Mohon tunggu...
Rachman Syarief
Rachman Syarief Mohon Tunggu... -

Jurnalis lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dipatahkan untuk Menguatkan

7 Agustus 2017   17:16 Diperbarui: 7 Agustus 2017   17:37 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tepat di ujung kafe "Gula Kopi" mereka duduk, saling menatap tapi tak bicara.

"Gue pamit pergi ko," ucap Aya mengagetkan Niko.

Niko tak menjawab, suasana kembali hening, hanya ada alunan musik khas kafe yang membuat suasana semakin tenang. Dipandanginya raut muka Aya dengan seksama, lalu beralih pada dinding-dinding yang dihiasi banyak tulisan dan gambar-gambar menarik yang ada dalam kafe favorit mereka, hingga akhirnya pandangan Niko jatuh tepat dimata Aya.

"Lo itu satu-satunya wanita bodoh yang pernah gue kenal!" ucap Niko dengan nada marah.

"Lo nggak tahu rasanya di sakitin, rasanya ngeliat orang yang lo cinta ninggalin lo buat orang lain ko, lo nggak tahu itu" ucap Aya dengan nada memuncak sembari memukul dada Niko dengan tangan kanannya.

Aya tak peduli dengan orang sekitarnya yang mulai memandang aneh kepada mereka. Tanpa sadar Niko langsung memeluk tubuh Aya dengan erat, berusaha menenangkan kegelisahannya. Air mata Ayapun membasahi kemeja biru muda yang dipakai Niko.

"Aya, gue pernah ngerasain sakit lebih dari yang lo rasain sekarang, pernikahan udah hampir gue genggam, dan tanpa gue tahuuuu. Wanita yang gue yakini bisa bahagiain gue. Ternyata, dia udah lama ngejalin hubungan dengan sahabat gue sendiri. Gue sakit ya, frustasi, hampir 2 tahun hidup gue terasa mati.

Tapi sekarang gue sadar, patah hati itu untuk memperkuat hati kita. Sekarang gue harap lo nggak usah takut, ada gue yang berusaha selalu ada di samping lo," ucap Niko dengan nada lirih lalu mengusap air mata Aya dengan lembut.

***

Jarum jam terus melaju, tepat pukul 22.00 WIB, Niko menyadarkan Aya yang sedari tadi terdiam. Secangkir kopi Vietnam dan segelas coco ice yang berada di meja kayu antik, tak sedikitpun mereka sentuh.

Lalu, Niko menggenggam tangan Aya, menarik tangan kirinya agar saling berhadapan, ditatapnya mata Aya, ada getaran hebat yang mengalir di tubuh keduanya. Aya masih diam, hanya membalas tatapan kosong pada Niko.

"Lo tahu ya, jujur... Gue termasuk orang yang paling sakit ketika ngeliat lo disakitin, dan bodohnya gue.. Gue jatuh cinta sama lo sejak saat 1 tahun yang lalu, jatuh cinta sama wanita yang jelas-jelas udah punya pasangan, maafin gue ya, gue baru bisa jujur sekarang karna."

Belum selesai Niko bicara, Aya memotongnya.

"Gue nggak mau ngejadiin lo sebagai pelampiasan gue, gue bisa sendiri," jawab Aya singkat dengan melepas tangan Niko yang sedaritadi menggenggamnya.

"Udah malam, gue mau pulang".

Lalu mereka pulang dengan saling diam.

***

Pagi terasa sepi, Aya berkali-kali melihat telepon genggamnya, dia merasa gelisah karna sudah seminggu lebih Niko tak menghubunginya.

"Uhuk-uhuk" tiba-tiba suara batuk mengagetkannya, tangan putih dan lembut melengkung melingkari bahu wanita yang sedang gelisah itu.

"Ah mamah, bikin kaget Aya aja".

"Lagian, anak mamah ini kok pagi-pagi sudah melamun, mikirin apa sayang?" tanya wanita separuh baya yang pasih terlihat sangat segar itu.

"Mikirin Niko mah, udah seminggu ini dia nggak pernah ada kabar," jawab Aya dengan memeluk manja mamahnya.

"Kamu merasa kehilangan dia?" tanya mamah.

"Iya mah, Aya baru sadar. Niko lah yang bisa nguatin Aya mah".

"Kalau memang cinta, temui dia sekarang di taman kota, tadi malam Niko telfon mamah, dia cinta kamu Ayaaaa. Dan mamah lebih tenang kalo Niko yang menjagamu," ucap mamah yang tak henti-henti mencubit hidung anak semata wayangnya itu.

Aya memeluk tubuh mamahnya dan langsung bergegas meluncur ke taman kota.

***

Dipandangi, sekeliling taman yang mulai ramai, orang-orang di sekitar taman terlihat sibuk dengan aktifitas masing-masing.

Tukang siomay, cilok, ice cream dan lain yang selalu ada di setiap kali Aya mengunjungi taman itu. Beberapa orang pedagangpun mengenal Aya dan Niko dengan baik. Dulu, hampir setiap hari Aya dan Niko nongkrong di taman kota itu.

"Mbak Aya nyari mas Niko ya?" tegur salah satu pedagang.

"Iya bang, abang lihat?" tanya Aya.

"Di sana mbak, dekat danau," jawab pedagang dengan mengacungkan jarinya.

"Terima kasih bang".

Belum sempat di jawab, Aya langsung berlari menuju Niko. Dari kejauhan terlihat punggung lelaki yang dirindukannya itu, dalam hati Aya sudah tak sabar ingin menemuinya.

Ketika jarak yang sudah tak jauh lagi dari Niko, Aya berhenti. Berusaha mengumpulkan nafas dan keberanian untuk memanggil Niko yang duduk membelakanginya itu.

