Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Worker for Photograpy, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Musik Kedai Pinggiran

10 Maret 2020   21:17 Diperbarui: 10 Maret 2020   21:17 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional, begitu juga dengan kedai kecil di sebuah kecamatan sebelah utara kota Malang Jawa Timur. Luasnya tidak seberapa, tapi si empu kedai, Om Joko seorang pensiunan dari sebuah BUMN di Jakarta, selalu membuat acara kecil-kecilan saat hari Musik Nasional.

Om joko memberikan ruang untuk band-band amatiran yang personilnya mulai dari anak SMA, kuliahan, pengamen jalanan sampai pengangguran untuk main secara bergantian di kedai miliknya. Semua diberi waktu 30 menit untuk perform, sebagai imbalannya, para personil band diberikan satu kali makan dan minum gratis.

Ide ini muncul ketika 8 Maret 2015, jam 15.00wib, tiga orang anak muda yang masih sekolah di tingkat SMA memasuki kedainya dan tiba-tiba saja bercoleteh dengan antusias tanpa jeda seperti kereta api yang enggan berhenti.

"Om Joko, tau gak besok hari apa?" Sosok paling menonjol di antara ketiganya membuka suara. Amin, terlihat bersemangat seakan memberikan pertanyaan super sulit untuk om Joko yang masih mempunyai hubungan family dengannya

"Hmmmm besok itu hari... Senin kan?" Jawab om Joko singkat, sambil terus menata kursi persiapan membuka kedai.

"Yaaahhhh......" Suara kekecewaan kompak keluar dari mulut tiga siswa SMA itu.

"Besok itu hari Musik Nasional om, masa gak tau sih? Katanya pecinta musik" Amin mulai terlihat jengkel, sementara 2 temannya hanya bisa menyimak karena masih sungkan untuk menekan om Joko.

"Truuss..?" Om Joko masih acuh.

"Kita harus bikin sesuatu Om, semacam mini festival hari Musik Nasional. Jadi kita buka pendaftaran band untuk main di kedai ini. Mulai dari sore sampai malam hari, secara bergantian mereka manggung untuk menghibur pengunjung sekaligus silaturahmi antara anak-anak musik". Amin kembali antusias.

"Trus om kasih makan dan minum gratis untuk mereka juga?" Otak bisnis Om Joko mulai berhitung.

"Iya lah, tapi cukup personil dan hanya satu kali makan dan minum saja. Gak mungkin mereka datang sendirian tanpa bawa teman-teman mereka, minimal pacarlah. Mereka manggung pasti ada niatan untuk dilihat, sekaligus mau pamer sama orang terdekat".

Om Joko terdiam cukup lama, menghitung semua kemungkinan. Pada dasarnya konsep bisnis kedai ini memang disediakan untuk tempat kongkow, keuntungan yang diambilnya tidak terlalu banyak, hanya bisa menutup operasional kedai saja sudah bagus.

Om Joko paham betul, membuka usaha kedai di sebuah kecamatan kecil di utara Malang bukanlah bisnis yang bisa menjanjikan keuntungan berlipat. Beruntung lahan kedai masih milik keluarga, jadi tidak perlu terbebani bayar sewa.

Niat Om Joko hanya ingin memberikan tempat nongkrong anak-anak muda, ketimbang mereka kumpul di pojokan rumah tua yang gelap sambil menenggak minuman keras. Atau pergi ke wilayah Kota hanya untuk melampiaskan hasrat hedonisme mereka.

Dengan bermodal uang pensiun, Om Joko sedikit demi sedikit membenahi kedai itu, mulau dengan mendesain tembok dengan warna pop art cerah dilengkapi banyak kursi dan meja. Live music dengan sound minimalis setiap weekend dipersiapkan untuk menghibur pengunjung. Entah dengan kualitas sound yang seada, live music itu memang menghibur atau malah mengganggu.

Tidak lupa colokan listrik disetiap sudut ruangan, hal wajib di era digital. Dan terbukti, kedainya Om Joko selalu ada saja pengunjung walau hanya sekedar memesan wedang jahe satu gelas tapi duduknya berjam-jam.

Dan om Joko tidak mempermasalahkan hal itu. Setelah anak-anaknya bisa mandiri, Om Joko dan istri memang memutuskan kembali ke desa dan ingin menikmati hidup jauh dari keriuhan dan dunia yang penuh target. Saatnya untuk menikmati hidup dengan istri tercinta, sementara anak-anak biarkan berkelana.

"Oke, kita coba bikin, namanya mini festival Musik Kedai Pinggiran, tapi untuk besok siapa saja yang perform?" Om Joko menyetujui ide Amin dan 2 temannya sambil memberikan sebuah keraguan siapa saja yang bakal tampil.

Sejak 3 bulan terakhir, Amin dan 2 temannya memang sudah sering berlatih dan mengisi di kedai om Joko setiap akhir minggu, jadi om Joko sudah tidak ragu dengan kemampuan mereka. Tapi bagaimana yang lain?

"Jangan takut om, kita udah kontak temen-temen dan sudah ada 5 band yang bersedia untuk main besok hari. Pokoknya percaya sama kami" Ujar Amin dengan sumringah.

Sejujurnya om Joko sudah bisa melihat potensi 3 anak muda ini, mereka satu sekolah dan punya semangat bermusik yang luar biasa. Karena tanpa semangat kuat, bermain musik di kota kecil ini hanya menjadi angin lalu.

Tapi tidak dengan mereka, sejak bertemu di SMA, mereka sepakat membuat Band bergenre pop rock dengan nama Alunan Nada.

Baahh nama band yang aneh untuk anak-anak seusia mereka yang biasanya senang dengan nama kebarat-baratan, tapi mereka gak peduli. Menurut mereka, apapun genrenya sebuah nada harus tetap mengalun agar hidup ini tidak hampa.

"Kaya nama group Qosidah" Ujar Om Joko sambil terkekeh, saat Amin, Jodi dan Wisnu memperkenalkan nama bandnya. Dan sekali lagi mereka tak peduli.

Jodi, sang drummer adalah salah satu personil yang paling berbakat diantara mereka. Bisa memainkan semua alat musik dengan baik. Dia pun menjadi drummer di Alunan Nada karena diantara yang lain, tidak ada yang bisa memainkan alat tabuh itu.

Jodi memang punya darah seni, orangtuanya punya beberapa alat musik dirumah, bahkan drum pearl yang ada di kedai om Joko adalah hibah dari keluarganya. Orang tua Jodi tidak mau membuat tetangga terganggu kalau Jodi sedang latihan dirumah. Jadi agar lebih bermanfaat, drum tua itu akhirnya ditaruh di Kedai Om Joko.

Lalu ada Wisnu, bassist yang paling rasional dan punya banyak ide kreatif, mulai dari pembagian tugas saat tampil, tema saat manggung bahkan menentukan lagu apa saja yang dibawakan. Ide awal mini festival Musik Kedai Pinggiran juga ide dari Wisnu, yang disampaikan ke Om Joko melalui Amin sebagai juru bicara.

Amin, Gitarist dan lead vokal. Skill main gitarnya biasa saja, jarinya tidak lincah saat memainkan melodi, lebih banyak memainkan rityhm dan fokus bernyayi. Beruntung suaranya cukup unik, bisa menyayikan lagu-lagu manis, tapi kalau dibutuhkan menyanyikan lagu dengan karakter suara serak juga bisa. Perpaduan antara Marcell dan Virza.

Kelebihan Amin diluar non teknis adalah, tinggi 180cm, gayanya selalu trendy dengan kulitnya yang bersih membuat semua wanita langsung terarah kepanggung dan terkagum-kagum. Nggak peduli walau saat manggung beberapa kali Amin pernah salah kunci atau fals salah ambil nada, para wanita itu tetap tergila-gila. Amin ibarat magnet diantara kumpulan bahan metal dan setiap band harus punya hal itu.

