Mohon tunggu...
Ryan Christyanto Adhy Nugroho
Ryan Christyanto Adhy Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menangkis Proses Radikalisasi Negara Islam Irak dan Suriah (Niis)/ Islamic State Of Iraq and Syria (Isis) di Indonesia

21 Februari 2016   22:12 Diperbarui: 21 Februari 2016   22:35 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belakangan ini dunia digemparkan dengan berbagai macam peristiwa kemanusiaan di berbagai negara, banyak diantaranya terkait dengan tindakan terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal, sepertihalnya yang telah ramai diberitakan secara besar-besaran di media massa yaitu mengenai aksi terror yang mengatasnamakan kelompok-kelompok agama contohnya Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS)/ Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) dikenal sebagai gerakan radikal garis keras melakukan misinya seperti pembunuhan massal dan bom bunuh diri. Gerakan yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi tersebut bercita-cita mendirikan negara kekhalifahan Islam di kawasan Timur Tengah. Kebrutalannya menimbulkan kengerian di seluruh dunia. natgeo.co.id

Aksi mereka tidak hanya berlokasi pada kawasan Timur Tengah saja, namun sudah memulai ekspansi ke Negara-negara Eropa dan sekitarnya.  Aksi teror yang terjadi tahun lalu, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengklaim telah melakukan penembakan dan bom bunuh diri di enam tempat yang berbeda di Paris, ibu kota Perancis. Mereka meningkatkan eskalasi serangan menjadi perang, sekaligus memberikan sinyal bahwa ada koordinasi dari ISIS pusat yang selama ini terlewatkan oleh negara-negara Barat. Kemudian teror dari ISIS beruntun terjadi. Pada Selasa, 17 November, Rusia mengumumkan bahwa sebuah bom telah melumpuhkan sebuah pesawat terbang yang melintas di wilayah udara Mesir akhir bulan lalu, dan menewaskan 224 penumpangnya. ISIS mengklaim bertanggung jawab. Setelah itu, insiden serangan lainnya terjadi di sebuah pasar di Beirut, Lebanon. Insiden yang menewaskan 43 orang tersebut juga diklaim oleh ISIS. Rappler.com

KAITAN ISIS DENGAN NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA-INDONESIA

Terlihat bahwa ISIS dan kelompok-kelompok radikal lainnya telah masuk dan memantik kembali sebagai jaringan terorisme yang sudah tumbuh di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara Asia tenggara bisa dibilang menjadi sasaran utama bagi radikalisasi dan perekrutan terkait dengan gerakan-gerakan terorisme mereka, mengingat potensi yang begitu besar dari Negara-negara tersebut seperti halnya yang paling mencolok adalah di Indonesia sendiri.

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan adanya gerakan radikal ISIS kemudian menarik banyak perhatian dari masyarakat Indonesia. Banyak pihak khawatir jika gerakan tersebut tumbuh subur di Indonesia. Indonesia yang mayoritas penduduknya bergama Islam dan jumlahnya terbesar di dunia, maka besar kemungkinan Indonesia menjadi target dari ISIS dalam upayanya mencapai tujuan mereka.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyatakan sejak awal sudah mendeteksi masuknya paham Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Indonesia. Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal Agus Surya Bhakti mengatakan paham ISIS sudah masuk ke Indonesia sebelum gerakan tersebut dideklarasikan di Timur Tengah. Paham tersebut masuk ke Indonesia lebih banyak melalui jaringan Internet. Masyarakat Indonesia, dengan mudahnya mengakses informasi seperti berita, artikel, hingga video tentang paham ISIS melalui dunia maya.

Awal mula ISIS masuk ke Indonesia yaitu melalui Internet dan melalui salah satu anggota ISIS dari Indonesia yang kembali ke Indonesia kemudian menyebarkan paham tersebut kepada masyarakat sekitarnya. ISIS dikenal ke masyarakat luas terutama melalui media internet yaitu youtube.com, dimana terdapat salah satu pengikut ISIS disertai beberapa rekannya mengajak para penonton untuk bergabung dengan ISIS. Selain melalui pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Tempo.co

Pastinya dari upaya ISIS tersebut tertuju kepada umat muslim yang dapat dengan mudah untuk dipengaruhi, terkait dengan paham-paham radikal ISIS itu sendiri. Dan belakangan ini, terdeteksi juga bahwa ada beberapa orang Warga Negara Indonesia yang telah berangkat menuju ke suriah untuk bergabung dengan ISIS. Menyikapi hal itu, oleh pihak yang berwajib kemudian melakukan penangkapan kepada orang-orang yang terindikasi sebagai anggota terkait dengan jaringan ISIS yang ada di Indonesia. Mengenai jumlah keseluruhan WNI yang terkait dengan jaringan ISIS di Indonesia saat ini masih belum bisa dipastikan.

