Putriku menjawab dengan gelengan kepala.
“ Nah, “ kataku, “ Jadi artinya tas semacam ini tidak diperlukan, ya ? Karena tidak bisa langsung bikin murid sekolah jadi pintar ? “
Putriku mengangguk.
“ Nduk, “ kataku menegaskan, “ Walaupun ibu dan Bapak punya uangnya, ibu dan Bapak tidak mau membelikanmu tas serupa ini. Sebab itu berlebihan. Uangnya nanti kita pakai untuk yang lain saja, yang lebih perlu. Kau pakai tasmu yang sekarang saja. Nggak apa- apa ya? “
Putriku menatap lagi tas yang tadinya sangat dia dambakan itu ( dan mungkin saat itu juga masih dia inginkan ). Lalu dia menatapku.
Tidak ada tantrum. Tidak ada protes. Entah saat itu dia memang langsung paham atau sekedar menurut saja, aku tidak tahu. Tapi itulah yang terjadi.
“ Sekarang kita makan aja, ya? “ kataku, lalu kugandeng dia ke gerai makanan yang tak jauh darisana, dimana ayah dan adiknya sudah menanti. Tas idamannya, tak kami beli.
***
Di Inggris beberapa hari yang lalu.
Kenangan itu berputar- putar dalam ingatanku.
Duluuu, belasan tahun yang lalu, gadis cilik kelas 2 SD itu berdiri di depan sebuah tas yang diinginkannya, dan mendengar ibunya ini mengatakan, “ Ibu punya uang segitu, tapi ibu tak mau membelikan tas itu.. “