Namun sejak saat itu aku kerap mendengar tangisan bayi di malam hari – sampai sekarang. Dan hari inilah puncak dari segala kengerianku selama ini!
* * *
Adeline. Wajahnya pucat dengan sedikit darah mengalir di bibirnya. Matanya menatap kosong. Tangan kanannya terlihat menjuntai seperti tak bertulang, sementara tangan kirinya memeluk erat satu sosok mungil dengan kulit yang sama pucatnya. Bayi! Aku tercekat! Aku ingin berteriak tapi suaraku hilang entah ke mana. Aku ingin lari dari tempat ini tapi tubuhku rasanya terpaku. Dengan langkah diseret, Adelline mendekatiku. Ia memandangku dengan tatapan kosongnya. Aku ingin memalingkan wajahku darinya tapi aku tidak bisa!
“Sultan…” terdengar suara yang lebih mirip bisikan. Suara Adeline saat ini terdengar sangat menakutkan di telingaku.
Tangan kiri Adeline mengangsurkan bayi pucatnya ke arahku.
“Ini anakmu. Anak kita…”
Semakin dekat denganku, bayi itu mulai menangis. Tangisannya terdengar makin kencang dan kencang. Aku terjatuh dan tak ingat apa-apa lagi.
* * *
Pancaran senter itu menyilaukan mataku.
Aku di mana?
“Responnya bagus,” terdengar suara yang sangat kukenal.