PENILAIAN TERHADAP ISIS

Dari berita-berita yang ada, terlihat bahwa Islamic State of Iraq and Syria(ISIS) adalah satu organisasi yang mengatasnamakan ke khalifahan Islam yang memiliki paham tertentu yang tidak terdaftar sebagai organisasi di pemerintahan Indonesia maupun dunia (PBB) dan menganganggap orang lain/kelompok-kelompok Islam sebagai musuh dan bertindak sangat brutal, teentu paham tersebut bertentangan dengan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila.

Selain itu, ISIS dinilai oleh para peneliti dan tokoh Agama merupakan gerakan kelompok politik yang menyalahgunakan agama sebagai kedok untuk berbuat sesuai keinginan kelompoknya. ISIS bukanlah gerakan atau organisasi keagamaan terutama yang berdasarkan Islam. Tetapi ISIS adalah kelompok dan gerakan politik radikal yang mempunyai cita-cita dan kepentingan politik tertentu yang bersifat radikal dalam arti ingin menghancurkan segalanya ke akar-akarnya. Neraca.co.id

Dari hal-hal diatas, menjadi penting bagi Indonesia sendiri dalam menyikapi secara serius terhadap potensi-potensi terbentuknya golongan-golongan radikal sepertihalnya ISIS tersebut. Menjadi catatan penting juga yaitu  tentang adanya proses dan upaya radikalisasi melalui berbagai bentuk hal dan media dan mencari cara untuk menangkal semua itu.

Kecenderungan penggunaan Agama menjadi alat bagi sekelompok orang untuk membenarkan tindakannya merupakan persoalan utama dalam kasus gerakan ISIS. Dalil-dalil Agama menjadi dasar atas tindakan mereka, mengatasnamakan Agama untuk membenarkan tindakannya yang pada sisi lain, banyak orang bahkan ahli-ahli Agama sendiri menentang dan tidak mengakui adanya pandangan-pandangan radikal agama tersebut. Penyelewengan Agama bisa berbuah bencana seperti yang dilakukan ISIS yang dianggap menyesatkan umat beragama.

RADIKALISME

Dari arti kata-nya, menurut KBBI online Radikal berarti  secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): perubahan yang; amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); maju dalam berpikir atau bertindak. Dari situ, tidak terlihat pemaknaan negative dari kata radikal. Kbbi online

Namun lebih dalam lagi, menurut Susanti (2012,2) Radikalisme adalah paham, sikap, atau perilaku yang ditandai adanya 4 ciri, yaitu: (1) intolerensi, (2) fanatik, (3) eksklusif, dan (4) revolusioner. Intolerensi artinya sikap yang tidak menghargai pendapat atau keyakinan orang lain, sehingga merasa pendapat atau keyakinannya yang paling benar. Intolerensi ini melahirkan sikap fanatik yang berlebihan terhadap diri atau kelompoknya sendiri, dan menganggap orang lain atau kelompok lain salah.

Eksklusif yaitu membedakan diri atau cenderung memisahkan diri dari kebiasaan umum, sehingga ingin memaksakan orang lain atau kelompok lain berlaku seperti dirinya melalui cara-cara kekerasan. Bentuk-bentuk gerakan radikalisme ini umumnya melahirkan gerakan-gerakan militan, gerakan fundamentalis, anarkisme, atau terorisme. Radikalisme ini memang tidak selamanya negatif, tergantung cara merealisasikan dan mengekspresikan serta cara pandang orang melihatnya. Namun radikalisme sering menjadi momok atau monster bagi banyak orang mengingat sifatnya yang menginginkan perubahan dalam waktu cepat seringkali identik dengan instabilitas politik dan keamanan. Susanti (2012,2)

Radikalisme sering mengatasnamakan Islam, oleh karena itu Radikalisme Islam senantiasa menjadi wacana walau radikalisme agama-agama lainnya juga ada. Paham radikalisme Islam seringkali muncul ketika menghadapi kebijakan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi dan budaya yang dipandang dapat mengancam penerapan ajaran agama Islam yang diyakini pemeluknya secara mutlak benar. Kelompok radikal seringkali merasa bertanggung jawab dan wajib memperjuangkan keyakinan agama Islam secara benar. Semangat ini mengilhami gerakan radikalisme di Indonesia, ditambah dengan sentimen anti Barat sebagai perlawanan terhadap sistem perekonomian kapitalisme.

