"Ke mana anak buahmu?!" bentak polisi yang lain.
Tubuh Angel rasanya tak bertenaga, namun ia - yang diabaikan keberadaannya karena polisi lebih sibuk mengurus Raja - berlari dan berteriak meminta tolong. Salah seorang polisi yang melihat itu kemudian mencabut pistol dan mengarahkannya pada Angel yang tak sadar dirinya dalam bahaya.
"JANGAN!" seru Raja yang entah mendapat kekuatan dari mana bisa melepaskan diri dari polisi yang merangkulnya. Refleks, Raja berdiri di depan pistol sang polisi yang tepat pada saat itu sudah ditarik pelatuknya.
Dua letusan senjata api pun terdengar.
DOR! Â DOR!!
Tari, Tania, dan Rian kini memandang Angel dengan amukan perasaan yang tak bisa digambarkan. Angel terlihat tegar, namun jelas pundak gadis itu mulai berguncang.
"Dengan sangat menyesal kami harus memberitahu adanya kesalahan prosedur oleh anggota kami di lapangan yang menyebabkan tewasnya korban bernama Raja Sujiwa. Anggota kami mengaku bahwa Raja Sujiwa tidak bersikap kooperatif selama proses penangkapan sehingga terjadilah insiden yang sangat kami sesali tersebut."
"Tidak kooperatif? Â Proses penangkapan? Â Bukankah insiden kemarin menunjukkan bahwa polisi salah tangkap - bahkan sampai menyebabkan tewasnya korban? Â Lalu apa yang akan Bapak lakukan?" cecar reporter yang lain.
Tari, Tania, dan Rian saling pandang, mereka sudah tak menyimak lagi isi Breaking News tersebut. Untuk sejenak, keheningan menyelimuti ruangan tersebut.
"Aku sudah tahu, Raja. Aku sudah tahu, kamu selalu menjadi yang terbaik.  Aku tahu bahwa apa yang dunia tuduhkan padamu tidak benar.  Cintaku untukmu selamanya, bahkan seandainya benar tuduhan mereka padamu, aku akan tetap mencintaimu. Kamu tetap Rajaku, seperti apapun dirimu..."
Gadis itu membuka tasnya mencari-cari cincin yang tadi hampir saja dibuang oleh Tania. Dengan tangan bergetar, dikenakannya kembali cincin indah itu yang sekarang berpindah ke jari manis kanannya. Bulir-bulir airmata jatuh dari pipi gadis tersebut.