"Abang, dengarkan Bunda. Abang harus percaya diri, Abang harus buktikan bahwa orang dengan keterbatasaan itu mampu mengapai cita-citanya. Sedari kecil, Abang memang sudah mempunyai kreatifitas tinggi."
Setiap kata terucap bagaikan sihir, mampu menenangkan hati Tama. Bunda selalu memberi arahan kitita Tama sedang kebingungan. Sebuah keberuntungan Tama memiliki Bunda, yang selalu bersedia melindungi dan menjaga.
"Abang butuh persetujuan Ayah, nanti Ayah marah kalau Abang belum izin."
Bunda tersenyum melihat putranya mulai tumbuh menjadi remaja, teringat dulu Tama sering meminta izin untuk di belikan ice cream, sekarang ia meminta izin untuk mengikuti perlombaan.
Tok...tok... tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari halaman depan rumah. Bunda beranjak duduk, berniat untuk membukakan pintu untuk tamu. Tama menahan tangan Bunda, mengode untuk di dorong kursi rodanya kedepan, ia teringat bahwa teman-temannya ingin bermain di rumah.
"Bun, Abang ikut. Kayanya itu teman-teman Abang, di sekolah Renal bilang ingin bermain ke rumah."
Bunda mendorong kursi roda  Tama sampain ruang tamu, setelahnya Bunda membukakan pintu untuk tamu. Laki-laki menggunakan PDH tentara, tanpa pikir panjang Bunda mempersilahkan tamunya untuk masuk.
"Sebelumnya Saya izin memperkenalkan diri, Saya Komandan Yonif 611 Awang Long, atasan Serma Rahajaksa Wicaksana. Saya ingin menyampaikan kabar duka."
***
"Selamat ulang tahun, Ayahku."