Pintu lift terbuka dan suamiku, yang tentu saja mengenalku dengan sangat baik dan sudah bisa menghitung bahwa jika tidak dicegah, satu saja tingkah aneh lagi dari orang yang sama sudah cukup untuk membuatku meledak marah pada orang tersebut.
" Sudah D.. " bisik suamiku.
Tepat pada waktunya. Sebab sedetik kemudian bapak-bapak tadi lewat di sampingku dan menyalip menerobos barisan orang sambil bernyanyi-nyanyi, " Ayo kita ke masjid..ayo kita ke masjid..sudah hampir terlambat ini... "
Wong gendheng, gumamku pelan. Suamiku menggenggam tanganku, memperlambat langkah. Kupahami maksudnya, dia berusaha membuat jarak antara bapak- bapak tadi denganku makin jauh. Sebab batas kesabaranku sudah habis.
Aku berterimakasih atas sikap suamiku, mencegah keributan yang tak perlu. Walau jengkelku pada tingkah Bapak- bapak itu baru hilang beberapa jam kemudian.
***
Ada banyak hal 'aneh' yang kutemui.
Suatu hari aku sedang duduk menanti waktu shalat tiba, di halaman masjid Nabawi yang saat itu sudah dipenuhi jamaah. Duduk menghadap ke muka, ke arah kiblat, beberapa menit kemudian aku menoleh sebab ada suara ribut-ribut di belakangku.
Ada tiga perempuan dengan umur beragam di situ. Satu yang paling muda memegang sebuah gelas dan dua buah botol. Dia berkata, "Tidak cukup tangannya, tidak bisa pegang."
Kupahami segera situasinya. Dia hendak mengambil air zamzam yang memang ada banyak tersedia di sekitar situ, dan seorang ibu tua yang duduk di sampingnya memintanya untuk sekalian mengisikan botol ibu tua itu.
Lalu sebab perempuan muda itu mengatakan tangannya tak bisa memegang jika ditambah satu botol lagi, maka ibu-ibu tua itu mengeluarkan sebuah kantong kresek dari tasnya dan berkata, "Pakai ini saja."