* * *
“Pak Ali, tolong bilang ke Sarif untuk nyiapin mobil. Setengah jam lagi saya turun,” perintahku pada Ali - petugas sekuriti - melalui telepon.
Aku bergegas menuju toilet khusus di ruanganku, menyiapkan diri untuk sebuah janji nanti malam. Sore tadi seorang artis muda pendatang baru yang minggu lalu kukenal di sebuah klub malam meneleponku, menanyakan apakah aku jadwalku free malam ini karena dia ingin mengajakku bersenang-senang.
Yah, lumayanlah, pikirku.
Kebetulan aku butuh perempuan lain setelah kejadian itu…
Saat itu jam 8 malam. Usai membersihkan wajah dan menyisir rambut, sayup aku mendengar tangisan itu lagi.
Nggak mungkin!
Mana ada bayi di sini?
Aku menajamkan pendengaranku, mencari sumber suara. Tangisan bayi yang semula sayup perlahan semakin jelas dan jelas. Aku tersentak! Suara itu kini terdengar sangat jelas, bahkan sepertinya ada di toilet ini. Mendadak bulu kudukku berdiri, ada hawa dingin yang menyergap di ruangan itu. Tangisan bayi itu semakin jelas terdengar memenuhi toilet yang kecil.
“Hei!” seruku mengumpulkan segenap keberanian. “Jangan ganggu aku! Aku salah apa sama kamu?!”
Entah karena teriakanku barusan, tangisan itu mendadak berhenti. Aku memandang berkeliling dengan liar. Tidak ada apa-apa. Hening. Hanya terdengar gemericik air dari keran yang masih mengalir. Pandanganku tertumbuk pada cermin di ruangan itu, namun aku hanya melihat bayanganku di sana. Sedetik, dua detik, hingga satu menit berlalu, tetap tidak ada apa-apa. Aku menghela nafas. Lega. Kubasuh kembali wajahku sambil mencoba melupakan kejadian tadi.