Suatu malam, ketika Aya sedang menikmati makan malamnya bersama mamahnya, tiba-tiba handphone Aya berdering, terlihat ada nama Dinda sahabat terdekat Aya ada dalam layar ponselnya.
"Sebentar ya mah, Dinda nelpon," ijin Aya pada mamahnya.
"Ya... Lo lagi ngapain? Maaf yah kalo gue harus ngomong ini, gue nggak mau ngeliat sahabat tersayang gue semakin ngerasain sakit," suara Dinda terdengar jelas dari sebrang telpon.
"Apaan sih Din, lo bikin gue parno aja," tanya Aya penasaran.
"Cepet sekarang juga, lo ke taman kota. Gue ngeliat Niko jalan sama mantannya," kata Dinda tanpa basa basi.
Deg...
Ucapan Dinda membuat hati Aya tak menentu. Aya langsung mematikan ponselnya dan berlari keluar rumah tanpa pamit pada mamahnya.
Dalam perjalanan, air mata Aya tak henti-hentinya mengalir.
"Lo tega Ko, lo satu-satunya lelaki yang paling gue percaya, dan nyatanya lo nusuk gue dari belakang... Matahin dua-duanya sayap yang gue punya, gue benci elo Ko," gumam Aya dalam hati.
***
Dipandanginya lekat-lekat disetiap sudut taman, berharap dia secepatnya menemukan si penghianat itu. Matanya menangkap sepasang laki-laki dan perempuan sedang berhadapan tepat di bawah lampu kuning dan duduk di bangku taman berwarna kecoklatan. Sepertinya, bangku itu, bangku yang sering Aya dan Niko duduki ketika mereka berada di taman itu.