Semacam gerakan Pan Islamisme yang pernah tumbuh yaitu menyatukan kelompok Islam di Indonesia sebagai kelompok yang terpinggirkan oleh dominasi kekuatan Barat di awal abad ke-19. Radikalisme sering mengatasnamakan Islam, oleh karena itu Radikalisme Islam senantiasa menjadi wacana walau radikalisme agama-agama lainnya juga ada. Paham radikalisme Islam seringkali muncul ketika menghadapi kebijakan pemerintah dan kondisi sosial ekonomi dan budaya yang dipandang dapat mengancam penerapan ajaran agama Islam yang diyakini pemeluknya secara mutlak benar. Kelompok radikal seringkali merasa bertanggung jawab dan wajib memperjuangkan keyakinan agama Islam secara benar .Semangat ini mengilhami gerakan radikalisme di Indonesia, ditambah dengan sentimen anti Barat sebagai perlawanan terhadap sistem perekonomian kapitalisme. Semacam gerakan Pan Islamisme yang pernah tumbuh yaitu menyatukan kelompok Islam di Indonesia sebagai kelompok yang terpinggirkan oleh dominasi kekuatan Barat di awal abad ke-19. Susanti (2012,3)

Indeks radikalisme di Indonesia sebagaimana dikemukakan Wuryanto (2011) sudah berada di atas normal. Indonesia adalah negara yang tingkat 3 kemajemukannya tinggi dan tempat perbedaan berkumpul baik itu perbedaan suku, ras, agama, adat istiadat, dsb. Tindakan radikal muncul karena individu/kelompok radikal tidak dapat menerima perbedaan, bahkan menganggap kemajemukan yang terjadi di masyarakat dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi kelompok radikal. Oleh karena itu untuk mempertahankan eksistensi kelompok radikal, yang bersangkutan harus mengeliminasi kelompok lain yang tidak sepaham. Radikalisme yang mengatasnamakan agama justru secara tidak sadar para pengikutnya membenci ajaran agama mereka sendiri. Oleh karena itu jika terjadi aksi-aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama, maka yang salah adalah persepsi seseorang tersebut tentang ajaran agama yang dianutnya. Susanti (2012,4)

PENYEBARAN PAHAM RADIKALISME ISLAM

Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai sarana dan media untuk menyebarluaskan faham mereka, baik dalam rangka pengkaderan internal anggota maupun untuk kepentingan sosialisasi kepada masyarakat luas. Berikut sarana yang ditempuh untuk menyebarluaskan faham radikalisme:

1. Melalui pengkaderan organisasi. Pengaderan organisasi adalah kegiatan pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota dari organisasi simpatisan atau pengusung radikalisme. Pertama Pengkaderan internal. Pengkaderan internal biasanya dilakukan dalam bentuk training calon anggota baru dan pembinaan anggota lama. Rekruitmen calon anggota baru dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh organisasi radikal Islam bawah tanah seperti NII, ISIS dsb. melalui apa yang sering disebut dengan pencucian otak (brainwashing).Kemudian kegiatan-kegiatan pengajian yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok radikal juga berisi tentang pemahaman-pemahaman Islam yang sarat dengan muatan radikalisme, seperti anjuran untuk memusuhi pihak lain yang dianggap bertentangan yang dibungkus dengan konsep al-wala wa al-bara’ misalnya. Kedua, mentoring agama Islam. Pada awalnya, kegiatan mentoring agama Islam dilaksanakan di beberapa kampus Perguruan Tinggi Umum dan dimaksudkan sebagai kegiatan komplemen atau pelengkap untuk mengatasi terbatasnya waktu kegiatan perkuliahan PAI di ruang kelas. Sekarang ini, kegiatan mentoring agama Islam juga bisa dilihat di beberapa sekolah menengah (SMA/SMP). Biasanya, para trainer (sering disebut mentor atau murabbi) berasal dari kakak-kakak kelas atau pihak luar yang sengaja didatangkan. Kegiatan mentoring PAI di sekolah maupun di perguruan tinggi sering dimanfaatkan oleh para mentornya untuk mengunjeksi ajaran Islam yang bermuatan radikalism.10 Ketiga, Pembinaan Rohis SMA/SMP. Kegiatan siswa yang tergabung dalam Kerohanian Islam (Rohis) juga bisa menjadi sasaran empuk ideologi radikal. Kegiatan-kegiatan kesiswaan sering disusupi oleh pihak luar yang diundang untuk mengisi kegiatan tersebut.

 

2.Melalui masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”. Kelompok Islam radikal juga sangat lihai memanfaatkan masjid yang kurang “diurus” oleh masyarakat sekitar.

 

3. Melalui majalah, buletin, dan booklet. Penyebaran ideologi radikalisme juga dilakukan melalui majalah, buletin dan booklet.

 

4. Melalui penerbitan buku-buku. Faham radikalisme juga disebarkan melalui buku-buku, baik terjemahan dari bahasa Arab, yang umumnya ditulis oleh para penulis Timur Tengah, maupun tulisan mereka sendiri. Tumbangnya pemerintahan Soeharto membuat kelompok-kelompok radikal yang dulu tiarap menjadi bangun kembali. Euforia reformasi ternyata juga berimbas dengan masuknya buku-buku berideologi radikal seperti jihad dari Timur Tengah ke Indonesia. Para penerbit pun tidak segan-segan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan tersebut kepada masayarakat.

 

5. Melalui internet. Selain menggunakan media kertas, kelompok radikal juga memanfaatkan dunia maya untuk menyebarluaskan buku-buku dan informasi tentang jihad. Abdul Munip (2012)

 

PANDANGAN TOKOH

 

Romo Frans Magnis Suseno, tokoh Katolik dan Budayawan Indonesia.

Dia mengaku sebagai sosok yang radikal di dalam iman. Namun, radikalisme yang di anut tidak membuat dia memandang sinis agama lain. Menurutnya, radikalisme bisa berjalan beriringan dengan sikap terbuka, toleran, atau pluralis. Sebab, radikalisme tidak berarti kekerasan namun kesediaan seseorang untuk secara penuh atau 100 persen menghayati dan menjalankan imannya. Radikalisme, menurutnya, tidak sama-sama dengan fanatisme dan fundamentalisme. Seseorang yang fanatik menyingkirkan semua pertimbangan kemanusiaan dan ideologi di luar pikirannya.

 

Orang yang fanatik bisa menjadi teroris karena dia berjuang demi agamanya. Sedangkan, fundamentalisme adalah intepretasi tertentu terhadap iman. Seorang fundamental mengira dia sudah mengerti agamanya. Ciri khas fundamentalisme adalah penganutnya merasa sangat yakin telah sepenuhnya memiliki kebenaran, tidak ada keraguan, dan tidak perlu mempertanyakan imannya lagi. Seorang fundamental menganggap tahu persis apa kehendak Allah, sehingga hermeneutika atau tafsiran adalah barang haram dan murtad.

 

Romo Magnis mengatakan, seluruh situasi pluralitas terkategori rawan konflik. Oleh karena itu, perlu terus menerus dibangun komunikasi demi mencairkan prasangka dan kecurigaan antaragama. Dia mencontohkan, dalam hubungan pribadi sekali pun, seseorang tidak boleh membuat pembedaan. Misalnya apakah orang lain Islam moderat, liberal, garis keras, fundamental, dan lainnya. Sebaliknya, seseorang harus berani berdialog untuk menghilangkan rasa was-was berlebihan dan menghapus stereotipe. Dia mengatakan salah satu bahaya dalam hubungan beragama adalah saat kita melihat orang lain sebagai unsur dari kelompok dan bukan sebagai pribadi. Dari situlah semua apriori dan prasangka masuk sehingga menghambat komunikasi.

 

Di sisi lain, dia menuturkan, seseorang juga harus memandang agama lain dari sudut pandang bagaimana orang-orang terbaik dari agama itu melihat agamanya. Sebagai contoh, orang Kristiani harus melihat Islam dari sudut pandang tokoh-tokoh Islam yang sungguh-sungguh. Bukan dilihat dari segala kemiringan atau kejelekan agama Islam. “Kita harus mampu menghargai yang berbeda, boleh saja kita punya kritik. Tidak perlu semua hal kita setujui karena dalam agama memang ada perbedaan yang fundamental. Kita terima saja,” gkimabes.org

 

TINDAKAN PREVENTIF PENANGGULANGAN

 

Semua pihak haruslah memiliki komitmen yang sama dalam proses pemusnahan paham-paham radikal seperti yang telah di jelaskan di atas. Dalam tugas Negara, Negara harus miliki system penangkal atas paham-paham dan tindakan radikal baik itu dalam pencegahan melalui pendidikan dan penguatan keamanan, beserta penguatan prinsip lembaga-lembaga Agama maupun tokoh-tokoh Agama yang ada di masyarakat yang juga memiliki tanggung jawab atas pencegahan secara langsung atas masuknya paham-paham Radikal seperti ISIS. Kemudian, sosialisasi dari keluarga sebagai lembaga paling inti dalam masyarakat. Pada intinya dapat dikatakan bahwa perhatian utama harus diletakan pada sisi pemahaman tentang Agama yang benar yang bisa dilakukan melalui pendidikan umum, pendidikan yang berbasis agama misalnya pesantren dsb. Dan pendidikan keluarga yang mendasar.

