***
Sekian minggu setelah perjalanan haji itu usai.
Kisah tentang istri kedua yang kutemui dalam perjalanan hajiku ini belum terlupakan olehku.
Sayang sekali, setelah itu tak pernah ada kesempatan untuk mengobrol lagi sehingga pertanyaan lebih dalam tentang ijin dan adil tak pernah sempat ditanyakan. Padahal aku sungguh ingin tahu jawabnya.
Sampai belum lama ini seseorang tanpa kutanyakan memberitahuku, siapa nama suami ibu muda istri kedua itu.
Oh. Ya ampun.
Reaksiku? Nyengir lagi.
Duh, kalau saja aku tahu sejak awal... tak perlu aku berminggu- minggu ingin tahu soal apakah benar istri pertamanya ikhlas, dan apakah suaminya benar bersikap adil. Tak perlu juga aku heran soal kriteria 'punya mobil' yang sejak awal kupikir dangkal itu.
Kalau suaminya yang itu....
Tak perlu repot- repot, mbah google akan menjawab. Ada banyak cerita lama yang mengisahkan bagaimana istri pertama lelaki yang menjadi suaminya itu bahkan sempat pergi dari rumah ketika poligami itu terjadi.
Pergi dari rumah, itu jelas bukan gesture yang bisa diterjemahkan sebagai "istri pertama menyetujui", kan? Padahal sang istri kedua menyatakan, istri pertama setuju.