"Panjenengan siapa ya?" tanya Kedah.
"Saya Parjo, Suparjo..kami ingin menumpang dirumah ini".
Â
****
Â
"Aduh, tahun baru kita ngenes bon" ujar Cipto sambil melilitkan rotan di kursi coklat tua.
"Tentara tidak mengenal tahun baru, kalau wanita baru mungkin iya ha ha ha" ujar seorang yang dipanggil Babon lantaran badannya yang besar.
"Aku juga tahu bon, tapi sebelum aku berangkat, anak perempuanku, Galuh merengek minta dibelikan mainan nanti pas tahun baru, entah darimana dia mengenal istilah tahun baru sedangkan aku saja, setua ini baru ini mengenal tahun baru"
"Tapi tak mungkin rasanya aku pulang, perjuangan masih sangat jauh kan Bon" sambung Cipto sambil mulai mengikat kain tandu diatas kursi. Babon pun mengangguk takzim.
Tak biasanya, kali ini Sanusi yang bertugas sebagai medis diperintahkan berkunjung kerumah warga satu demi satu untuk mengabarkan bahwa panglima akan meninggalkan Karangnongko sebentar lagi, termasuk juga ke Kepala Adat untuk meminta doa. Serta-merta warga yang takjub dan tak menyangka seorang panglima berada di desanya pun berduyun-duyun kerumah Mustajab, ada yang membawa pisang tanduk, nangka matang, ubi dan beberapa singkong sebagai perbekalan pasukan.
Mustajab Gombloh si pemilik rumah pun kegirangan, beberapa makanan pasti akan ditinggal dirumahnya sehingga Mustajab berpikir mungkin seminggu tidak usah belanja dan bekerja karena makanan sudah ada. Namun, Mustajab sungguh tidak menyadari sepasang mata yang terus mengawasi rumahnya semenjak berkumpulnya para warga akibat pengumuman Sanusi, begitupula para warga dan juga para pasukan.