[caption id="attachment_344576" align="alignnone" width="640" caption="menjelang waktu shalat tempat di dalam Masjidil Haram sudah penuh (foto dok. Rumah Kayu)"][/caption]
Sabar, nrimo, tak perlu banyak komentar...
Itu pesan yang banyak kuterima menjelang keberangkatan untuk beribadah haji. Pesan yang selalu kuiyakan dan kuingat-ingat di dalam hati. Pesan yang ternyata... bukan hal mudah untuk dilakukan setiap hari secara konsisten. Dan inilah salah satu hikmah yang mulai kucatat dari perjalanan ibadah haji ini. Bahwa semakin hari, kita semakin dilatih untuk bersabar. Semakin hari, kita memang harus belajar untuk legowo dan easy going. Kalau tidak, rugi sendiri nanti.
Ustad pembimbing kami mengatakan, sejatinya saat kita berbuat baik, kita sedang berbuat baik terhadap diri sendiri. Saat kita berbuat buruk, maka sebenarnya kita sedang berbuat buruk terhadap diri sendiri. Hal yang dari hari ke hari makin kupelajari maknanya.
***
Jika mencari sumber kejengkelan, ada banyak hal yang bisa membuat kesal bahkan sejak hari-hari awal. Membuat hati dan pikiran kisruh, membuat mulut ingin mengomel.
[caption id="attachment_344577" align="alignnone" width="640" caption="Ada yang tega menaruh sandal dan barang-barang di karpet tempat shalat, membuat shaf shalat menjadi bolong (dok. Rumah Kayu)"]
Di Madinah, kulihat dengan tercengang seorang ibu marah-marah dengan kasar di dalam Raudhah, tempat yang disebut Taman Surga, tempat yang terletak antara rumah Rasulullah -- yang kini menjadi makamnya -- dengan mimbarnya.
Ibu itu marah-marah dengan suara keras dan kasar pada ibu lain. Dia mengatakan, "Kalau berdiri lihat-lihat dong... ngalangin begitu, saya lagi shalat jadi tidak bisa sujud!"
Yang dimarahi, sebab mungkin tak sengaja dan tak sadar, cuma bengong-bengong tak mengerti.
Bukan aku yang dimarahi tapi situasi semacam itu sempat membuatku kesal juga. Ngapain sih marah-marah di tempat seperti ini. Mbok ya nerima saja mungkin rejekinya memang sebatas bisa masuk tapi tak bisa shalat.