Pagi ku indah kali ini
Setelah sekian purnama Aku tak dengar kabar mu lagi
Kau ramai dengan dunia mu begitu pun Aku
Dewasa memang seramai itu di kepala
Kita berjumpa lagi di perkakas zaman
Ramai mu membuat tumbang diri mu sendiri
Kau bilang tak pedih tapi mata mu manai
Aku cakap mata mu lara tapi kau bilang semua akan rampung
Aku pun percaya bahwa kau lebih kuat dari Mahabharata
Masanya tiba, kau roboh tubuh mu terbaring tenang
Nafas mu dalam seperti Laut Jawa atau bahkan Palung Mariana
Aku berpikir mungkin kau masih asyik dalam mimpi
Aku terus meneduhkan diri, tapi semuanya fiktif
Sedari terjebak dalam mimpi kau tak sempat beri kabar
Subuh itu langit masih tidur, matahari masih mengumpat di balik awan
Aku berteriak kegirangan seperti burung kakak tua
Bergembira serta tertawa, menari seperti kupu-kupu
Sayap ku dibelai serta dimanja angin
Aku bergerak melambai-lambai, hati ku teduh nian lembut menyentuh sanubari
Kau cakap kau baik saja
Kau minta Aku untuk tenang dalam doa
Kau bilang doakan, agar kita bisa bertatap kembali
Apakah kau tuli? Aku mendoakan mu dalam sujud setiap hari
Kita berbincang, berdansa riang dalam surat kabar
Sore itu langit ku mendung, kali ini lebih berat ada petir tak ada pelangi
Aku tak dengar kabar mu lagi
Aku bertanya pada kucing yang cantik
Apakah kau rehat sejenak dari surat-surat ku itu?
Apakah kau di sana sudah pulih kemudian melupakan ku dengan seribu keramaian mu itu kawan?
Kucing tersenyum dan berkata kau sudah pulang
Kau pulang dengan damai dan tentram
Aku tidak yakin dengan surat kabar itu
Aku pikir kucing itu bodoh
Kau, bukan kah kau manusia kuat nan hebat, mana mungkin dikalahkan dengan rasa sakit
Aku masih duduk di sini
Tidak menangis
Diam, menikmati suara-suara yang ada di sekitar ku sambil membaca surat terakhir mu itu
Ku buka lagi satu-satu, helai-helainya masih ku ingat
Aku berkabung
Rasanya seperti tidak pandai menangis
Rasanya sakit sekali tapi Aku harus tetap berjalan
Kau tau? wajah ku pucat semuanya berantakan
Aku tak haus, tenggorokan ku kering dan sesak
Seperti dipaksa bernafas berkali-kali
Aku panggil kau lagi, tak ada kau jawab kawan
Aku bertanya pada Tuhan untuk yang ke seratus kali
Tuhan apakah kawan ku pulang?
Tuhan tak jawab apapun
Semuanya membingungkan sekali
Aku teriak lebih keras lagi, kau tak dengar
Aku panggil lebih merdu lagi, kau tak hadir
Dimana kau itu? Aku terus mencari
Aku rasa, Aku sudah gila
Aku rasa, kau lupa janji mu itu
Kau bilang akan terus menemani ku sampai sepuh sampai kita beranak pinak bersama
Sampai rambut kita seputih gading dimakan usia
Kau janji kita akan bersama, sampai mimpi mu dan mimpi ku itu jadi besar, ya kenyataan
Aku pergi menuju TuhanÂ
Tuhan apa ini? Mengapa langit ku mendung sekali? Mengapa kau ambil pelangi indah, penyejuk hati penghuni bumi
Aku menemukan mu dalam sujudÂ
Kau sudah berputih tulang
Kau sudah berpulang
Senyum dan melambai ke arah ku, Aku tak bisa memeluk mu di sana
Aku lupa semuanya akan pulang, termasuk Aku
Aku penghuni bumi, Aku pun akan pulang menyusul mu di seberang sana
Aku sakit di sini, kau tak nampak lagi
Aku senyum palsu pun, tak ada batang hidung mu lagi
Rasanya seperti Aku harus hidup dengan sebelah kaki
Aku pincang, sembuh ku sendirian
Aku sendirian
Kau tinggalkan surat suara terakhir, itu saja yang bisa ku ulang berkali-kali
Aku tak akan lupa suara mu itu sampai sepuh nanti
Jika panjang umur ku syukur, jika tidak syukur Aku bisa menemui mu di sana
Hidup hanya perlu banyak bersyukur
Mereka memerintahkan kepada ku "Ikhlas kan, semua akan pergi, ajal tak ada di kalender bumi"
Aku paham betul Tuhan Maha Besar
Aku paham betul
Mereka hatinya tuli, minim empati
Aku ini berkabung, tak usah kau paksa Aku untuk cepat tertawa geli
Biar waktu yang jawab sendiri
Kau tak paham, jangan menghakimi ku
Urus saja pikiran mu sendiri
Aku sungkem pada Tuhan, hendaknya Tuhan jadikan kau bidadari terindah di surga firdaus
Aku berdoa agar kita boleh berjumpa di kehidupan sesudah ini
Aku memohon ampun Tuhan Maha Baik, hanya saja Aku tak cukup otak untuk paham kematian
Sampai jumpa bunga matahari
Bunga nan selalu disukai manusia
Bunga nan indah istimewa
Bunga nan kerap Aku banggakan ke semua manusiaÂ
Aku akan lestari sebagai dandelion di sini
Kau di sana abadi
Bunga matahari yang permai, rupawan, adiwarna nan ayu di surga Tuhan
Jangan lupakan Aku, doa ku selalu menyertai mu.
Jakarta,6/11/2024. SahirahIr.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H