Maka yang perlu dilakukan dalam rangka menangani masalah radikalisasi adalah:

 

1. Memberikan penjelasan tentang Agama Islam secara memadai. Misi ajaran Agama yang sebenarnya sangat mulia dan luhur seringkali justru mengalami distorsi akibat pemahaman yang keliru terhadap beberapa aspek ajaran Islam yang berpotensi menimbulkan faham radikalisme.

2. Mengedepankan dialog dalam pembelajaran agama. Pembelajaran Agama Islam yang mengedepankan indoktrinasi faham tertentu dengan mengesampingkan faham yang lain hanya akan membuat para siswa memiliki sikap eksklusif yang pada gilirannya kurang menghargai keberadaan liyan atau others. Sudah saatnya para guru PAI membekali dirinya dengan pemahaman yang luas dan lintas madzhab sehingga mampu mememenuhi kehausan spiritual siswa dan mahasiswa dengan pencerahan yang bersendikan kedamaian dan kesejukan ajaran Agama.

 

3. Pemantauan terhadap kegiatan dan materi mentoring keagamaan. Keberadaan kegiatan mentoring agama Islam atau kegiatan Rohis yang lain di sekolah sesungguhnya sangat membantu tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Namun jika guru PAI tidak melakukan pendampingan dan monitoring, dikhawatirkan terjadi pembelokan kegiatan mentoring dan Rohis lainnya. Bagi pengurus Rohis, sudah seharusnya mereka selalu berkonsultasi dengan pihak guru Agama atau pihak-pihak lain yang dipandang memiliki wawasan keislaman moderat agar tidak terbawa arus pada pemahaman Islam yang sarat dengan muatan radikalisme.

 

4. Pengenalan dan penerapan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural pada dasarnya adalah konsep dan praktek pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai persamaan tanpa melihat perbedaan latar belakang budaya, sosial-ekonomi, etnis, agama, gender, dan lain-lain. Semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak pendidikan. Dengan penerapan pendidikan multikultural, diharapkan semangat eksklusif dan merasa benar sendiri sebagai penyebab terjadinya konflik dengan liyan atau others bisa dihindari. Seorang multukulturalis sejati adalah pribadi yang selalu bersikap toleran, menghargai keberadaan liyan tanpa dia sendiri kehilangan identitasnya. Kalau tujuan akhir pendidikan adalah perubahan perilaku dan sikap serta kualitas seseorang, maka pengajaran harus berlangsung sedemikian rupa sehingga tidak sekedar memberi informasi atau pengetahuan melainkan harus menyentuh hati, sehingga akan mendorongnya dapat mengambil keputusan untuk berubah. Pendidikan agama Islam, dengan demikian, di samping bertujuan untuk memperteguh keyakinan pada agamanya, juga harus diorientasikan untuk menanamkan empati, simpati dan solidaritas terhadap sesama. Dengan demikian, dalam hal ini, semua materi buku-buku yang diajarkannya tentunya harus menyentuh tentang isu pluralitas. Dari sinilah kemudian kita akan mengerti urgensinya untuk menyusun bentuk kurikulum pendidikan agama berbasis pluralisme agama.

 

KESIMPULAN

Pendidikan pemahaman menjadi sorotan utama. Semua orang harus setuju bahwa tindakan tindakan radikal fanatik yang tidak segan-segan melakukan terror kekerasan bahkan pembunuhan bukanlah merupakan ajaran Agama yang benar. Setiap agama harus dimaknai dalam tindakan penuh kedamaian. Penyikapan terhadap kondisi pluralitas perlu terus menerus dijaga dan dibangun melalui komunikasi dan keterbukaan demi mencairkan prasangka dan kecurigaan. Pengenalan dan penerapan pendidikan multicultural dalam konteks keberagaman Indonesia perlu ditanamkan sejak dini Semua pihak dari Negara sampai ke keluarga haruslah memiliki komitmen yang sama dalam proses pemusnahan paham-paham radikal fanatik. Negara harus miliki system penangkal atas paham-paham dan tindakan radikal baik itu dalam pencegahan melalui pendidikan dan penguatan keamanan, beserta penguatan prinsip lembaga-lembaga Agama maupun tokoh-tokoh Agama yang ada di masyarakat yang juga memiliki tanggung jawab atas pencegahan secara langsung atas masuknya paham-paham Radikal seperti ISIS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun