Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

12 September 2018   23:41 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:58 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raden Sekartanjung menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku menjadi pening Ki Sanak. Aku tidak dapat bertahan terlalu lama didalam lingkaran prahara itu."

"Oh," Ki Ajar Talun mengangguk-angguk, "karena itu kau meloncat keluar?"

"Ya," jawab Raden Sekartanjung.

"Apakah berarti kau telah menyerah dan mau memilih jalan terbaik yang aku tawarkan bagimu?" bertanya Ki Ajar Talun lagi.

Raden Sekartanjung menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Jangan bergurau Ki Ajar, karena ini bukan waktunya."

"Aku tidak bergurau anak muda," jawab Ki Ajar Talun, "bukankah kau sudah kehilangan akal untuk melawan? Sayang, bahwa aku tidak berhak memberimu ampun sehingga aku harus menunaikan tugasku. Dan kalau kau tetap bersikukuh, terpaksa harus kau terima nasibmu."

Raden Sekartanjung tersenyum. Katanya, "Alangkah pendeknya hidup ini andai aku harus menyerahkan diri. Tetapi ma'af, aku masih tetap bisa bertahan."

"Kau memang keras kepala adipati." Bentak Ki Ajar Talun.

"Bukan keras kepala Ki Ajar, namun caramulah yang sekarang tidak menarik lagi bagiku. Aku sekarang sudah tahu, bagaimana harus keluar dari putaran prahara milikmu. Ternyata hanya dengan melangkahkan kaki sebelah aku pasti bisa keluar dari putaran itu."

"Kau salah sangka anak muda," berkata Ki Ajar Talun, "aku memang melepaskan kau keluar dari pusaranku. Tetapi sebenarnya aku dapat menghantam kau dan melemparkanmu kembali ke dalam putaran kalau aku mau."

Sejenak orang tua itu menatap musuhnya, lalu katanya melanjutkan, "Aku dapat membunuhmu dengan caraku, sebab jika putaran itu berhenti kau sudah terkapar dengan luka arang keranjang di tubuhmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun