Di sela rasa syukur dan gembiraku melihat betapa dekatnya tenda kami dengan tempat melempar jumroh, dan nyamannya tenda kami, hatiku nyeri melihat semua itu.
" Terus, boleh kan... Boleh kan? " tanyaku, begitu berharap.
Percayalah, tenda bagus dengan AC yang terus mengeluarkan udara dingin, kasur tebal yang nyaman yang tersedia di dalam tenda, sungguh akan terasa berkurang nyamannya jika kita melihat orang lain yang juga datang hendak beribadah, sama seperti kita, ternyata bahkan tak punya tempat berteduh.
" Iya, " kata suamiku, " Katanya boleh. "
Aku menarik nafas lega.
***
Kami melempar jumroh yang pertama di hari itu.
Lalu malam menjelang, dan malam itu, kudengar banyak cerita. Tentang para jamaah yang memilih untuk tak kembali ke tenda mereka malam itu, dan juga nanti semalam setelahnya. Karena tendanya terlalu jauh untuk ditempuh pulang pergi dalam tiga hari berturut- turut. Maka, mereka memilih untuk tidur 'menggelandang' saja di sekitar tempat melempar jumroh.
Duh.