Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Waspada Kemungkinan Munculnya Mafia Pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis

9 Januari 2025   15:53 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:11 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Tirto.id)

Pengantar

Program makan bergizi gratis untuk anak sekolah yang diusung oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo memang sangat menggembirakan. Pemerintah berharap program ini dapat membantu mengurangi beban ekonomi keluarga dan meningkatkan gizi anak-anak di seluruh Indonesia. Tujuan mulia ini memang layak didukung, namun program semacam ini tidak terlepas dari berbagai tantangan yang perlu dihadapi, terutama dalam hal distribusi dan pengelolaan anggaran. Salah satu tantangan terbesar yang mungkin muncul adalah potensi terjadinya mafia pangan yang dapat memanfaatkan celah dalam sistem untuk mengambil keuntungan pribadi dan merugikan pihak yang berhak, terutama anak-anak yang seharusnya menjadi penerima manfaat.

Mafia Pangan: Apa Itu dan Sejarah Singkatnya

Mafia pangan adalah kelompok atau individu yang memanipulasi rantai pasok pangan untuk meraih keuntungan besar, dengan mengorbankan kepentingan masyarakat banyak. Di Indonesia, masalah mafia pangan sudah menjadi fenomena yang berulang kali terjadi. Salah satu contoh paling mencolok adalah pada 2018, ketika terungkap kasus manipulasi harga beras bersubsidi (Raskin). Banyak beras yang seharusnya diberikan kepada keluarga miskin justru dijual dengan harga pasar, sehingga keuntungan tidak sampai ke tangan yang tepat, dan masyarakat yang membutuhkan justru menjadi korban.

Selain itu, pada 2015, Indonesia juga digemparkan dengan kasus kartel impor daging sapi. Kelompok tertentu menguasai pasokan daging, mengendalikan harga, dan memanfaatkan kebijakan impor untuk keuntungan pribadi. Bahkan dalam program bantuan sosial selama pandemi COVID-19, beberapa oknum memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan dari distribusi paket sembako, dengan cara mengurangi jumlah bahan makanan atau mengganti bahan yang lebih murah. Kejadian-kejadian semacam ini menggambarkan betapa rentannya sistem pangan di Indonesia terhadap manipulasi dan praktik korupsi yang dapat merugikan masyarakat, bahkan dalam situasi yang seharusnya mendukung mereka.

Bagaimana Mafia Pangan Bekerja

Mafia pangan bekerja dengan cara yang sangat terorganisir, seringkali dengan strategi yang sistematis dan terencana. Beberapa cara yang umum mereka lakukan untuk menguasai pasar pangan antara lain:

1. Monopoli Pasokan

Mafia pangan sering menguasai rantai pasok dari hulu ke hilir, mulai dari petani, pedagang besar, hingga distributor besar. Mereka bisa bekerja sama dengan petani, pedagang besar, atau bahkan importir untuk mengontrol pasokan dan mendominasi pasar. Dengan cara ini, mereka dapat menentukan harga bahan pangan di pasar, tanpa adanya pesaing yang berarti dan tanpa memedulikan dampak bagi konsumen.

2. Kolusi dengan Pejabat

Mafia pangan juga sering bekerja sama dengan oknum-oknum pejabat pemerintah untuk mendapatkan akses atau keuntungan khusus. Mereka dapat memanfaatkan hubungan ini untuk mendapatkan izin impor atau memenangkan tender pengadaan pangan dengan cara yang tidak adil. Kolusi ini menyebabkan pengawasan menjadi lemah, karena pihak yang seharusnya mengawasi justru terlibat dalam praktik kotor yang merugikan masyarakat luas.

3. Manipulasi Harga dan Data

Sering kali mafia pangan memanipulasi harga dan data agar mereka bisa meraih keuntungan yang lebih besar. Misalnya, mereka bisa menaikkan harga pangan secara fiktif atau mengganti bahan makanan berkualitas tinggi dengan bahan yang lebih murah, tetapi tetap mencatatnya sebagai bahan yang lebih mahal dalam laporan administrasi, sehingga mengakibatkan kerugian bagi pemerintah dan masyarakat.

Mafia Pangan dan Program Makan Bergizi Gratis

Dengan adanya program makan gratis untuk anak sekolah, potensi mafia pangan untuk mengambil keuntungan sangat terbuka lebar. Mengingat skala program yang besar, distribusi makanan ke seluruh pelosok Indonesia akan melibatkan banyak pihak—mulai dari produsen bahan pangan, distributor, hingga pengelola program di tingkat sekolah. Tanpa pengawasan yang ketat, celah untuk terjadinya praktik mafia pangan akan semakin besar dan sulit dikendalikan.

1. Monopoli Penyedia Bahan Makanan

Program makan bergizi gratis bisa menarik perhatian banyak pihak, termasuk perusahaan atau individu yang ingin menguasai pasokan bahan pangan. Jika tidak ada sistem pengadaan yang transparan dan terkontrol, bisa saja hanya ada satu atau dua penyedia yang menguasai seluruh pasokan, yang berisiko memanipulasi harga atau kualitas makanan yang diterima anak-anak.

2. Penyimpangan Kualitas dan Kuantitas

Mafia pangan seringkali memangkas kualitas bahan makanan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Dalam program makan gratis, hal ini bisa berarti penggantian bahan pangan yang lebih murah dan kurang bergizi, padahal anak-anak memerlukan makanan yang kaya akan gizi agar bisa tumbuh dengan baik dan berprestasi di sekolah. Selain itu, ada kemungkinan jumlah makanan yang didistribusikan ke sekolah dikurangi, tetapi tetap dicatat sesuai dengan anggaran yang ditetapkan, sehingga mengurangi manfaat yang seharusnya diterima oleh siswa.

3. Celah Pengawasan dan Distribusi

Distribusi makanan yang melibatkan banyak pihak sering kali menciptakan celah untuk penyimpangan. Jika pengawasan tidak cukup ketat, mafia pangan dapat memanfaatkan sistem distribusi yang rumit dan tidak transparan untuk mengambil keuntungan dengan cara yang tidak sah.

Program Serupa di Negara Lain

Mafia pangan bukan hanya masalah Indonesia. Negara-negara lain yang memiliki program makan gratis juga menghadapi tantangan serupa. Di India, misalnya, program makan siang gratis untuk anak-anak sekolah (Midday Meal Scheme) sering kali diwarnai dengan masalah korupsi. Penyelidikan menunjukkan adanya pengadaan bahan makanan yang tidak sesuai standar, kolusi antara pengelola dan penyedia, serta penyimpangan dalam distribusi yang merugikan penerima manfaat.

Di Brasil, meskipun program makan gratis cukup sukses dan bermanfaat bagi banyak anak, beberapa kasus mafia pangan juga ditemukan. Penyedia bahan makanan yang memiliki kekuasaan seringkali mengatur harga dan kualitas bahan makanan dengan cara yang merugikan program dan mengurangi efektivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan yang baik dan sistem yang transparan sangat penting untuk memastikan program makan gratis berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat yang maksimal.

Mengapa Mafia Pangan Sulit Diberantas?

Ada beberapa alasan mengapa mafia pangan sulit diberantas, antara lain:

1. Keterlibatan Pejabat atau Pengusaha Besar

Mafia pangan sering kali memiliki hubungan dekat dengan pejabat pemerintah atau pengusaha besar, yang membuat mereka sulit dijangkau oleh hukum. Kolusi antara mafia pangan dengan oknum pemerintah ini semakin memperburuk keadaan, karena pihak yang seharusnya mengawasi justru terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan masyarakat. Dalam banyak kasus, mereka bahkan mendapat perlindungan hukum atau kesulitan untuk diproses karena keterlibatannya dengan jaringan kekuasaan. Hal ini menciptakan ketidakadilan, di mana para pelaku mafia pangan bisa bergerak bebas tanpa rasa takut akan konsekuensi hukum.

