Jika defisit terjadi secara terus-menerus tanpa ada upaya peningkatan pendapatan negara, pemerintah akan terjebak dalam ketergantungan pada utang. Hal ini bisa meningkatkan rasio utang terhadap PDB dan menciptakan beban keuangan yang besar.
Sebagai contoh, beberapa negara seperti Argentina dan Sri Lanka mengalami krisis utang karena terlalu banyak berutang untuk menutup defisit, tanpa strategi yang jelas untuk membayar kembali utang tersebut.
❌ 2. Beban Masa Depan
Setiap utang yang diambil untuk menutupi defisit harus dibayar di masa depan, baik melalui:
- Pajak yang lebih tinggi, yang bisa membebani dunia usaha dan masyarakat.
- Pemotongan subsidi, yang bisa menurunkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
- Restrukturisasi utang, yang bisa merusak kepercayaan investor.
Jika utang terus bertambah tanpa peningkatan produktivitas ekonomi, generasi mendatang akan menanggung akibatnya.
❌ 3. Risiko Inflasi dan Depresiasi Mata Uang
Jika defisit terlalu tinggi dan dibiayai dengan mencetak uang baru atau pinjaman luar negeri dalam jumlah besar, maka dampaknya bisa berbahaya:
- Inflasi melonjak, karena jumlah uang yang beredar lebih banyak dari jumlah barang dan jasa yang tersedia.
- Mata uang melemah, karena kepercayaan pasar terhadap ekonomi nasional menurun.
Sebagai contoh, Venezuela mengalami hiperinflasi akibat defisit yang tidak terkendali dan kebijakan pencetakan uang yang berlebihan.
Bagaimana Mengelola Defisit APBN dengan Bijak?
Agar defisit APBN tetap sehat dan bermanfaat, pemerintah harus memiliki strategi pengelolaan yang baik, antara lain:
✅ 1. Memastikan Defisit Digunakan untuk Investasi Produktif