"Apa yang akan Ibu lakukan?" tanya Ken Endok.
"Ibu akan coba bicara dengan Gajah Para. Memohon dia untuk mengakui bahwa yang kamu kandung adalah anaknya."
"Apa itu mungkin Bu?" Ken Endok tidak yakin dengan usaha ibunya.
"Tidak ada jalan lain Nduk, hanya itu yang bisa kita coba. Ibu yakin bahwa cinta Gajah Para yang sangat besar padamu akan melunakkan hatinya."
"Tapi apakah itu adil buat Mas Para?" Ken Endok terisak lagi.
Ibunya menatap dalam-dalam pada wajah Ken Endok, "Biar Gusti yang Maha Kuasa saja nanti yang menentukan Nduk, hanya ini satu-satunya jalan."
***
Sore itu Ken Endok tampak sedang menyapu rumah, hatinya masih dipenuhi rasa bersalah pada suaminya. Dia sama sekali tidak berani menatap wajah Gajah Para ketika suaminya itu pulang. "Lhoh sudah sampai di rumah lagi to Dik? Ada kabar apa dari Ibu kok cuma sebentar di sana?," sapa Gajah Para saat memasuki rumah dan melihat Ken Endok sedang menyapu.
Masih sambil menunduk pura-pura menyapu Ken Endok menjawab, "Ibu baik Mas, tadi hanya di suruh ambil masakan. Katanya masak khusus buat Mas Para." suara Ken Endok aga bergetar.
"Wah Ibu kok sampek repot-repot masak khusus buat aku. Yo wis nanti buat makan malam aja, aku tak mandi dulu yo Dik." kata Gajah Para.
Sebetulnya Gajah Para sempat merasa agak aneh dengan istrinya, tidak biasanya Ken Endok bicara tanpa memandang dirinya. Suara Ken Endok juga terdengar seperti tercekat. Tapi Gajah Para belum mau memikirkannya, dia hanya menduga istrinya agak kurang enak badan. Sementara itu, tubuhnya kini terasa lebih letih sebab sudah seminggu ini Mandor memberikan perintah kerja yang lebih keras. Sejak Ndoro Bramantyo meninggalkan Campara, para mandor dari Tumapel Inc. sepertinya menerapkan cara kerja baru untuk meningkatkan kualitas pada saat panen nanti.