2. Kurangnya Transparansi

Pengadaan dan distribusi bahan pangan yang tidak transparan memudahkan penyimpangan. Tanpa pengawasan yang ketat dan mekanisme yang jelas dalam setiap tahap distribusi, mafia pangan dapat dengan leluasa memanipulasi harga, kualitas, atau jumlah bahan pangan yang didistribusikan. Terlebih lagi, pengadaan bahan pangan sering kali dilakukan melalui tender yang rawan kecurangan, di mana penyedia bahan pangan bisa memilih siapa yang akan mendapatkan kontrak berdasarkan hubungan pribadi atau suap. Ketidakjelasan dalam sistem administrasi dan pelaporan juga mempersulit identifikasi penyimpangan, yang membuat pengawasan semakin lemah.

3. Rantai Pasok yang Panjang

Sistem distribusi pangan yang melibatkan banyak pihak—mulai dari produsen, pedagang, hingga distributor—menjadikan pengawasan lebih sulit dan membuka banyak celah. Setiap lapisan dalam rantai pasok ini memiliki potensi untuk dimanipulasi, baik dalam hal harga maupun kualitas. Ketidakjelasan dalam jalur distribusi sering kali dimanfaatkan oleh mafia pangan untuk meraih keuntungan secara ilegal, dengan cara mengalihkan bahan pangan ke pasar gelap atau menjual produk yang tidak sesuai dengan standar. Ditambah lagi, kurangnya komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam distribusi membuat koordinasi pengawasan menjadi sangat terbatas.

4. Penegakan Hukum yang Lemah

Penegakan hukum yang lemah juga menjadi faktor utama mengapa mafia pangan sulit diberantas. Proses hukum yang lambat, disertai dengan sanksi yang tidak tegas, menciptakan kesan bahwa mafia pangan bisa beroperasi tanpa takut dihukum. Selain itu, korupsi dalam penegakan hukum seringkali membuat kasus-kasus mafia pangan tidak pernah sampai ke pengadilan atau bahkan tidak ditindaklanjuti dengan serius. Keterbatasan sumber daya dalam lembaga-lembaga yang berwenang untuk menanggulangi kejahatan ini juga memperburuk keadaan, sehingga mafia pangan tetap dapat beroperasi dengan aman. Akibatnya, meskipun ada regulasi yang sudah ada, pelaku mafia pangan tetap merasa kebal hukum dan terus melakukan tindakannya tanpa rasa khawatir akan konsekuensi yang dihadapi.

Langkah-langkah Antisipatif

Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya praktik mafia pangan dalam program makan gratis untuk anak sekolah, diperlukan pendekatan yang menyeluruh, baik dari segi kebijakan, pengawasan, hingga penegakan hukum. Mengingat dampak yang bisa ditimbulkan oleh praktik mafia pangan terhadap kualitas makanan yang diterima oleh anak-anak dan potensi kerugian negara yang besar, strategi pencegahan yang efektif sangat diperlukan. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengantisipasi dan memberantas praktik mafia pangan, dengan melibatkan berbagai aspek dari kebijakan dan praktik pengelolaan yang lebih transparan hingga penguatan sistem hukum dan penegakan yang lebih tegas.

1. Peningkatan Transparansi dalam Pengadaan dan Distribusi

Transparansi adalah salah satu elemen penting dalam mencegah praktik mafia pangan. Tanpa transparansi, mafia pangan dapat dengan mudah memanipulasi harga dan kualitas bahan makanan yang didistribusikan dalam program makan gratis. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa setiap tahapan pengadaan, distribusi, dan pelaporan bahan makanan dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik.

a. Mekanisme Pengadaan yang Terbuka

Proses pengadaan bahan pangan harus dilakukan melalui sistem yang terbuka dan transparan, misalnya dengan menggunakan e-procurement (pengadaan barang dan jasa secara elektronik). Sistem ini memungkinkan semua pihak yang berminat untuk ikut serta dalam pengadaan, serta meminimalkan adanya kecurangan dan kolusi. Proses lelang dan seleksi penyedia juga harus dilakukan dengan jelas dan tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Penyedia yang terpilih harus memenuhi standar kualitas dan memiliki rekam jejak yang baik.

b. Pelaporan yang Dapat Diakses Publik

Setiap pengadaan dan distribusi bahan pangan harus disertai dengan laporan yang transparan, yang dapat diakses oleh masyarakat. Misalnya, laporan tentang jumlah bahan makanan yang dipesan, harga yang dibayar, dan jumlah yang diterima oleh sekolah-sekolah harus dipublikasikan melalui situs web pemerintah atau platform yang bisa dipantau oleh publik dan masyarakat sipil. Ini akan memudahkan deteksi dini apabila terjadi penyimpangan dalam distribusi.

c. Sistem Pengawasan yang Berlapis

Pengawasan yang ketat pada setiap tahap distribusi pangan sangat diperlukan untuk memastikan bahwa bahan makanan yang diterima oleh anak-anak di sekolah sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Sistem pengawasan ini tidak hanya harus dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dapat memberikan pengawasan independen. Dengan demikian, mafia pangan tidak akan memiliki ruang untuk memanipulasi sistem tanpa terdeteksi.

2. Meningkatkan Keterlibatan Masyarakat dan Stakeholder

Selain pemerintah, keterlibatan masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan lainnya sangat penting dalam memastikan kesuksesan program makan gratis dan mengurangi risiko praktik mafia pangan.

a. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat di tingkat desa atau sekolah untuk berpartisipasi dalam proses pengawasan sangat penting. Setiap sekolah bisa membentuk kelompok pengawas yang terdiri dari orang tua siswa, tokoh masyarakat, dan perwakilan dari lembaga pendidikan. Kelompok ini bertugas untuk memantau kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan kepada siswa. Selain itu, mereka juga bisa memberikan umpan balik kepada pemerintah mengenai kondisi distribusi dan kualitas makanan yang diterima.

b. Pelibatan LSM dan Media

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berfokus pada isu pangan dan gizi juga bisa dilibatkan dalam proses pengawasan. Mereka dapat melakukan audit independen terhadap pengadaan bahan makanan dan distribusinya, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah tentang perbaikan sistem yang ada. Selain itu, media massa dan media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk mendeteksi dan menyebarkan informasi mengenai praktik mafia pangan yang mungkin terjadi, sehingga memicu respons cepat dari pihak berwenang.

3. Peningkatan Kualitas dan Standar Pangan

Untuk mengurangi potensi mafia pangan, pemerintah perlu memastikan bahwa kualitas bahan makanan yang diberikan dalam program makan gratis benar-benar memenuhi standar gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak. Hal ini juga mencakup pengaturan harga yang adil, sehingga mafia pangan tidak bisa memanipulasi pasokan atau harga bahan makanan.

a. Penyusunan Standar Kualitas Pangan

Pemerintah harus menetapkan standar kualitas bahan makanan yang ketat dan sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak. Setiap bahan pangan yang diterima oleh sekolah harus melalui uji kualitas yang dilakukan oleh lembaga yang berkompeten. Selain itu, setiap penyedia bahan makanan harus dilatih tentang standar kualitas dan prosedur pengiriman yang benar.

b. Pemilihan Penyedia yang Terpercaya

Penyedia bahan makanan dalam program makan gratis harus dipilih berdasarkan kredibilitas dan kemampuan untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Pemerintah dapat melakukan seleksi yang ketat dan berulang terhadap penyedia bahan pangan untuk memastikan tidak ada praktik manipulasi kualitas atau kuantitas bahan makanan. Penyedia yang terbukti berulang kali melanggar aturan harus dikeluarkan dari daftar penyedia.

c. Pemantauan Pasokan Secara Berkala

Untuk memastikan bahan makanan yang didistribusikan tetap dalam kondisi baik, perlu ada pemantauan terhadap rantai pasok dari produsen hingga sekolah. Pemerintah dapat melibatkan lembaga independen untuk melakukan audit secara berkala terhadap kualitas dan kelayakan bahan makanan yang diterima. Dengan cara ini, mafia pangan yang berusaha menyelundupkan bahan berkualitas rendah atau mengganti bahan dengan yang lebih murah dapat segera terdeteksi.

