Aku mandi terburu- buru, Â bersiap-siap sebentar, lalu keluar kamar kembali. Kuraih ransel dan tas kecilku, lalu melangkah keluar kamar.
Bunyi anak kunci yang kuputar terdengar sangat jelas di keheningan pagi itu. Dan sedetik kemudian, bunyi itu disusul oleh bunyi detak jantungku yang sama kerasnya.
Sebab hanya beberapa detik dari saat kuputar anak kunci itu, terdengar putaran anak kunci juga dari kamar yang terletak beberapa kamar dari kamarku.
Entah mengapa, hatiku mengatakan bahwa kamar itu adalah kamar si hidung belang yang melirik- lirikku kemarin.
Aduh.
Kuucapkan lagi doa dalam hati, dan kulangkahkan kaki meninggalkan kamarku. Kulalui pintu depan beberapa kamar, dan langkahku membeku...
Intuisiku ternyata benar. Salah satu dari lelaki yang menyebabkan alarm dalam hatiku menyala malam sebelumnya, ada di lorong, itu, berdiri di depan pintu sebuah kamar, Â dia menebarkan senyum dan menyapa.
Tak kubalas senyum maupun sapaan itu. Kusiapkan mentalku untuk menghadapi sesuatu yang terburuk.
Laki- laki itu ada di lorong menuju pintu utama hotel. Tak ada jalan lain. Tak punya pilihan, aku harus melewati tempat itu untuk bisa keluar.
Kuperhatikan sekitar. Dini hari saat itu. Tak terlihat seorang manusiapun di sekitar kami.
Kutarik nafas panjang. Aku berdiri diam. Kutatap tajam lelaki itu...