Wisnu pula yang memberikan kepercayaan diri Amin, agar selalu atraktif dan banyak omong di atas panggung menutupi kekurangannya. Gak peduli skill main gitarnya pas-pasan sampai pitch control yang suka meleset, yang penting dalam sebuah band harus kompak, kapan mulai, kapan berhenti.

"Kalau Cuma satu-dua kunci penonton nggak bakalan nyadar, asal langsung bisa ngikutin lagi" Ujar Wisnu.

Jadilah 9 Maret 2015, kedai Om Joko menggelar mini Festival Musik Kedai Pinggiran untuk pertama kalinya. Dan ternyata tidak meleset dari perkiraan, ide kreatif Wisnu memang luar biasa.

Semua band yang manggung hari itu happy main di Kedai Om Joko, membawa massanya masing-masing. Minimal membawa 5 orang dan mereka tetap berada di lokasi sampai kedai tutup jam 21.00.

Om Joko pun senang, bukan karena keuntungan berjualan, tapi melihat para anak muda yang mempunyai hobi sama berkumpul, bersenda gurau, saling berbagi, sambil menjalin silaturahmi tanpa memikirkan saling berkompetisi. Karena hal inilah, mini festival Musik Kedai Pinggiran jadi agenda rutin di hari Musik Nasional.

Dari tahun-ketahun, semakin bertambah yang ingin tampil di mini festival Musik Kedai Pinggiran. Om Joko harus menyeleksi karena keterbatasan waktu, Dia tidak ingin menutup kedai lebih malam karena khawatir mengganggu orang lain.

Yang pasti, Alunan Nada selalu mendapat jatah tampil.

Tahun 2018 para Personil Alunan Nada sudah masuk kejenjang kuliah dan mereka semakin serius bermusik. Ketimbang kuliah satu kampus, mereka memutuskan untuk berpisah tapi tetap di kota Malang agar mudah jika ingin latihan. Dan ini adalah ide Wisnu, alasannya, minimal masing-masing personil bisa melebarkan sayap, sambil membangun basis massa di kampus masing-masing.

Terbukti 1 tahun kuliah, mereka sudah mulai berani tampil di pentas-pentas kecil di kampus mereka masing-masing. Dan mulai memutuskan menambah personil vokalis wanita. Lagi-lagi ini ide gila Wisnu.

"Biar adil, yang cewek ngelihatin Amin, yang cowo bisa memandangi Celine".

Celine adalah kenalan Wisnu satu kampus, Kalau dari paras, mengingatkan ke almarhumah Nike Ardilla tapi ada sentuhan ras Chinnese yang dominan dengan mata kecil dan kulit kuning cerahnya, karakter suara yang mirip2 Ishayana Sarasvati tapi aksi panggungnya "petakilan" kaya Tantri Kotak, membuat Wisnu tak ragu mengajak Celine bergabung.

Dan disetujui oleh Jodi, terlebih Amin yang akhirnya bisa berbagi tugas.

"Kamu suka ya sama Celine?, Tatapan Mu itu ndak bisa bohong." Jodi tanpa basa-basi bertanya kepada Wisnu usai mereka memutuskan mengajak Celline bergabung.

"Kalem wae mas bro, sekalipun benar aku suka sama Celine dan gak kesampaian, itu gak akan mengganggu Alunan Nada untuk terus berbunyi" Jawab Wisnu.

9 Maret 2018, adalah kali pertama Alunan Nada bakal tampil di mini festival Musik Kedai Pinggiran memperingati hari Musik Nasional dengan formasi baru, yaitu tambahan Celine sebagai vokal.

Suasana kedai siang itu masih sepi, hanya ada 2 orang pria yang sering membantu Om Joko menjalani operasional Kedai.

Hari ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, minimal akan ada 8 sampai 10 band yang akan tampil dari jam 15.00 sd 21.00. Setiap band di beri waktu maksimal 30 menit untuk tampil, dan mulai tahun ini om Joko memberikan apresiasi tambahan untuk band terbaik, yaitu plakat sebagai kenang-kenangan. Sederhana tapi Om Joko yakin, apapun bentuk apresiasinya pasti akan sangat berharga.

