" Gimana dia tahu bahwa istri itu benar mengijinkan? Itu ijin di mulut aja atau benar- benar ikhlas? "
Gadis itu tertawa, tak bisa menjawab. Dia tidak memiliki informasi itu.
" Terus, tadi ditanya nggak, gimana dia bisa tahu bahwa suaminya bersikap adil pada istri pertama dan kedua? "
Yang kutanya menggeleng. Tidak ada percakapan tentang itu terjadi.
" Besok- besok, kalau ngobrol lagi, tanya ya, " kataku. " Tanyakan dua pertanyaan itu, gimana dia bisa tahu bahwa istri pertama benar ikhlas dan tanyakan bagaimana dia tahu bahwa suaminya bersikap adil. "
***
Bukan menyengaja, tapi tak terhindarkan, percakapan itu terus berputar- putar di kepalaku.
Suaminya ustad, kata ibu itu. Dan mereka dulu bertemu ketika suatu kali si lelaki sedang berada di sekitar tempat sang perempuan yang kemudian diperistrinya itu bekerja. Lelaki itu melihatnya, lalu mendekati untuk bertanya ini dan itu yang belakangan ternyata diketahui merupakan dalihnya untuk berkenalan.
Mendengar cerita itu, kupahami bahwa lelaki itu mendekat karena ketertarikan fisik. Mudah dipahami, perempuan itu memang cantik. Syah- syah saja, memang. Ada lelaki melihat perempuan cantik, mendekat, berkenalan, lalu menikah -- tidak ada yang salah kan?
Benar, tidak ada yang salah. Jika itu terjadi pada dua orang yang sama- sama lajang.
Menjadi salah di mataku setelah tahu keseluruhan ceritanya, yakni bahwa si lelaki itu ternyata sudah berkeluarga. Ada istri. Ada anak- anaknya. Lalu, kenapa dia mendekati lagi perempuan lain?