"Ada telepon persis di seberang kamar ini, kamu bisa pakai."
* * *
"Halo?" terdengar suara seorang lelaki beberapa saat setelah aku menghubungi nomor ponselku sendiri. Suara itu terdengar sedikit tertekan sementara sayup aku menangkap suasana yang lebih ramai dari biasanya.
Aku bahkan mendengar suara tangisan.
"H... halo," jantungku berdegup semakin kencang, perasaanku campur aduk tak karuan. Entah kenapa aku memiliki firasat buruk.
"Ya, Mas cari siapa ya?" tegur orang yang menjawab teleponku tadi. "Mohon maaf, bisa cepat sedikit?"
Aku tersadar.
"Maaf, apa ini bener nomernya Restu?  Restunya ada?"
Terdengar helaan napas berat di ujung sana, dan degup jantungku terdengar makin kencang. Di ujung telepon, suara lawan bicaraku terdengar makin bergetar dan jelas ia tak mampu menahan kesedihannya.
"Bener, ini bener nomer beliau. Tapi mohon maaf, beliau sudah nggak ada, semalam Mas Restu meninggal."
Kalimat itu terdengar bagai ribuan petir di telingaku.