4. Penguatan Penegakan Hukum dan Sanksi yang Tegas

Penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku mafia pangan. Tanpa adanya sanksi yang jelas dan tegas, mafia pangan akan merasa bebas untuk melakukan kecurangan, karena mereka merasa tidak ada konsekuensi yang berat bagi mereka.

a. Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum

Penegak hukum seperti polisi dan jaksa harus diberi pelatihan yang memadai mengenai kasus-kasus mafia pangan dan tindak pidana korupsi terkait pangan. Mereka harus memahami cara-cara mafia pangan beroperasi, serta memiliki pemahaman yang kuat tentang hukum yang mengatur distribusi pangan dan pengadaan barang dan jasa. Selain itu, mereka juga perlu diberi akses ke data dan sistem yang memudahkan pengawasan dan investigasi kasus mafia pangan.

b. Sanksi yang Tegas dan Tidak Tertunda

Sanksi terhadap pelaku mafia pangan harus cukup tegas untuk memberikan efek jera. Pelaku yang terbukti melakukan penyimpangan dalam pengadaan atau distribusi pangan harus dihadapkan pada proses hukum yang cepat dan tanpa penundaan. Selain itu, sanksi harus mencakup hukuman pidana dan denda yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan mereka.

c. Pengadilan Khusus untuk Kasus Mafia Pangan

Pemerintah bisa mempertimbangkan untuk membentuk pengadilan khusus yang menangani kasus-kasus mafia pangan dan korupsi terkait pangan. Dengan adanya pengadilan khusus ini, proses hukum bisa lebih cepat dan fokus, dan pelaku dapat segera diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.

5. Kolaborasi Antar-Pihak dan Negara

Mengatasi mafia pangan tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak saja, tetapi memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat, serta lembaga internasional. Negara-negara lain yang memiliki pengalaman dalam menghadapi mafia pangan dapat berbagi pengetahuan dan solusi yang sudah terbukti efektif.

a. Kerja Sama dengan Negara Lain

Pemerintah Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan negara-negara yang memiliki pengalaman dalam memberantas mafia pangan, seperti India dan Brasil, untuk mempelajari metode pengawasan dan kebijakan yang mereka terapkan. Dengan berbagi pengetahuan dan praktik terbaik, Indonesia dapat mengoptimalkan sistem pengawasan pangan di dalam negeri.

b. Kolaborasi dengan Sektor Swasta

Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk menciptakan sistem pengadaan pangan yang efisien dan transparan. Perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang pangan bisa diajak untuk berpartisipasi dalam program makan gratis, dengan memberikan pasokan bahan pangan yang memenuhi standar dan dapat diawasi dengan ketat.

Praktik mafia pangan adalah masalah serius yang bisa merusak tujuan program makan gratis untuk anak sekolah. Untuk mengantisipasi praktik mafia pangan, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup peningkatan transparansi, penguatan pengawasan, penegakan hukum yang tegas, serta keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan. Dengan langkah-langkah ini, potensi mafia pangan dapat diminimalkan, dan program makan gratis dapat berjalan dengan efektif, memberikan manfaat nyata bagi anak-anak Indonesia tanpa adanya penyimpangan yang merugikan masyarakat.

Kesimpulan

Mafia pangan merupakan ancaman serius yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan program makan gratis untuk anak sekolah. Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada niat baik pemerintah, tetapi juga pada sistem pengawasan dan pengelolaan yang ketat dan transparan. Jika potensi mafia pangan tidak diantisipasi dengan baik, anggaran yang besar bisa terbuang sia-sia, kualitas makanan bisa merosot, dan yang lebih buruk lagi, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan institusi terkait.

Agar program makan gratis ini dapat berjalan dengan sukses dan memberikan manfaat yang optimal, penting untuk menjaga transparansi dalam pengadaan dan distribusi bahan pangan, serta memperkuat pengawasan di semua lini. Dengan pengelolaan yang tepat dan pengawasan yang ketat, manfaat program ini bisa benar-benar dirasakan oleh anak-anak Indonesia, tanpa ada pihak yang mengambil keuntungan secara tidak sah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun