Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tince

27 Februari 2014   00:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun kenyataannya, wajah anak – anaknya mirip dengannya. Sepertinya ia harus menerima cobaan lagi, karena tidak sesuai dengan harapan dan doanya. Ia semakin minder, bila harus bersama suaminya menghadiri berbagai resepsi. Rasa cemas bila orang – orang akan mengejeknya, karena kondisi dirnya tidak sebanding dengan suaminya yang tampan. Beberapa kali bila suaminya mengajak menghadiri resepsi, selalu ditolaknya dengan berbagai alasan.

Tince menjadi cepat tersinggung dan curiga.Tince sehari – harinya sebagai PNS. Cemas dan kecurigaan yang luar biasa itu terbawa hingga ke tempat kerja. Ia selalu ingin mengatur apa saja sesuai dengan hasratnya. Ia royal dengan teman satu kantor tempatnya bekerja, tidak lain tujuannya agar mendapatkan orang – orang yang bisa loyal dengan dirinya. Tabiat buruknya, sering mencampuri pekerjaan orang lain, sedangkan tugasnya sendiri tidak pernah beres.

Tince sosok yang sombong Kebanggaan berlebihan terhadap kedudukan jabatan yang tinggi suaminya, serta ketampanan suaminya selalu menjadi bumbu setiap obrolan dengan teman kerjanya. Kekuatan Tince ada pada ayahnya yang dulu pejabat..

Keangkuhan Tince membuat banyak orang tidak menyukainya. Makian tak jarang ia terima, bahkan SMS gelap. Ia tidak sungkan – sungkan menuduh orang yang dianggapnya sebagai penyebarnya SMS gelap, dengan alasan klaripikasi. Orang yang dituduhnya sudah terlanjur tersinggung dan marah. Maka ia akan mudah meminta maaf.

” Jangan pernah memaafkan Tice, ia tidak ikhlas, dibelakang ia akan membatai kita lagi,” ujar seorang temannya.

Merasa berkuasa, karena menempati satu jabatan ia akan dengan seenaknya mengacam teman kerjanya untuk dipecat. Tince semakin banyak musuh. Namun Tince sudah tertutup pikirannya, ia menganggap dirinya benar. Sikap yang paling buruk dari Tince, ia tega mengada – ada. Merekayasa suatu masalah. Fitnah yang dilontarkan, sudah memakan korban. Ia senang dengan keberhasilan dari upaya jahat yang ia dilakukan.

Ia tidak takut dengan kondisi dilingkungannya, bahkan ia tidak merasa malu. Namun bila ia ingat dengan suaminya, rasa malu itu muncul. Percaya dirinya hilang seketika.

” Suamimu itu buta, mau dengan kamu, ” kata seorang teman yang pernah bertengkar dengan Tince.

Tince marah besar.

***

Pagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun