diperbarui: 25 Juli 2023   22:18 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti biasa, setelah mandi Gajah Para akan duduk di teras belakang rumah hingga senja benar-benar menjadi gelap. Ken Endok akan berada di sampingya menemani ngobrol segala hal. Segelas kopi, camilan sederhana khas pedesaan, asap rokok keretek, dan canda mereka akan membuat setiap senja menjadi sangat istimewa buat Gajah Para. Namun sore ini sepertinya berbeda, Gajah Para menunggu Ken Endok yang tidak kunjung muncul juga walaupun secangkir kopi dan sepiring camilan sudah tersedia. Tidak tahan dengan suasana yang berbeda itu, Gajah Para pun memanggil Ken Endok, "Diiik..., dimana kamu Dik?"

Terdengar suara seperti tidak bersemangat, "Iya Mas, sebentar saya ke situ..."

Tak lama terdengar suara langkah seperti di seret mendekati Gajah Para. "Kamu kenapa Dik? Sakit?," tanya Gajah Para pada istrinya setelah duduk di sampinya.

Ken Endok diam saja saja namun tangannya meraih jemari Gajah Para dan menggenggamnya erat-erat. Dia sandarkan kepalanya pada bahu Suaminya. Gajah Para masih tidak tahu dengan sikap istrinya ini. Dia hanya membalas gemgaman Ken Endok lebih erat. "Ada apa Dik? Bilang saja sama Mas."

"Mas...," kata Ken Endok pelan menahan kecamuk hatinya. "Mas tahukan ada uang segepok di lemari pakaian?"

"Oh itu, iyalah tahu. Kenapa? Ilang?"

"Bukan..., aku ingin uang itu buat Mas semua..."

"Lhoh...?," Gajah Para memotong, "Itukan uang yang dapet kamu to Dik...?, jadi ya itu milikmu. Gunakan saja buat kepentinganmu. Kalo kurang, ya nanti tak coba carikan tambahanya. Aku suamimu Dik, sementara kita belum punya keturunan, apa yang aku lakukan semua itu ya biar atimu selalu seneng. Saat ini aku ndak punya siapa-siapa lagi, cuma kamu Dik."

Mata Ken Endok berkaca-kaca menahan tangis. Dia tahu persis gimana watak dari Gajah Para. Betapa besarnya cinta dan sayang Gajah Para padanya. Jangankan harta yang diperoleh Ken Endok, upah buruh Gajah Para pun diserahkan seluruhnya pada Ken Endok tanpa meminta kembali satu sen pun. Sempat terpikir oleh Ken Endok, bagaimana jika uang segepok dari Bramantyo itu ia serahkan semua pada Gajah Para untuk menebus kesalahannya dan merahasiakan semua kenyataan. Tapi Ken Endok sadar, sakit hati Gajah Para pastilah tidak bisa dia beli dengan gunung emas sekalipun!

"Ada apa Dik, kok tiba-tiba punya niat seperti itu?" tanya Gajah Para membuyarkan lamunan Ken Endok.

"Enggak ada apa-apa Mas..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun