Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Corpus Juris Civilis, Fondasi Hukum Modern

13 Oktober 2024   21:33 Diperbarui: 13 Oktober 2024   22:13 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cambridge.org

Corpus Juris Civilis, atau yang dikenal sebagai Kompilasi Hukum Justinianus, adalah salah satu warisan terbesar dari Kekaisaran Romawi dalam bidang hukum. Disusun pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus I (527--565 M) di Kekaisaran Bizantium, kodifikasi ini menjadi landasan bagi sistem hukum di banyak negara modern, terutama negara-negara yang menganut tradisi civil law. 

Meskipun dihasilkan lebih dari 1.400 tahun yang lalu, asas-asas yang dilahirkan dari Corpus Juris Civilis masih relevan dan diaplikasikan dalam sistem hukum hingga saat ini.

Latar Belakang Penyusunan Corpus Juris Civilis

Pada awal abad ke-6 Masehi, Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) berada di bawah pemerintahan Kaisar Justinianus, yang memiliki visi untuk mengembalikan kejayaan hukum Romawi Kuno. 

Hukum Romawi yang telah berkembang selama lebih dari seribu tahun menjadi begitu kompleks dan tersebar dalam berbagai bentuk, sehingga sulit untuk diterapkan secara konsisten. Oleh karena itu, Justinianus memerintahkan kodifikasi ulang hukum-hukum tersebut agar lebih terstruktur dan mudah diakses.

Dengan bantuan Tribonian, seorang ahli hukum terkemuka pada masanya, Justinianus memimpin proses kodifikasi yang menghasilkan Corpus Juris Civilis. Karya besar ini terdiri dari empat bagian utama:

1. Codex Justinianus -- kumpulan undang-undang kekaisaran.

2. Digesta (Digest) -- kumpulan pandangan dan opini para ahli hukum Romawi.

3. Institutiones (Institutes) -- buku ajar untuk para mahasiswa hukum.

4. Novellae Constitutiones (Novels) -- undang-undang baru yang diterbitkan selama pemerintahan Justinianus.

Kodifikasi ini tidak hanya menjadi instrumen hukum bagi Bizantium, tetapi juga menjadi dasar hukum bagi Eropa pada Abad Pertengahan dan seterusnya, terutama setelah Kebangkitan Hukum Romawi di Eropa Barat pada abad ke-11.

Asas-Asas Hukum yang Dilahirkan dari Corpus Juris Civilis

Corpus Juris Civilis melahirkan sejumlah asas hukum yang sangat penting dan masih relevan dalam sistem hukum modern. Berikut ini adalah beberapa asas utama:

1. Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Harus Dihormati)

Salah satu asas yang paling penting dalam hukum kontrak modern adalah pacta sunt servanda, yang berarti "perjanjian harus dihormati." Asas ini menegaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuatnya dan harus dipenuhi sesuai dengan yang telah disepakati. Ini adalah fondasi bagi seluruh sistem hukum kontrak, yang mengatur bagaimana para pihak dalam suatu perjanjian harus menepati janji dan kewajiban mereka.

Alan Watson, seorang ahli hukum Romawi, mencatat bahwa asas ini adalah cerminan dari ketertiban sosial yang dijaga melalui kesepakatan hukum. Dalam bukunya The Spirit of Roman Law (1995), Watson menekankan bahwa pacta sunt servanda memberikan stabilitas dalam hubungan kontraktual yang tetap relevan di era modern. "Prinsip ini adalah jantung dari interaksi kontrak, baik di era Romawi maupun dalam konteks bisnis global hari ini," tulis Watson.

2. Culpa (Asas Kesalahan)

Dalam Corpus Juris Civilis, konsep culpa atau kesalahan menjadi dasar penting dalam menentukan tanggung jawab hukum, terutama dalam konteks hukum perdata dan pidana. Asas ini menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban jika ada unsur kesalahan, baik berupa kesengajaan (dolus) maupun kelalaian (negligence). 

Hal ini memberikan dasar bagi banyak sistem hukum modern, terutama dalam menentukan apakah seseorang dapat dikenai hukuman atau tanggung jawab perdata atas suatu tindakan.

Contohnya, dalam hukum perdata modern, asas culpa digunakan untuk menilai apakah seseorang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan kepada pihak lain dalam konteks tort atau wanprestasi. Dalam hukum pidana, culpa membedakan antara kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan kejahatan yang diakibatkan oleh kelalaian.

David Johnston, seorang sejarawan hukum dari University of Cambridge, dalam bukunya Roman Law in Context (1999), menyebutkan bahwa culpa memberikan fleksibilitas dalam penilaian hukum yang memungkinkan hakim untuk mempertimbangkan niat dan keadaan pelaku dalam setiap kasus. "Asas ini memungkinkan keadilan yang lebih manusiawi, karena hukuman tidak hanya didasarkan pada tindakan, tetapi juga pada keadaan di balik tindakan itu," ujar Johnston.

