1. Defisit yang Bersifat Positif
Tidak semua defisit berarti buruk. Dalam beberapa tahun terakhir, defisit APBN di Indonesia sebagian besar digunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, serta proyek strategis nasional lainnya. Hal ini memiliki dampak jangka panjang yang positif, karena infrastruktur yang memadai meningkatkan konektivitas, mempercepat distribusi barang dan jasa, serta mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Misalnya, pembangunan jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera telah mengurangi biaya logistik secara signifikan, meningkatkan daya saing industri nasional, serta membuka peluang usaha baru di daerah yang sebelumnya kurang berkembang. Selain itu, proyek seperti kereta cepat Jakarta-Bandung dan pembangunan berbagai pelabuhan modern juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi transportasi dan perdagangan dalam negeri.
Dari sudut pandang ekonomi, penggunaan defisit untuk membangun aset produktif seperti infrastruktur merupakan kebijakan yang dapat memberikan imbal hasil jangka panjang. Investasi ini akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Selama pengelolaan utang dilakukan dengan bijak, defisit ini dapat dianggap sebagai strategi yang positif.
2. Defisit yang Bersifat Netral
Defisit juga bisa bersifat netral, terutama dalam situasi krisis ekonomi global atau pandemi. Saat pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020, Indonesia mencatatkan defisit APBN sebesar Rp 956,3 triliun, atau sekitar 6,09% dari PDB. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan batas defisit yang biasanya dijaga di bawah 3% dari PDB.
Namun, dalam situasi luar biasa seperti pandemi, defisit ini bukanlah sesuatu yang bisa dihindari. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang besar untuk menanggulangi krisis kesehatan, memberikan bantuan sosial, serta menjaga stabilitas ekonomi agar daya beli masyarakat tidak anjlok.
Beberapa langkah yang diambil pemerintah selama pandemi antara lain:
- Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat miskin dan terdampak pandemi.
- Insentif bagi UMKM dan dunia usaha agar tetap bisa beroperasi meskipun dalam kondisi sulit.
- Anggaran kesehatan untuk pengadaan vaksin, alat kesehatan, serta tunjangan tenaga medis.
- Stimulus ekonomi untuk mencegah resesi yang lebih dalam.
Dalam kondisi darurat seperti ini, defisit tidak bisa dihindari dan bukan merupakan kebijakan yang salah. Bahkan, tanpa adanya defisit yang lebih besar, dampak krisis bisa jauh lebih buruk, seperti peningkatan kemiskinan yang tajam, kebangkrutan massal di sektor usaha, serta lonjakan angka pengangguran.
Namun, setelah kondisi kembali normal, pemerintah harus memiliki strategi untuk menekan kembali defisit ke level yang lebih aman. Jika tidak, beban utang akan terus bertambah dan menjadi masalah di masa depan.
3. Defisit yang Bersifat Negatif