"Bertemanlah, Nak! Namun hubungan kalian tak lebih dari sekedar teman." kata Ayah Rani tegas
Mendengar pernyataan Satya yang baru saja lepas, Rani yang duduk di samping ayahnya tak mampu menahan isak tangisnya. Tubuh Rani bergunjang. Bahkan histeris.
"Tidak, Satya...!! Aku ingin bersamamu!" teriak Rani. Suara Rani kencang memenuhi ruang tamu berukuran 6 kali 4 meter itu. Nia dan Ibu Rani tergopoh dari dalam rumah untuk andil menenangkan Rani. Nia dan Ibunya membawa Rani ke dalam ruang tengah.
"Ran..!" bisik lembut ibunya, kemudian :"Jalani saja apa yang sedang terjadi. Ini semua karena sudah kehendak dan rencana baik Allah. Ingat Qur'an surat Al-A'la ayat awal; Segala ketentuan yang terjadi di dunia ini merupakan rencana Allah Swt. Tidak ada yang bisa mengubahnya, kecuali hanya Dia..." Nasehat ibu Rani yang fasih hafalan Al Qur'an.
"Tapi kenapa harus secepat ini, Ibu. Â Aku tetap ingin berteman dengan Satya. Dialah yang selalu memberi semangat untuk terus mencapai cita-citaku."
"Ya.., ya, Ran. Bersabarlah sayang. Kalau sudah jodoh tidak akan kemana-mana, Nak!"
Rani memeluk erat ibunya dan tetap terisak. Air matanya telah membasahi baju ibunya.
Sementara di ruang tamu Satya telah menyelesaikan bincang penting dengan Ayah Rani.
"Jadi, saya lebih senang bila Rani bahagia seperti yang Bapak harapkan." tegas Satya kepada Ayah Rani.
"Semoga Allah memberi kelapangan untukmu, Nak!"
"mohon pamit, Bapak. Assalmualaikum..."