Semua fakta itu membuatku berpikir bahwa jika ada orang yang memegang kunci duplikat kamar itu dan bermaksud buruk, maka dia hanya perlu memasukkan anak kunci itu ke lubang kunci di pintu kamar, memutarnya sekali, dan…
Aku tak terlindungi sama sekali…
Itu sebabnya, kuputuskan untuk keluar dari kamar dan mencari tempat lain saja malam itu.
Kutaruh tas kecil berisi pakaian untuk semalam di dekat tempat tidur. Kupastikan bahwa dompet, passport, ticket, boarding pass serta laptopku semua ada di dalam ransel. Lalu kubawa ransel itu keluar kamar.
Kucari tempat terbuka, area publik di airport Changi itu.
Kudatangi cactus garden yang ternyata dipenuhi para lelaki yang sedang merokok. Jelas bukan pilihan menarik. Kubalikkan badan dan akhirnya kupilih sebuah sofa yang terletak diantara beragam bunga anggrek yang bermekaran. Tempat itu berada di sekitar toko- toko parfum, coklat dan entah apalagi yang buka dua puluh empat jam. Luas, terang benderang, serta aku yakin, akan dilalui petugas keamanan yang berpatroli malam hari itu.
Aman.
Begitulah, aku duduk di situ. Tentu saja aku tak dapat duduk di situ tanpa melakukan apa- apa. Jadi, waktu kulalui dengan menulis di laptopku..
Aku tetap berada di situ sampai subuh menjelang. Baru saat itulah aku kembali ke kamarku di transit hotel.
Dan...
Perasaan tak enak itu menyergapku kembali.