Praktek silaturahmi, dengan segala cara variannya, merupakan salah satu kegiatan paling utama di hari Idul Fitri.
Silaturahim antar keluarga inti, antar keluarga level kedua dan seterusnya; antar kolega kerja, antar mitra kerja; antar atasan dan bawahan di tempat kerja. Bahkan kadang juga antar orang yang tidak kenal.
Silaturahmi itu dilakukan dalam beragam cara: saling bersalam-salaman; saling mengirim ucapan selamat Idul Fitri; saling berkunjung ke rumah; mengadakan reuni kecil-kecilan dan terbatas untuk komunitas tertentu (misalnya, sesama alumni dari satu almamater pendidikan).
Dan seperti disebutkan sebelumnya, sebaiknya atau bahkan seharusnya, momentum silaturahim Idul Fitri berujung pada posisi kosong-kosong antar individu: si Y memaafkan kesalahan si-X, si-Z memaafkan kesalahan di Si-Y dan si-X dan begitu seterusnya. Intinya, skor interaksi sosial antar individu menjadi kosong-kosong (0:0).
Namun ada sebuah catatan yang perlu diperhatikan: masing-masing dari kita tidak harus menanti tibanya lebaran Idul fitri untuk memohon maaf dan/atau memaafkan kesalahan orang lain. Sebab setiap saat, setiap orang berpeluang melakukan perbuatan dan mengucapkan perkataan yang menurut orang lain adalah kesalahan besar. Karena itu, kalau tiada hari yang tanpa kesalahan, mestinya tiada hari juga yang tanpa maaf-memaafkan.
Namun tetap harus waspada: ada suatu hal yang biasanya melekat pada sesuatu yang bersifat massal dan massif, termasuk soal maaf-memaafkan secara massal dan masif di hari lebaran Idul Fitri: tingkah perorangan sering tak terpantau, tak nampak karena melebur dan mengalir di tengah arus yang berlangsung ramai.
Di tengah keramaian bahkan kebisingan itulah, maaf-dan-memaafkan berpeluang kehilangan makna esensinya, dan akhirnya hanya bersifat basa-basi. Sekedar menggugurkan tuntutan tradisi. Ungkapan dan kalimat maaf dan senyum yang menyertainya kehilangan sentuhan yang menggugah.
Meminta maaf adalah perilaku orang biasa, manusia rata-rata. Dan orang yang tulus memaafkan setiap orang yang meminta maaf adalah manusia golongan khusus, yang di atas rata-rata. Dan ada golongan yang lebih khusus lagi: orang yang sudah memaafkan bahkan sebelum dimintai permohonan maaf.
*-*-*
Memaknai Takbir di Hari Raya Idul Fitri
Pada akhirnya, sentuhan spiritual Idul Fitri akan tiba pada momen pamungkas: menyadari dan memposisikan diri berada pada titik terendah, dan pada saat yang sama, mengakui dan meresapi bahwa di atas sana, ada zat yang Maha Menentukan segala hal.