3. Lex Retro Non Agit (Hukum Tidak Berlaku Surut)

Asas lex retro non agit, atau hukum tidak berlaku surut, adalah prinsip hukum yang melarang penerapan undang-undang pada peristiwa yang terjadi sebelum undang-undang tersebut disahkan. 

Prinsip ini memberikan perlindungan bagi kepastian hukum dan mencegah orang dihukum atas tindakan yang, pada saat dilakukan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Asas ini penting dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum, karena tanpa asas ini, individu atau entitas dapat dihukum untuk tindakan yang dilakukan sebelum hukum yang melarang tindakan tersebut diundangkan.

Hans Kelsen, seorang ahli hukum terkenal, menyebutkan bahwa lex retro non agit adalah salah satu pilar fundamental dalam negara hukum. Dalam bukunya General Theory of Law and State (1945), Kelsen menjelaskan bahwa penerapan retroaktif dari undang-undang akan menghilangkan kepastian hukum dan membuat hukum tidak dapat diandalkan oleh masyarakat. "Tanpa asas ini, hukum akan menjadi alat tirani yang tidak dapat diprediksi," tegas Kelsen.

4. Iustitia (Asas Keadilan)

Corpus Juris Civilis juga mencantumkan definisi formal dari keadilan dalam Institutiones, yaitu: "Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi"---keadilan adalah keinginan yang konstan dan abadi untuk memberikan hak kepada setiap orang sesuai dengan yang berhak. Asas ini menekankan bahwa keadilan adalah prinsip moral yang memandu penerapan hukum, di mana setiap orang harus mendapatkan apa yang layak sesuai dengan hukum.

Asas ini mendasari seluruh sistem hukum perdata modern dan menjadi prinsip moral utama dalam penerapan undang-undang. Keadilan di sini diartikan sebagai distribusi hak dan kewajiban secara adil sesuai dengan keadaan masing-masing pihak.

Menurut Prof. John W. Cairns, seorang pakar hukum dari University of Edinburgh, keadilan yang dijelaskan dalam Corpus Juris Civilis adalah salah satu pemikiran paling maju dari hukum kuno. 

"Pemikiran tentang keadilan yang konstan dan abadi ini menjadi landasan bagi pengembangan konsep-konsep keadilan substantif yang kini digunakan dalam hukum modern," tulisnya dalam esainya tentang sejarah hukum Romawi.

5. Imperium (Kekuasaan Negara atas Warga Negara)

Konsep imperium dalam hukum Romawi merujuk pada kekuasaan yang dimiliki oleh negara atau penguasa untuk menegakkan hukum dan mempertahankan ketertiban. Dalam Corpus Juris Civilis, negara memiliki hak eksklusif untuk menetapkan undang-undang dan menegakkannya terhadap semua warga negara.

Konsep ini menjadi dasar dari kedaulatan hukum atau rule of law, yang berarti bahwa negara berdaulat memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum di wilayahnya, dan setiap individu tunduk pada hukum yang berlaku.

 Imperium menegaskan bahwa otoritas hukum negara lebih tinggi dari otoritas individu atau kelompok, sebuah prinsip yang menjadi fondasi bagi banyak sistem hukum modern.

Pengaruh Corpus Juris Civilis dalam Sistem Hukum Modern

Pengaruh Corpus Juris Civilis sangat luas dan mendalam, terutama dalam sistem civil law yang dianut oleh negara-negara seperti Jerman, Prancis, Italia, dan Indonesia. 

Banyak asas yang dilahirkan dari Corpus Juris Civilis diadopsi ke dalam Code Napolon di Prancis pada abad ke-19, yang kemudian menjadi referensi utama bagi negara-negara lain dalam menyusun undang-undang mereka.

Prof. Peter Stein, seorang sejarawan hukum Romawi, menyebutkan bahwa "Corpus Juris Civilis tidak hanya mempengaruhi pemikiran hukum pada zamannya, tetapi juga membentuk cara kita memahami dan mempraktikkan hukum di dunia modern." (Roman Law in European History, 1999).

Kesimpulan

Corpus Juris Civilis adalah karya monumental yang melahirkan berbagai asas hukum yang menjadi fondasi bagi sistem hukum modern. Asas-asas seperti pacta sunt servanda, culpa, lex retro non agit, dan iustitia masih menjadi bagian penting dari hukum perdata, pidana, dan administratif di berbagai negara. Dengan pengaruh yang luas dan relevansi yang terus bertahan hingga hari ini, Corpus Juris Civilis menjadi salah satu warisan hukum terbesar dari peradaban manusia.

Referensi:

1. Watson, Alan. The Spirit of Roman Law. University of Georgia Press, 1995.

2. Johnston, David. Roman Law in Context. Cambridge University Press, 1999.

3. Stein, Peter. Roman Law in European History. Cambridge University Press, 1999

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun