“Semakin cepat semakin baik, bukan?” Ryan tampak acuh tak acuh dengan laptopnya. “Saya takut semakin lama menahan akun ini, akan ada orang yang berani membayar lebih tinggi, dan itu tentunya mimpi buruk buat Anda, Tuan Sultan.”
“Oke, bagaimana jika saya transfer sekarang?” tawarku.
Ryan tertawa dan mengangkat kedua tangannya tanda setuju. Tak sampai 15 menit, username dan password dari akun penyimpanan file foto dan video mesraku dengan Adeline sudah berpindah ke tanganku sementara Ryan – lelaki tinggi kurus itu mendapatkan apa yang diinginkannya.
“Senang berbisnis dengan Anda, Tuan Sultan,” kami berjabat tangan. “Dan jujur saja, jika Tuan punya niat mencelakai saya, sebaiknya batalkan saja. Saya akan meninggalkan negara ini dan memulai hidup yang baru.”
* * *
2 bulan lalu…
“Kenapa harus kamu yang nganter?” Adeline merintih memegangi perutnya. Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit untuk persiapan kelahiran.
Aku yang duduk di belakang kemudi hanya diam.
“Aku nggak percaya sama kamu…,” lanjutnya sambil sesekali mengerang.
Melihat kondisinya yang seperti itu, ada sedikit rasa iba yang menyeruak. Aku teringat saat mengantar Maya ke Rumah Sakit sewaktu melahirkan anak pertama kami. Kondisinya persis seperti Adeline sekarang ini. Rasanya ingin aku membatalkan rencana jahat yang sudah kususun beberapa minggu sebelumnya.
Tapi aku sudah tidak bisa mundur!