"Eh?" Asep terlihat bingung mendengar perkataanku barusan. "Lu bilang apa tadi?"
"Gue barusan papasan sama klien lu di tangga. Orangnya cantik, oriental, rambutnya panjang, kulitnya putih, pake baju merah, wangi pula. Haah, gue aja masih inget.  Tapi sori ya, masih nggak sebanding sama Fini hahaha..."
"Tunggu, tunggu," potong Asep. "Kapan lu papasan? Di mana?"
"Yaelah, barusaaan di tangga," aku mulai kesal. "Lu main-main aja ah."
Pada saat itu aku baru tersadar bahwa wajah temanku tersebut berubah pias.
"Lu kenapa?" tanyaku.
Dan tiba-tiba aku teringat apa yang dia ceritakan beberapa minggu lalu.
"Dulu di kantor tempat gue kerja katanya pernah ada orang bunuh diri, cewek. Orangnya cantik, rambutnya panjang, dan dia suka pake baju warna merah."
Mendadak buku kudukku berdiri.
"Cewek itu gantung diri di depan kamar mandi lantai tiga, tengah-tengah antara tangga lantai empat dan lantai tiga. Gosipnya karena dia hamil dan pacarnya nggak mau nikahin dia."
Wajah Asep masih tampak pucat. Dengan tangan gemetar diserahkannya resep obat yang baru ditebusnya padaku,