Sepasang pemilik kontrakan itu mengiyakan.
Kini, tiap laki-laki yang punya niat melihat daleman Nona Noni kecewa. Tak ada jemuran. Tak ada yang dikhayalkan. Mereka geregetan, penasaran dan meradang.
Pak RT mendatangi Haji Sanusi. “Pak Haji, tentang Nona Noni, nih. Bagaimana caranya, biar urusan rumah tangga warga bisa direda.”
“Wah, Pak RT. Woles, nyantai saja. Urusan ini selesai dengan sendirinya!”
“Maksud Pak Haji…”
Haji Sanusi berucap lirih, menjelaskan keadaan kontrakan terkini. “O, ya sudah. Kebeneran banget.”
“Jadi seperti pegadaian. Memecahkan masalah tanpa masalah!” lanjut Pak RT. Keduanya pun tertawa.
Kepindahan Nona Noni akhirnya menyeruak. Kekecewaan para lelaki menggumpal sesaat. Kemudian realistis. Tapi hatinya lemas. Sementara, para ibu berbunga-bunga. Sesuka-sukanya, mereka seakan kembali menjadi bidadari dalam rumah tangga, setelah sekian waktu terpinggirkan semenjak kehadiran Nona Noni di kontrakan Haji sanusi.
Diam-diam ada yang merasa beruntung. Siapa? Ya, empat orang yang telah mencuri pakaian dalam Nona Noni. Mereka menyimpan. Membungkusnya dengan penuh hikmat.
Mereka menaruh harapan yang besar. “Hanya dengan itu, harapan Bapak-bapak akan tercapai.” Pria tua berjanggut panjang putih, berpakaian serba hitam memberikan syarat bagi keempat tamunya pada suatu malam. Mereka warga RT, yang karena keinginan memperbaiki keturunan: agar punya cucu cantik, terkenal, sering muncul di televisi bak selebriti, secara berombongan mendatangi seorang paranormal.
“Ambilah sembunyi-sembunyi pakaian dalam perempuan yang kecantikannya mengagumkan. Kemudian simpan di sekitar kamar. Usahakan agar selalu wangi.” Begitu syarat dari paranormal tadi. Dan mereka mengikuti petunjuk itu dengan kemantapan diri.