Jam 12.10, selepas adzan dzuhur yang sayup-sayup saling bersahutan, hembusan angin bulan Maret menyebarkan aroma tebu yang siap panen dari ladang yang berada di belakang kedai Om Joko. Dari depan kedai masuk sebuah sosok dengan rambutnya yang sudah mulai memanjang sampai ke bahu.

"Wisnu,...tumben datang lebih dulu. Biasanya paling telat". Ujar om Joko sesaat mengenali sosok itu.

"Saya hampir gak ngenalin dengan rambut gondrong kamu, mau minum apa? Gratis".

"Es teh manis aja om.." Jawab Wisnu singkat.

"Kamu gak apa-apa Wis? Kok kelihatan pucet?

"Gak apa-apa om, Cuma capek aja baru sampai". Wisnu coba menjelaskan, sambil om Joko menyiapkan es teh manis pesenannya.

Tapi Om Joko bukanlah anak kemarin sore yang tidak bisa menangkap kegelisahan dan gelagat aneh Wisnu. Jadi sambil membuatkan minum pesanan Wisnu, Om Joko juga menyeduh secangkir kopi pahit kegemarannya. Harapannya sambil minum bersama, Om Joko bisa, mengulik apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Wisnu.

Wisnu siang itu memang tidak banyak bicara seperti biasanya. Walau bukan tipe orang yang bawel, tapi cowok ini selalu responsive kalau diajak ngobrol apalagi kalau berdiskusi mengenai hal-hal yang kreatif.

"Kamu mau cerita apa? Mumpung yang lain belum datang". Todong om Joko sambil menaruh es teh manis pesanan Wisnu dan meniup lembut bibir cangkir berisi kopi pahit yang masih cukup panas itu.

"Ini mungkin terakhir saya main di mini festival Musik Kedai Pinggiran om". Jawab Wisnu datar.

"Maksudnya kamu mundur dari Alunan Nada? Atau gimana sih? Kamu jangan bercanda Wis, Alunan Nada kan sudah berkomitmen, satu personil pergi maka bubar semua. Lagi pula ide-ide kreatif kamu masih dibutuhkan, apalagi ada vokalis baru. Makin banyak yang harus dikembangkan". Seketika nada suara om Joko terdengar meninggi karena kesal.

"Kalau saya keluar, Alunan Nada jalan terus aja om, mereka pasti bakal memahami keputusan saya".

"Jodi dan Amin pasti bakal bertanya-tanya apa alasan kamu memutuskan keluar, dan sampai saat ini, Om pun gak tahu apa alasan kamu keluar". Ujar Om Joko sambil berjalan kearah dapur mematikan kompor karena ketel diatasnya mulai berteriak sangat kencang menandakan suhu air didalam ketel sudah berada pada titik didih maksimal.

"Mending kamu pikirkan dulu, kalau ada masalah dibicarakan. Selama ini kamu yang paling rasional dalam menyikapi sebuah masalah, tapi kok sekarang kamu malah terlihat tidak rasional, terkesan baper dan penjelasan itu lohh, Nggak jelas blass.. ". Om Joko ceramahi Wisnu sambil tangan kanannya perlahan menuangkan air panas tadi kedalam thermos besar.

"Jadi menurut om.." Sambil keluar dari dapur kembali mendekat ke lokasi duduk Wisnu.

"Lohhh Wis.... Wisnu..!?"

"Kemana nih anak, kok tiba-tiba ngilang". Om Joko keheranan, sambil memandangi es teh manis yang belum tersentuh, bulir-bulir es disisi gelas turun membasahi meja kayu yang sudah waktunya untuk dicat ulang kembali.

Beberapa saat kemudian muncul Jodi dan Amin bersamaan dari arah depan kedai. Nampak berdua sangat enjoy dan tertawa ringan sambil bertukar cerita satu sama lain, layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu.

"Kalian lihat Wisnu di depan?" Tanya Om Joko.

"Wisnu..?, Gak ada om, biasanya dia paling mepet datengnya kan". Ujar Jodi

"Nah itu dia, tadi Wisnu datang lebih awal dan dia cerita ke Om, bahwa tahun ini adalah terakhir kali dia bertemu dan ngumpul bareng temen-temen pecinta musik disini dan sepertinya mau minta ijin keluar dari Alunan Nada". Jelas Om Joko.

"Waduuuhh, jangan-jangan dia sakit hati gara-gara tahu Celine udah punya cowo" Amin coba menebak-nebak.

"Lohh memangnya Wisnu suka sama Celline?" Om Joko coba menyelidik.

"Ahhh nggak mungkin kalau cuma masalah cewek Wisnu pengen cabut, itu bukan dia banget". Jodi menepis dugaan Amin.

Ya, Wisnu bukan tipikal cowo yang melankolis dan mudah terbawa suasana hati. Disakiti hari ini, besok sudah lupa kejadian kemarin, seakan tidak terjadi apa-apa.

Ditolak cewek waktu SMA udah bukan hal baru buat Wisnu, tapi gilanya begitu ditolak cewek, bukannya menjauh Wisnu berlaku biasa saja. Tidak pernah menghindar saat bertemu di selasar sekolah dan selalu memberikan senyum terbaik saat menyapa, sampai ingat kapan tanggal lahirnya.

Dan terbukti, di kelas 3, Wisnu akhirnya punya pacar. Satu angkatan dan merupakan cewek terfavorit (dari segi fisik) di sekolah mereka. Namanya Vania, sebenarnya waktu kelas 2, Wisnu sudah pernah coba menyatakan rasa cinta, tapi ditolak dengan halus oleh Vania.

Saat kelas tiga, alasannya Vania menerima Wisnu jadi pacarnya, karena tiba-tiba saja Wisnu main kerumah dan memberikan hadiah ulang tahun. Wisnu gak perlu nembak, hanya menunjukkan perhatian dan Vania akhirnya jatuh cinta. Ajaib, ketika ditolak bukannya benci, Wisnu malah bisa mencuri perhatian Vania.

Ternyata menyadang status personil band terhits di SMA tidak menjamin urusan jodoh akan mudah, Wisnu ini tipikal cowok Jawa, kulitnya coklat bersih, lesung pipit disebelah kanan, tinggi 165 dan rambut tebal dibiarkan tergerai tanpa disisir. Secara fisik Wisnu nggak malu-maluin, tapi kelakuannya yang ajaib disekolah yang bikin cewek-cewek mikir dua kali.

Salah satu yang bikin Wisnu dikenal seantero sekolah ketika kelas 2 dia membebat seluruh mukanya dengan perban seperti mummy. Alasannya karena dia terluka, setelah di cek oleh guru BP diruang kesehatan, Wisnu hanya terluka di bagian pelipis kanan dan cuma butuh perban kecil untuk menutupi lukanya.

Akhirnya Wisnu di jemur selama 2 jam pelajaran di bawah tiang bendera lengkap dengan perban mummynya.

"Sekalian promo band kita bro, biar makin dikenal" Wisnu kasih alasan. Dan benar saja, 1 bulan kemudian ketika ada kesempatan manggung di acara pensi sekolah, Wisnu kembali menggunakan perban untuk menutupi sebagian besar mukanya saat tampil. Seluruh siswa tertawa heboh dan guru yang melihat cuma bisa geleng-geleng kepala.

"Coba telpon Wisnu" Om Joko tiba-tiba memecah keheningan.

"Udah ditelpon, tapi gak diangkat om". Jawab Amin.

Kedai itu kembali hening, alunan lagu Possesif dari Naif band sayup-sayup terdengar dari MP3. Lalu lalang aneka kendaraan hilir mudik didepan kedai, wajar saja posisi kedai berada persis di sisi jalan utama kabupaten. deru knalpot motor dan mobil silih berganti, sampai klakson telolet bus antar kota hampir tiap hari terdengar.

Tidak berapa lama, sebuah motor parkir didepan kedai. Pengendaranya seorang pria dan dibelakangnya sosok perempuan muda yang turun dengan tergesa-gesa.

Celine masuk ke kedai dengan nafas yang berkejaran dengan detik jam dinding di kedai. Mukanya pucat dan matanya sembab seperti menahan tekanan yang sangat berat.

"Kenapa Cell...?" Jodi membuka percakapan.

Bukannya menjawab, Tangis Celline pecah memenuhi ruangan kedai. Air mata yang tertahan sedari masuk kedai tumpah tak terbendung. Jodi, Amin dan Om Joko makin kebingungan, si pria muda pengantar yang ternyata pacar Celline memberikan smartphone Celline ke Jodi, agar bisa membaca sendiri.

Belum selesai Jodi membaca isi pesan, Pria muda itu berbicara singkat, dengan tekanan yang cukup berat.

"Wisnu kecelakaan dan nyawanya gak bisa ketolong lagi".

Amin dan om Joko kaget, Amin mendekat kearah Jodi untuk melihat isi pesan di smartphone Celline.

"Bisa jadi penipuan" Ujar Om Joko masih tidak percaya.

"Biasanya nanti penipu itu minta transfer sebagian uang untuk urus ini-itu, jangan mudah percaya". Lanjut om Joko yang berusaha terlihat tenang namun sejujurnya seperti ada beban puluhan kilo yang menekan bagian dadanya yang membuat napasnya makin berat dari detik ke detik.

"Ini bener Wisnu om, petugas sudah kirim foto motor Wisnu yang rusak berat karena kecelakaan tunggal dan tas lalu kartu identitasnya pun sudah di foto" Suara Jodi gemetar, tangannya tiba-tiba lemah bahkan menopang smartphone pun tidak kuat.

"Tadi ada petugas telepon ke nomor saya". Celline mulai buka suara.

"Petugas bilang, Smartphone Wisnu baru ketemu 2-3 jam setelah kejadian karena terlempar cukup jauh. Jadi baru bisa hubungi orang-orang terdekat, dan karena Wisnu terakhir habis telpon aku untuk janjian ke kedai, petugas langsung hubungin nomor terakhir yang dihubungi Wisnu".

 "Kalau gitu kita harus segera ke rumah sakit". Jodi berinisiatif.

Lokasi rumah sakit lumayan jauh dari Kedai, kurang lebih 30 menit perjalan menggunakan motor kearah kota Malang. Empat orang pemuda itu bergegas untuk bersiap.

"Om Joko nggak ikut?" Amin bertanya.

Om Joko hanya menggeleng pelan sambil tertunduk, seakan masih tidak percaya.

"Masih ada mini festival Musik Kedai Pinggiran ide dari Wisnu yang harus berjalan hari ini" Ujar Om Joko bergetar.

"Malam nanti setelah semua urusan beres, kami akan mampir kesini lagi om". Ujar Jodi pelan.

"Celline, menurut petugas kapan waktu kejadian kecelakaan Wisnu?" Om Joko bertanya terakhir kali, sebelum mereka keluar dari pintu kedai.

"Antara jam 09.00 sd 10.00 pagi ini Om" Jawab Celline sambil menutup pintu kedai.

Tinggal Om Joko dan 2 orang pria yang membantu membereskan kedai itu, suasana masih sepi karena memang kedai belum buka. Wangi tebu kembali terbawa angin bulan Maret, lalu lalang kendaraan pun tidak pernah lelah hilir mudik. Seperti kehidupan yang harus tetap berjalan.

"Lalu siapa yang datang ke kedai jam 12.10 tadi?" Om Joko membatin. Bukannya takut, Om Joko malah tersenyum.

"Jangan khawatir Wis, Ide kamu akan selalu ada di kedai ini. Istirahat yang tenang dan tetap mengalunkan nada di alam sana".

Mari kita bernyanyi Bersama Bang Doel dan Mas Daniel

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun