Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelecehan di Tengah Berita Bencana

11 Oktober 2018   09:18 Diperbarui: 11 Oktober 2018   18:37 2813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daftar nomor WA janda korban gempa tsunami. Dari group sebelah. Semoga bermanfaat.

KALIMAT itu, lalu diikuti dengan berderet nama para perempuan, beserta nomor teleponnya.

  • Dixx 08xxxxxxxxx
  • Fitxx 08xxxxxxxxx
  • Alxxx 08xxxxxxxxx

Dan seterusnya. Ada sekitar 30 lebih nama di daftar itu. Beberapa dilengkapi dengan umur: 19 tahun, 23 tahun, 25 tahun. Ada yang diimbuhi catatan begini juga: mahasiswa.

Lalu di bawah daftar itu,  ada kalimat lagi, yang pada intinya mengundang para lelaki untuk 'membantu menikahi mereka' yang nama dan nomornya ada di daftar.

***

Aku tercengang.

Masih pagi ketika kubaca kalimat- kalimat dan daftar nama seperti yang kutuliskan di atas di salah satu group Whats App dimana aku tergabung di dalamnya

Seriusss?!

Kubaca sekali lagi.

Dan aku kesal sekali.

K-e-s-a-l-s-e-k-a-l-i.

Mudah diduga, pengunggah berita itu lelaki.

Kuamati, apakah ada yang menanggapi.

Group yang berisi ratusan orang itu, biasanya ramai sekali.

Tapi kali ini senyap.

Hanya ada satu tanggapan. Bunyinya begini, " Waaah ini gimana ya? Baik maksudnya tapi rasanya nggak pas..setidaknya masih berduka, nggak mikir dulu yang ginian."

Hanya satu. Tapi tak pelak, aku menghembuskan nafas. Agak lega sedikit. Yang menjawab itu, juga lelaki. Pikirku, paling sedikit, jawaban itu menunjukkan bahwa masih ada laki- laki waras di dunia ini.

***

Sebetulnya, sudah lama aku malas berbalas komentar di group WA. Sejak group WA banyak yang berubah dari tujuan silaturahmi menjadi media penyebaran hoax, hate speech, dan berita- berita tidak jelas lain.

Jadi pada banyak kesempatan, aku jadi silent reader saja.

Jika aku masih bertahan di dalam sebuah group, itu semata sebab kebanyakan group yang aku ikuti berisi kawan- kawan lama. Dan adakalanya, ada berita- berita silaturahmi juga disitu. Maka walau sering aku sudah sangat ingin tekan tombol 'exit group', hal itu belum kulakukan. Pilihannya, ya jadi silent reader itu. Itupun baca cepat, sekilas, lalu clear chat, biar nggak menuh- menuhin telepon genggam. Hehe.

Tapi kali ini, aku sungguh tak tahan untuk diam saja.

Kuketikkan beberapa kalimat tanggapan. Kukatakan bahwa pengunggahan daftar nama "janda korban bencana gempa dan tsunami" itu sungguh cerminan tidak adanya empati. Dan jelas menunjukkan cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai objek semata.

Kukatakan, jika daftar ini serius, pemilihan waktu diedarkannya di tengah bencana yang belum sepenuhnya teratasi, sungguh tidak tepat. Jika daftar itu main- main, maka terang benderang, itu pelecehan.

Aku sedemikian kesalnya sehingga aku berniat menelepon nomor- nomor dalam daftar itu secara random, untuk mengetahui apakah daftar itu valid atau bohong. Hal yang akhirnya tak jadi kulakukan sebab seorang kawan lain sudah menulis berita di group. Katanya, " Sudah saya kontak hampir seluruh nomor. Semuanya tidak bisa dihubungi. Hoax, ah. "

Hmm.

 " Jadi bohong ternyata, ya? Jadi.. ini pelecehan, kan? ," kataku.

Aku geram sekali. 

Kukatakan sekali lagi pendapatku disana.

Jikapun daftar itu benar, caranya saja sudah kurang baik. Nama- nama perempuan dan nomor telepon dipublikasikan secara luas, ketika orang- orang itu sedang terkena bencana.

Apakah rumahnya masih ada atau tidak, kita tak tahu. Berapa banyak keluarganya yang jadi korban, kita juga tak tahu. Apakah di hari- hari ini dia cukup makan, atau sedang kelaparan, kita juga tidak tahu.

Bisa dibayangkan, dalam situasi berduka, nomornya tersebar, dan berapa banyak orang yang akan menghubunginya? Orang- orang dengan pikiran, kelakuan, sifat, tingkah laku yang beragam?

Yang bener aja !

So insensitive.

Itu jika benar.

Jika tidak benar, ya itu.. jelas, kan. Pelecehan terhadap perempuan, merendahkan, bahkan ketika sedang ada musibah seperti ini.

Hening.

Sementara itu, anggota group yang, lelaki pengunggah daftar, entah kemana. Menanggapi tidak, minta maafpun tidak.

Sampai akhirnya topik itu ditutup oleh seorang kawan yang pertama menanggapi tadi," Jadi ini murni pelecehan. Next time, lebih hati- hati. "

Kutimpali, " Hati- hati. Pakai hati.Punya empati. Sayangnya, yang beginian ternyata tidak otomatis terlatih, bahkan untuk orang- orang yang berpendidikan tinggi, ya.. "

Cep kelakep. Hening lagi.

Bhayyyy...

***

Kesal kan?

Untuk informasi saja, group dimana berita itu beredar adalah group yang isinya semua, iya, semua, adalah orang- orang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan terendah anggota group itu adalah sarjana. Dan bukan sarjana dari sekolah ecek- ecek, tapi sarjana dari universitas top rank. Jangan tanya ada berapa Master dan Doktor yang jadi anggota di situ. Banyak.

Itu dari segi pendidikan.

Dari segi pekerjaan, sebelah tangan tak akan cukup untuk menghitung berapa jumlah petinggi perusahaan, pejabat di sebuah instansi, BUMN, dan beragam jabatan mentereng lain disitu. Buanyaakkk.

Pengunggah daftar itu, adalah salah satunya. Pendidikannya sangat tinggi, jabatan dalam pekerjaannya juga.

Dan.. hari gini, dia masih dengan entengnya menyebarkan berita semacam itu?

Duh, halloooooo. Aku benar- benar berpikir, rupanya, memang masih panjang jalan bagi para perempuan di negeri ini, untuk sekedar bisa diperlakukan dengan baik. Tidak dilecehkan. Tidak semata dianggap sebagai objek. Diperlakukan sebagai manusia, yang punya otak, punya hati.

Dan dipahami keberadaannya.

Iya. Keberadaannya.

Sebab, itu sebetulnya sesederhana menyadari bahwa paling sedikit separuh dari anggota group itu juga perempuan. Yang bisa baca. Bisa mikir. Bisa merasa.

Perempuan di group itu juga, termasuk, ada single parent.

Jika ada orang yang dengan ringan bisa menyebarkan berita serupa itu tanpa berpikir bahwa hal tersebut akan menyebabkan (sebagian, mungkin memang tidak semua) para perempuan di group meradang, memang lalu mesti dipertanyakan seperti apa faham yang dianutnya.

Belum lagi, bagaimana jika di dalam group ternyata ada yang kawan, sahabat, kerabatnya juga berada di lokasi bencana, dan menjadi korban? Itu kan akan lebih melukai lagi.

Dan padahal juga, bisa jadi, berita itu disebarkan oleh satu orang, bukan hanya ke satu group, tapi ke banyak group lain.

Oh c'mon..

Dan.. melihat fakta bahwa diantara ratusan orang dalam group, hanya satu dua yang mengomentari, padahal dalam saat topik lain dibahas biasanya begitu banyak yang riuh- rendah saling bersahutan, ya, rupanya, begitulah faktanya.

Perempuan, rupanya, oleh banyak orang, terutama para lelaki, memang masih juga dianggap makhluk kelas dua. Yang fungsinya, di benak para lelaki itu adalah, jika meihat isi dan cara daftar yang kuceritakan di atas itu diunggah, tak jauh urusannya dari selangkangan. Bahkan ketika bencana tengah melanda.

Sayangnya, banyak perempuan yang juga masih enggan angkat bicara, ketika pelecehan serupa ini terjadi, bahkan di depan matanya.

So sad.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun