Walaupun Dorin tidak suka berpikiran negatif, namun senyum cengengesan Bennosuke tak urung membuatnya curiga. Dorin memang memiliki perasaan yang peka, di samping itu ia juga mampu menerka apa yang sedang dipikirkan seseorang. Ia memandangi Bennosuke dengan raut muka masam.
Apa yang barusan dipikirkan bocah ini? Kok aku sepertinya tidak suka dengan senyum cengengesannya itu.
“Eh, kenapa Paman, kok mukanya merengut begitu?” Bennosuke kebingungan melihat perubahan ekspresi wajah pamannya.
Jadi jelek tahu.
Bennosuke tidak menyadari kalau dialah beserta pikiran konyolnya yang menjadi sumber penyebab Dorin bermuka masam. Bennosuke menatap pamannya yang masih merengut itu.
“Jadi menurutmu ada yang lebih cocok untuk menangkal hujan ketimbang teru teru bozu yang digantung di jendela?” tanya Dorin – langsung pada sasarannya.
Bennosuke terbelalak. Walaupun ia sudah menduga Dorin mampu membaca pikirannya, tetap saja ia terkejut.
Masa? Paman benar-benar tahu apa yang kupikirkan barusan …
“Kebetulan sekali, Bennosuke,” kata Dorin sambil menyeringai – setelah selesai merengut.
Eh, apanya yang kebetulan? Bocah itu terlihat bingung.
“Kebetulan besok pagi ada pelajaran membaca dan menulis.”