“Dia tidak bersenjata,” kata Munisai.
Bennosuke tidak menjawab. Ayah sepertinya bisa menerka apa yang kupikirkan.
“Jangan pernah menilai kemampuan seseorang jika kamu tidak mengenalnya atau tidak mengetahui situasi yang pernah dihadapi orang itu.”
Pengalaman bertarung. Itu yang dimaksudkan Ayah dengan situasi yang pernah dihadapi seseorang.
“Jangan pernah merasa kamu memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan dengan orang lain jika kamu belum betul-betul menguasai teknik berpedang dengan baik; kemampuan fisikmu – kecepatan, kekuatan, keakuratan, dan ketepatan mengarahkan pedangmu masih belum memadai; pengalaman bertarungmu masih kurang; dan … penguasaan dirimu masih jauh dari sempurna.”
Munisai menatap bocah di hadapannya yang terus menundukkan kepala itu.
“Kamu paham maksudku?”
“Saya mengerti,” jawabnya.
“Bennosuke,” panggil Munisai.
Bennosuke mengangkat wajahnya.
Munisai mengulurkan tangan kanannya ke arah Bennosuke. Ada sesuatu dalam genggaman tangan kanannya itu. Bennosuke menggeser kedua lututnya bergantian, bergerak maju menghampiri Munisai. Ia mengangkat kedua tangannya dengan telapak terbuka, siap untuk menerima apa yang akan diberikan ayahnya.