Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ruang Isolasi

30 Juli 2016   16:13 Diperbarui: 30 Juli 2016   16:15 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Waktu di rumah dia ngedrop.  Langsung saya bawa kemari.  Padahal sewaktu di rawat inap kemarin, ia kelihatan sudah pulih,” ucap istrinya pelan.

“Sebenarnya dia sakit apa?” Kini aku bertanya pada perempuan  itu.  Ia balik ke dalam, kemudian keluar dengan hasil foto rongent dalam sampul kertas hijau pupus daun.  “Mas pasti tahu dari foto ini.”

Aku terawang film itu.  Kemudian membaca diagnosis dokter radiologi.  Aku terdiam.  TBC kronis!  

Sudah beberapa kali aku menjumpai dia batuk.  Batuk yang berkepanjangan.  Tapi ia selalu anggap barang biasa.  “Aku pakai daun sirih. Dimasukkan dalam air panas, kemudian meminumnya.”  Ia menjelaskan padaku.

“Tapi, kalau sering batuk begini, kamu harus waspada.”  Dia menatapku tanpa tanya.  “Sekali waktu, kamu harus mendatangi  dokter spesialis paru-paru.”

Bukan hanya batuk yang mencurigakan.  Tubuhnya pun makin menipis, makin kehilangan daging.  Dan orang-orang memperhatikannya, bertanya padaku: kenapa Kusno kurus sekali?

Tapi aku tidak tahu, kenapa  ia tidak mengindahkan saranku.  Setidaknya sekedar menanggapi.  Itu pun cukup bagiku.  Tapi sudahlah, aku pun berusaha  mengerti.  Semenjak berhenti berdagang keliling ke pulau-pulau seberang itu, dirinya nyaris tak punya pekerjaan pasti.  Aku pun tak tahu, bagaimana ia bisa bertahan dalam situasi itu menghidupi keluarganya.

Terlambat, pikirku.  Dokter yang dulu merawat mungkin sudah tahu, Kusno sulit disembuhkan.  Hanya tak berterus terang.  Ya, mungkin saja begitu. Pengobatan kali ini pun bisa jadi tak memberi hasil, menurutku.  Tapi aku tak sampaikan itu pada istri Kusno.  Sepertinya, ia pun  membaca pikiranku.  Ia tenang.  Tampaknya perempuan ini sudah siap untuk keadaan apapun: menerima takdir. (***)

Bumi Cahyana, 30 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun