Aku terhenyak!
"Bu," panggilku. Namun perempuan tua melangkah mundur dan keluar dari kamar. "Keluar kamu! Keluarlah dengan sukarela daripada kamu harus diusir!" serunya, setelah itu ia menutup pintu kamar dan menguncinya dari luar.
Aku kembali termangu.
* * *
Segarnya air shower membuatku bisa lebih tenang - setidaknya untuk saat ini. Namun sungguh, aku masih tak mampu memahami apa yang terjadi pada diriku. Aku hanya ingat semalam sebelumnya tubuhku demam tinggi dan napasku tersengal-sengal sebelum kesadaranku perlahan memudar. Aku bergidik. Ribuan pertanyaan menghantuiku, dan semuanya membutuhkan jawaban. Segera.
* * *
"Bu, saya boleh pinjam telepon?" tanyaku ketika perempuan tua itu masuk dan membawakan makanan.
"Buat apa?" tanyanya ketus. "Lebih baik kamu cepat pergi. Tubuh itu bukan milikmu!"
Aku memandang makanan yang disajikan, benar-benar makanan mewah untuk ukuranku.
"Saya benar-benar minta maaf, Bu. Saya juga beneran nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi," ucapku akhirnya. "Saya cuma ingat semalam saya sedang demam tinggi, setelah itu saya nggak ingat apa-apa, dan tahu-tahu sudah terbangun di sini."
Perempuan tua itu memandangku dengan tatapan tajamnya.