"Nikoooo..."

Dengan cepat Niko langsung berbalik badan dan memberikan senyuman termanisnya untuk Aya. Niko mulai berjalan mendekati Aya, Ayapun lari memeluk Niko.

"Maafin gue, Ko," terdengar lirih rendah ucapan Aya hampir tak terdengar.

"Gue yang salah," kata Niko.

"Enggak, justru gue baru sadar kalo elo adalah laki-laki yang bisa nguatin gue, seminggu ini gue ngerasa kehilangan elo, gue sayang elo Ko".

"Jadi sekarang lo mau kalo gue jadi obat sakit hati elo?" tanya Niko penuh harap.

Aya hanya menganggukan kepalanya dengan pelan, tanda mengiyakan. Setelah pertemuan di taman siang itu, mereka menjadi sepasang kekasih yang membuat teman-teman mereka iri.

Niko selalu memanjakan Aya, memberikan banyak kejutan untuk Aya. Karena bagi Niko, kebahagiaan terbesarnya adalah ketika melihat Aya tertawa lepas tanpa ada tangis.

***

Suatu malam, ketika Aya sedang menikmati makan malamnya bersama mamahnya, tiba-tiba handphone Aya berdering, terlihat ada nama Dinda sahabat terdekat Aya ada dalam layar ponselnya.

"Sebentar ya mah, Dinda nelpon," ijin Aya pada mamahnya.

"Ya... Lo lagi ngapain? Maaf yah kalo gue harus ngomong ini, gue nggak mau ngeliat sahabat tersayang gue semakin ngerasain sakit," suara Dinda terdengar jelas dari sebrang telpon.

"Apaan sih Din, lo bikin gue parno aja," tanya Aya penasaran.

"Cepet sekarang juga, lo ke taman kota. Gue ngeliat Niko jalan sama mantannya," kata Dinda tanpa basa basi.

Deg...

Ucapan Dinda membuat hati Aya tak menentu. Aya langsung mematikan ponselnya dan berlari keluar rumah tanpa pamit pada mamahnya.

Dalam perjalanan, air mata Aya tak henti-hentinya mengalir.

"Lo tega Ko, lo satu-satunya lelaki yang paling gue percaya, dan nyatanya lo nusuk gue dari belakang... Matahin dua-duanya sayap yang gue punya, gue benci elo Ko," gumam Aya dalam hati.

***

Dipandanginya lekat-lekat disetiap sudut taman, berharap dia secepatnya menemukan si penghianat itu. Matanya menangkap sepasang laki-laki dan perempuan sedang berhadapan tepat di bawah lampu kuning dan duduk di bangku taman berwarna kecoklatan. Sepertinya, bangku itu, bangku yang sering Aya dan Niko duduki ketika mereka berada di taman itu.

Tanpa berfikir panjang, Aya memilih pergi meninggalkan pemandangan yang menyayat hatinya itu. Meninggalkan tempat yang sudah membuatnya bahagia sekaligus terluka. Aya memilih pulang.

Malam terlihat sepi, sendu. Hanya ada suara sesenggukan dan percikan tangis kekecewaan yang keluar dari mulut dan mata Aya.

Tiba-tiba, lamunannya dikagetkan oleh deringan ponsel yang berada tepat di meja belajar samping tempat tidur. Tapi, Aya tak menghiraukannya, dia memilih bergelut dengan rasa sakitnya. Walau hampir tujuh kali, ponselnya berdering, Aya tetap tak menghiraukannya.

***

"Tok tok tok..." suara pintu kamar Aya.

"Ayaaa, mamah masuk yaaa? Ah, anak mamah kok belum bangun, itu di bawah ada nak Niko sayang. Ayo cepat kamu mandi, mamah tunggu di bawah," ucap mamah dan berlalu.

Aya langsung bergegas membersihkan diri dan memberanikan diri untuk menemui Niko.

"Mau ngapain lagi lo kesini Ko?" tanya Aya dengan nada jutek.

"Lo kenapa, Ya? Gue salah apa dari semalem didiemin begini?" tanya balik Niko dengan nada lembut.

"Lo udah bikin gue jatuh untuk kedua kalinya, dan gue nggak mau ngeliat muka lo lagi, makasih untuk semuanya," Aya beranjak pergi meninggalkan Niko.

"Tolong jelasin apa yang sebenarnya terjadi, Ya" teriak Niko menghentikan langkah Aya.

"Gue bakal berusaha sekuat mungkin nglepas elo, ngorbanin perasaan gue untuk kebahagiaan elo dan mantan elo, Ko" jawab Aya dengan nada serak menahan tangis.

"Ya... Maafin gue, gue yang salah karna nggak mau terbuka sama elo, sekarang gue tahu apa yang membuat lo sakit. Tapi gue berani sumpah, kalo lo itu cuma salah paham. Apa yang lo liat semalem itu nggak seperti apa yang lo fikirkan," sejenak suasana menjadi sepi, lalu Niko mendekati Aya.

"Lihat mata gue, semalen gue emang ketemuan sama mantan gue, tapi itu semua gue lakuin karna gue cuma mau ngomong sama dia kalo jangan gangguin gue lagi, terlebih gangguin hubungan kita. Karna selama ini, dia masih berusaha gangguin gue Ya, itu aja. Gue sayang sama elo Ya, gue mau lo jadi satu-satunya wanita yang nemenin gue sampe tua, gue mau nikah sama elo Ya..".

Aya langsung berbalik badan dan menghamburkan peluknya kepada Niko. Air mata kesedihan kini berubah menjadi air mata kebahagiaan.

~TAMAT~

Penulis : Ririn F.

Tangerang, 03 Agustus 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun