***
Aturan baru, memang selalu bikin gonjang- ganjing. Kaget- kaget.
Saat aturan tentang jarak ini diumumkan, aku melihat banyak sekali kekagetan, kekesalan, kemarahan, rasa frustrasi di pihak para murid dan orang tuanya.
Waktu menghadiri sosialisasi peraturan baru, omelan-omelan tentang "ngapain dong capek- capek belajar kalau seperti ini" banyak sekali terdengar.
Omelan itu tentu saja muncul dari para murid dan orang tua yang prestasi akademiknya ada di peringkat atas, yang anak-anaknya saat duduk di kelas 3 SMP sudah mati- matian belajar untuk dapat nilai Ujian Nasional yang bagus dengan tujuan untuk bisa masuk sekolah favorit tertentu.
Tapi, jangan salah, kekhawatiran ternyata juga muncul di pihak lain. Kekhawatiran yang sebaliknya.
Aku pernah bertemu seseorang yang juga mengomel tentang aturan baru ini. Orang ini khawatir tentang nasib anak-anak yang rumahnya kebetulan ada di sekitar sekolah-sekolah favorit. Standar nilainya tinggi. Sementara kemampuan anaknya biasa-biasa saja.
"Kan kasihan anaknyaaa.." katanya, " Nanti jadi keseret- seret.."
Kukatakan pada orang tua tersebut bahwa rasanya sekolah juga nanti akan menyesuaikan. Melihat peta murid yang dengan cara seleksi serupa ini rentang kemampuannya akan lebih beragam, sekolah juga akan menyesuaikan standar dan cara ajarnya.
Itu kataku, ketika itu.
Dan lalu baru belakangan kusadari, eh.. soal ‘sekolah juga akan menyesuaikan standar dan cara ajar’ itu mungkin ternyata tidak semudah yang diucapkan..