Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya adalah proses transformasi individu yang mencakup perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Selain itu, pendidikan juga merupakan bagian integral dari proses kebudayaan, yang memungkinkan manusia untuk tumbuh dan berkembang. Melalui pendidikan, individu tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai dan berbagai kompetensi yang menjadi bekal untuk menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.
Sekolah merupakan institusi pendidikan formal yang memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi masa depan bangsa. Hal ini berdampak langsung pada kualitas warga negara dalam menghadapi tantangan hidup di masa mendatang. Salah satu mata pelajaran yang dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Pembahasan
Apa yang dimaksud dengan IPS?
Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki banyak pengertian, baik dari undang-undang ataupun pendapat para ahli. Berikut adalah beberapa arti dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), diantaranya yaitu:
1.National Council for the Social Studies (NCSS) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai suatu studi yang terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk meningkatkan kemampuan warga negara.
2.Menurut Moeljono Cokrodikarjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. la merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dilaksanakan.
3.Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa: "IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang antara lain mencakup ilmu bumi/geografi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya yang dimasudkan untuk mengembangkan pengetahui, pemahaman, dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial".
4.Menurut Somantri (2001) mengatakan bahwa Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi dan modifikasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional yang berdasarkan UUD 1945.
5.Trianto berpendapat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial.
    Pendidikan IPS pertama kali dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah adalah di rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18). Perubahan Perilaku manusia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang menimbulkan dampak perilaku sosial yang kompleks menjadi alasan mengapa Pendidikan IPS atau Social Studies ini dimasukkan ke dalam kurikulum.Â
Melihat pentingnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bagi setiap warga negara, apresiasi terhadap studi sosial ini semakin meningkat di berbagai belahan dunia, terutama di Amerika, Inggris, serta berbagai negara di Eropa. Konsep ini juga mulai berkembang di Australia dan Asia, termasuk Indonesia. Sehubungan dengan itu, dalam beberapa pertemuan ilmiah, istilah IPS sebagai program pendidikan di tingkat sekolah di Indonesia dibahas lebih mendalam. IPS pertama kali diperkenalkan dalam Seminar Nasional mengenai Pendidikan Kewarganegaraan yang diselenggarakan pada tahun 1972 di Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah.
Adapun tujuan Pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwasannya Pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu, Oleh karena itu Pendidikan IPS atau Social Studies harus mengacu pada tujuan Pendidikan Nasional. Dengan demikian tujuan Pendidikan IPS yaitu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu social untuk mencapai tujuan Pendidikan yang lebih tinggi. Â
Menurut Depdiknas (2006), pada dasarnya pelajaran IPS memiliki 4 tujuan, diantaranya: (1) agar peserta didik dapat mengenal konsep yang berhubungan dengan masyarakat, (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan juga kritis, (3) memiliki komitmen dan juga kesadaran terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan, dan (4) memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan juga kompetisi dalam mayarakat majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu aspek intelektual, kehidupan sosial, dan kehidupan individual. Pengembangan kemampuan intelektual berfokus pada kemajuan disiplin ilmu itu sendiri, serta peningkatan aspek akademik dan keterampilan berpikir. Tujuan dari aspek intelektual ini adalah untuk memperkuat kemampuan siswa dalam memahami ilmu sosial, mengasah keterampilan berpikir, serta proses pencarian informasi dan cara menyampaikan temuan mereka.
Sementara itu, pengembangan kehidupan sosial berkaitan erat dengan kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat. Aspek ini bertujuan untuk membekali siswa dengan keterampilan berkomunikasi, menumbuhkan rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan bagian dari komunitas global, serta mendorong mereka untuk aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dan kebangsaan. Selain itu, tujuan ini juga mencakup pengembangan pemahaman serta sikap positif siswa terhadap nilai, norma, dan etika yang berlaku dalam masyarakat (Sundawa, 2006).
Fokus utama dari program IPS adalah membentuk individu-individu yang memiliki kesadaran akan kehidupan sosial mereka, termasuk interaksi dan aktivitas manusia dengan tujuan menghasilkan anggota masyarakat yang merdeka, memiliki rasa tanggung jawab untuk melestarikan, meneruskan, dan memperluas nilai-nilai serta ide-ide masyarakat bagi generasi mendatang.
Adapun teori pendidikan sosial adalah gagasan bahwa anak-anak belajar dari mengamati orang lain. Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Teori belajar sosial Albert Bandura berusa menjelaskan hal belajar dalam latar wajar. Tidak seperti halnya latar laboratorium, lingkungan sekitar memberikan kesempata yang luas kepada individu untuk memperoleh ketrampilan yang kompleks dan kemampuan melalui pengamatan terhadap tingkah laku model dan konsekuensi-konsekuensinya.
Namun Kenyataannya, proses pembelajaran IPS banyak mendapati hambatan berupa asumsi-asumsi yang keliru terhadap pelajaran IPS ini, diantaranya:
1.Pelajaran IPS merupakan pelajaran hapalan yang disampaikan oleh guru melalui metode ceramah dan juga bercerita di kelas. Oleh karena itu siswa menjadi jenuh dan bosan belajar pelajaran IPS.
2.Dalam pelajaran IPS ini tidak dapat menggunakan alat-alat konkrit yang dapat dimanipulasi atau diotak-atik oleh siswa, sehingga mereka pasif dalam belajar.
3.Dengan pelajaran IPS tidak dapat dijadikan tolak ukur kecerdasan siswa, berbeda dengan pelajaran eksak seperti IPA dan Matematika.
4.pelajaran IPS tidak menjamin masa depan siswa kecuali pelajaran yang bersifat eksak.
Asumsi-asumsi inilah yang mengurangi minat siswa dalam mata pelajaran IPS, oleh karena itu banyak siswa yang pemahaman terhadap materi-materi IPS masih sangat rendah. Sebenarnya, anggapan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) itu membosankan dapat diubah jika guru lebih kreatif dalam menyampaikan materi. Pembelajaran IPS dapat dijadikan menarik, asalkan guru mampu memilih dan menggunakan metode serta media yang tepat. Dengan pendekatan yang inovatif ini, siswa tidak lagi melihat IPS sebagai mata pelajaran yang hanya untuk dihafal. Jika media pembelajaran digunakan dengan baik, program pengajaran yang telah direncanakan akan berjalan dengan baik, dan proses belajar mengajar pun akan menjadi terarah, teratur, sistematis, dan tentunya menyenangkan bagi siswa. Contohnya guru dapat menggunakan metode interaktif dalam pembelajaran pelajaran IPS ini.
Lalu apa yang dimaksud dengan Metode Interaktif?
Yang dimaksud dengan metode interaktif disini ialah mengarah pada pendekatan pengajaran yang melibatkan interaksi aktif antara guru, siswa, dan juga materi pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman, keterlibatan, dan partisipasi siswa dalam proses belajar. Metode ini juga mengutamakan keterlibatan siswa dalam proses berpikir kritis dan reflektif terhadap isu-isu sosial, budaya, dan lingkungan. Â
Menurut Rohmalina Wahab (2016) mengemukakan bahwa pembelajaran melalui metode interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang sering kali digunakan oleh guru pada saat menyampaikan bahan pelajaran, guru sebagai pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yaitu interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar. Sedangkan berdasarkan Habitati, Metode interaktif merupakan cara penyajian materi yang dilakukan oleh guru untuk mendukung interaksi aktif siswa dalam pembelajaran.
Adapun Karakteristik metode interaktif ini yaitu :
a.Partisipasi Aktif, yaitu siswa berperan aktif dalam diskusi, tanya jawab, dan pemecahan masalah.
b.Kolaborasi yaitu mendorong kerja sama antar siswa untuk saling berbagi ide dan informasi.
c.Berpusat pada siswa, maksudnya guru bertindak sebagai fasiliator, sementara itu siswa menjadi pusat pembelajaran.
d.Kontekstual yaitu dimana pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari dan juga pengalaman siswa.
e.Variasi Teknik yaitu menggunakan berbagai teknik seperti diskusi kelompok, simulasi, permainan edukatif, debat, dan juga studi kasus.
Metode interaktif ini juga bisa membantu siswa untuk tidak hanya memahami materi, namun mengembangkan keterampilan sosial, komunikasi, dan kerja sama dalam suatu tim. Untuk menjadikan pembelajaran IPS semakin menarik dan diminati siswa, terdapat beberapa contoh metode interaktif dalam pembelajaran IPS ialah:
1.Pendekatan ITM (Ilmu Teknologi Masyarakat)
Pendekatan ITM (Ilmu Teknologi Masyarakat) atau sering kali dikenal dengan istilah STS (Science-Technology-Society) muncul sebagai alternatif jawaban atas kritik terhadap metode pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang masih bersifat tradisional. ITM dirancang sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang langsung berkaitan dengan lingkungan nyata. Pendekatan ini melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi dan memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. ITM ini memiliki ciri-ciri tersendiri yaitu seperti:
a.Interdisipliner dimana menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi untuk membahas isu-isu kompleks.
b.Berorientasi pada masalah nyata dimana dengan cara ini mengaitkan pembelajaran dengan isu-isu sosial, budaya, atau lingkungan yang relevan dengan kehidupan.
c.Kontekstual atau memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan siswa.
d.Mengasah kemampuan siswa untuk menganalisis, mengevaluasi, dan juga memberikan solusi terhadap masalah.
Manfaat pendekatan ITM dalam pembelajaran IPS yaitu (a) Memperluas perspektif siswa atau membantu siswa memahami hubungan kompleks antara teknologi, ilmu pengetahuan dan juga masyarakat. (b) Mengembangkan keterampilan Abad-21 yaitu seperti berpikir kritis, kolaborasi, literasi digital, dan pemecahan masalah. (c) Meningkatkan Kepedulian Sosial dimana siswa menjadi lebih peka terhadap dampak sosial dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. (d) Mempersiapkan siswa untuk dunia nyata, siswa belajar menghadapi tantangan nyata dalam kehidupan bermasyarakat
Pendekatan ITM membantu pembelajaran IPS menjadi lebih relevan, menarik, dan aplikatif, sehingga siswa tidak hanya belajar teori tetapi juga memahami penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
2.Simulasi atau Role-Play
Permainan peran dan simulasi adalah bentuk pembelajaran eksperiensial dimana peserta didik mengambil peran yang berbeda, mengansumsikan sebuah karakter, kepribadian atau fungsi dalam suatu kelompok, dan juga berinteraksi serta berpartisipasi dalam lingkungan pembelajaran yang beragam dan kompleks. Contoh role-play dalam pembelajaran IPS yaitu siswa memerankan tokoh dalam peristiwa sejarah. Hal ini membuat pembelajaran IPS tidak monoton dan juga membosankan.
Metode simulasi atau role-play efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan sosial, dan empati siswa terhadap berbagai isu sosial. Dengan metode ini, siswa tidak hanya belajar secara kognitif tetapi juga melalui pengalaman dan interaksi.
3.Studi Kasus
Menurut Gillham (2000), Tidak ada satu jenis atau sumber bukti yang dianggap cukup memadai atau valid, sehingga penggunaan berbagai sumber bukti menjadi salah satu karakteristik penting dalam penelitian studi kasus. Karakteristik mendasar lainnya adalah bahwa peneliti tidak memulai penelitian dengan asumsi teoritis awal, baik yang berasal dari literatur maupun sumber lainnya. Hal ini dikarenakan, hingga peneliti terjun langsung ke lapangan, mengumpulkan data, dan memahami konteks yang ada, peneliti studi kasus tidak akan mengetahui teori atau penjelasan mana yang paling sesuai dan relevan dengan konteks kasus yang sedang dieksplorasi.
Sedangkan menurut Stake dalam Gomm, Hammersley, dan Foster (2000). Dalam konteks "studi kasus," istilah "kasus" sering kali dipahami sebagai elemen yang merupakan bagian dari populasi target atau dianggap mewakili suatu fenomena tertentu. Namun, menurut pandangan ini, satu individu atau kasus tunggal tidaklah cukup untuk mewakili keseluruhan populasi dengan baik. Oleh karena itu, satu studi kasus dapat dianggap sebagai landasan yang kurang kuat untuk melakukan generalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa ciri atau karakteristik yang ditemukan dalam penelitian studi kasus tidak dapat diaplikasikan secara luas. Dengan kata lain, analisis terhadap entitas yang dijadikan sebagai "kasus" dalam studi kasus tersebut tidak bersifat universal.
Menurut Mills, Durepos, dan Wiebe (2009), studi kasus seharusnya dipahami sebagai strategi penelitian, bukan sekadar metode penelitian. Karakteristik utama dari studi kasus meliputi:
a.Penekanan pada hubungan antar-faktor yang membentuk konteks dari suatu entitas tertentu, seperti organisasi, peristiwa, fenomena, atau individu.
b.Analisis mendalam terhadap hubungan antara faktor kontekstual dan entitas yang tengah diteliti.
c.Tujuan eksplisit untuk memanfaatkan wawasan mengenai interaksi antara hubungan kontekstual dan entitas tersebut, dengan harapan dapat menghasilkan teori baru atau memberikan kontribusi pada teori yang sudah ada.
Keunggulan studi kasus dalam pembelajaran IPS yaitu (a) Membantu siswa memahami konsep IPS secara kontekstual. (b) Mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, dan pemecahan masalah. (c) Melatih siswa untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. (d) Menghubungkan teori dengan praktik sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Namun, metode ini memerlukan persiapan guru yang baik, termasuk menyediakan sumber daya pendukung, mengatur waktu, dan memastikan semua siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
4.DebatÂ
Menurut Wusu Hendrikus, debat yaitu adu argumentasi antara individu atau kelompok dengan tujuan mencapai sebuah kemenangan satu pihak. Pada intinya, debat bertujuan untuk mempertahankan pendapat dan juga alasan seseorang agar diikuti oleh lawan debat, pengikut serta orang lain.Â
Manfaat Debat dalam Pembelajaran IPS yaitu siswa belajar menganalisis masalah dari berbagai sudut pandang, siswa belajar menyampaikan pendapat secara jelas dan meyakinkan, serta melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain dan bekerja sama dalam tim. Dengan metode ini, pembelajaran IPS menjadi lebih dinamis dan relevan dengan kehidupan nyata, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar.
5.Pembelajaran berbasis Proyek
Pembelajaran IPS dengan berbasis proyek adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menekankan pada proses penyelesaian proyek yang relevan dengan tema atau topik dalam ilmu pengetahuan social (IPS). Melalui metode ini siswa belajar dengan cara mengintegrasikan pengetahuan teoritis dan praktis untuk menghasilkan produk nyata. Contohnya seperti membuat peta budaya lokal untuk memahami keberagaman etnis dan budaya di daerah tertentu.Â
6.Model Portofolio
Sapriya (2008) menegaskan bahwa portofolio merupakan karya terpilih kelas atau siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan. Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Ilmu pengetahuan sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka pada metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik kewarganegaraan atau kemasyarakatan.Â
Jadi, model portofolio dalam pembelajaran IPS adalah sebuah pendekatan yang menekankan pengumpulan karya siswa sebagai bukti pencapaian dan perkembangan kompetensi mereka selama proses belajar. Tujuan dari model ini adalah untuk memberikan penilaian yang autentik, di mana hasil karya siswa mencerminkan pemahaman, keterampilan, dan sikap mereka terhadap materi IPS.Â
Adapun keunggulan model portofolio dalam pembelajaran IPS yaitu dapat mengukur pemahaman siswa secara komprehensif, tidak hanya berdasarkan hasil ujian saja juga mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka.Â
Dengan menggunakan cara atau model-model yang termasuk dari metode interaktif tersebut, pembelajaran IPS bisa terasa lebih menyenangkan dan juga menarik untuk dipelajari. Dengan itu, pelajaran IPS bisa menjadi pelajaran yang diminati oleh banyak siswa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H