Yang pertama, kuceritakan tentang ibu- ibu yang menanyakan tentang apakah aku sudah membayar uang kuliah anakku, dalam versi lengkapnya. Percakapan pagi itu dengan ibu tersebut bukan semata tentang uang kuliah, tapi tentang beberapa hal lain. Percapakan agak panjang yang sukses membuat aku dengan susah payah menjawab dengan suara tersendat dan menahan agar air mata tak mengalir turun tanpa kendali.
Mengharukan... mengharukan. Itu cerita tentang bagaimana orang tua berjuang untuk membesarkan anak- anaknya dan sebatas kemampuan yang dimilikinya mengharapkan yang terbaik bagi sang anak.
Jadi, pagi itu ketika tiba di gedung tempat daftar ulang, seorang petugas keamanan menunjukkan jalan masuk gedung pada anakku.
Aku sudah menduga, tapi tetap saja tak bisa menahan diri untuk bertanya sambil tersenyum lebar, " Ibunya nggak boleh ikut masuk, pak ? "
Petugas keamanan tersebut juga tersenyum dan menjawab, " Nggak boleh bu, " dan lalu dengan ramah menunjuk ke satu arah, " Nanti anaknya keluar lewat pintu disana bu, ibu bisa tunggu disana. "
Aku mengangguk dan lalu berjalan menuju ke arah yang ditunjukkannya.
Saat berjalan itulah kudengar seseorang berteriak memanggil namaku " D... D... "
Dari nada suara dan caranya memanggil, sudah kuduga, itu pasti kawan lama.
Dan ah... benarlah begitu. Itu kawan lamaku. Kukenal sejak masa kami baru saja lulus kuliah dan bekerja. Masa- masa lajang dimana kebandelan- kebandelan, kelucuan dan kejahilan gaya remaja masih tersisa di masa awal dewasa kami saat itu.
Dan khusus tentang teman lelakiku yang satu ini, bandelnya agak di atas rata- rata. Ha ha ha. Dia lucu, iseng, jahil. Cerdas luar biasa, tapi 'kelakuannya nggak umum'. Ada saja tingkah dan ide ajaib yang muncul dari kepalanya dan sering dilakukannya dulu itu.