"Tama, Bunda ada di rumah? Rencana kita mau main ke rumah Kamu. Pasti kalau pergi keluar rumah, Kamu tidak boleh,"tutur Renal sambil memainkan gitar.
Sebulan berteman, Renal sudah cukup hapal dengan kehidupan Tama. Tidak boleh bermain di luar rumah, pulang sekolah selalu dijemput sang Bunda dan Tama adalah siswa dengan kepintaran di atas rata-rata. Ia bisa menyaingi nilai fisika Hinan dan unggul dalam mata pelajaran apapun selain bahasa indonesia.
Kehidupan Tama berjalan dengan baik, jauh lebih baik dari sebelumnya. Semua ini berkat ia bertemu teman seperti Hinan, Tian dan Renal. Mereka menerima dan mengerti tentang kondisi Tama, jika dalam kusulitan mereka bersedia mengulurkan tangan untuk membantu Tama.
Tempat berkumpul Hinan, Kian dan Renal sekarang adalah rumah Tama. Mereka sudah menganggap Tama teman dekat, malahan mereka sudah sangat akrab dengan Bunda Tama. Bunda Tama turut senang, melihat putranya mendapatkan teman yang baik.
 "Tam, mau ikut lomba film pendek?" tanya Hinan tiba-tiba.
Tama terkejut mendengar penawaran Hinan, ia sekit terhina. Padahal Tama tahu, Hinan tidak berniat menghinanya. Namun ucapan kata yang Hinan pilih tidak tepat, terdengar sedang menghina.
"Tidak, Aku tidak punya bakat."
"Bohong banget, waktu tugas minggu lalu nilai Kamu paling tinggi. Bakat kamu ada Tam, Pak Karno saja bilang seperti itu. Punya bakat harus dikembangkan, siapa tahu rezeki Kamu memang di film pendek."
Minggu lalu mereka mendapatkan tugas dari Pak Karno, guru kesenian. Satu angkatan diwajibkan membuat vidio dengan mengandalkan kreatifitas mereka. Tama memperoleh nilai paling tinggi dari angkatan kelas 11, Pak Karno kagum melihat kreatifitas Tama dalam membuat vidio.
"Dengan keterbatasaan, apa Aku pantas mengikuti perlombaan? Pasti banyak perserta lain yang lebih hebat."
Mendengar penuturan Tama mampu mengiris hati. Tidak mudah menjalani hari dengabn keterbatasan, Tama adalah manusia hebat. Mampu bertahan hidup dengan keterbatasaan yang ia miliki, pasti berat menjalani kehidupan seperti Tama.