Mohon tunggu...
Rosa Loyalin
Rosa Loyalin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Menjadi seorang ibu adalah cita-citaku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel

11 September 2023   12:20 Diperbarui: 11 September 2023   12:20 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jurnal 1

Nama Review : Rosa Loyalin / 39 / 4446

Nama Dosen : Bapak Markus Marselinus Soge,. S.H., M.H.

Judul : Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual

Nama Penulis : Rosania Paradiaz, Eko Soponyono

Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbit : Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2022

Volume & Halaman : Vol 4 No 1

Link Artikel : https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/13545

Pendahuluan : Kekerasan seksual dimaknai sebagai suatu tindak kekerasan yang dilakukan dengan cara memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak dikehendakinya, pada kekerasan seksual tidak hanya menyerang fisik tetapi secara tidak langsung juga menyerang mental korbannya, kekerasan seksual terjadi diberbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa, bahkan tidak hanya Perempuan, laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual. Disebutkan bahwa segala bentuk kekerasan merupakan pelanggaran HAM dan harus dihilangkan termasuk juga kekerasan seksual, permasalahannya adalah hukum Indonesia belum sepenuhnya memberikan konsekuensi hukum yang tegas kepada pelaku dan perlindungan bagi korban, jurnal ini berfokus pada perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam hukum pidana Indonesia dan juga bagaimana pembuktian kasus kekerasan seksual dan urgensi Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual.

Konsep/Teori & Tujuan penelitian : Pembahasan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual dalam hukum pidana Indonesia, serta bagaimana pembuktian kasus kekerasan seksual dan juga urgensi Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual.

Metode Penelitian Hukum Normatif

Obyek Penelitian : Penelitian Sistematika Hukum, adalah penelitian yang membahas tentang pengertian pokok dalam hukum seperti subyek hukum, hak dan kewajiban, hubungan hukum dan obyek dalam peraturan perundang-undangan.

Pendekatan Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan bagian dari tipology penelitian doctrinal. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Jenis & Sumber data : Sumber data yang dipakai oleh artikel ini ialah data sekunder.berupa rancangan peraturan perundang-undangan dan laporan hasil penelitian hukum.

Teknik Pengumpulan, pengolahan dan analisis data : Pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan, data sekunder dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang kemudian dana dianalisis menggunakan analisis deskriptif-kualitatif

Hasil Penelitian : Hukum di Indonesia sangat menentang kekerasan termasuk juga kekerasan seksual, karena sistem hukum Indonesia menjamin HAM pada setiap masyarakatnya, hal ini tercantum dalam UUD RI 1945 pada Pasal 28A-28J. Namun tindak pidana pelecehan seksual tidak diatur secara jelas dalam KUHP, secara garis besar KUHP hanya mengklasifikasikan kekerasan seksual menjadi perzinahan, persetubuhan, cabul dan pornografi, KUHP hanya mengatur tentang kesusilaan pada BAB XVI buku II pasal 281-298.

Due process of law adalah sebuah prosedur yang mensyaratkan standar dalam hukum pidana yang berlaku universal, pada pasal 184 KUHP disebutkan bahwa yang dapat menjadi alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam hal ini untuk membuktikan kasus pencabulan dan kekerasan seksual biasanya digunakan alat bukti berupa visum et repertum yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dokter, namun seringkali kekerasan seksual tidak hanya menyerang fisik tetapi juga mental korban, dan pembuktian kekerasan psikis tidak semudah membuktikan kekerasan fisik, karena psikis tidak dapat terlihat oleh mata sehingga dibutuhkan bantuan psikolog, kesulitan-kesulitan dalam penanganan kasus kekerasan seksual menjadi penyebab banyaknya kasus yang tidak sampai ke pengadilan, tidak jarang aparat hukum menolak laporan korban karena sulitnya mencari bukti, akibatnya pelaku tidak mendapatkan konsekuensi dan potensi pengulangan akan terus terjadi.

Dari hasil pemantauan Komnas Perempuan pada tahun 1998 sampai dengan 2013 terdapat 15 bentuk kekerasan seksual yaitu: Pemerkosaan, Perbudakan seksual, Intimidasi seksual, Prostitusi seksual, Eksploitasi seksual, Pemaksaan perkawinan, Perdagangan Perempuan untuk seksual, Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, Pemaksaan kehamilan, Pemaksaan aborsi, Penyiksaan seksual, Kontrol seksual, Penghukuman bernuansa seksual, Pelecehan seksual dan Praktik tradisi berkaitan dengan seksual.

Kekerasan seksual juga dibahas lebih jelas dalam UU No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu pada pasal 8, 47, dan pasal 48, namun pada ketiga pasal ini hanya menyebutkan pemaksaan hubungan seksual dan perdagangan orang, dan tidak membahas 13 jenis kekerasan seksual yang lain, hal tersebutlah yang dianggap sebagai urgensi dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, karena akan mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang belum lengkap dibahas oleh KUHP.

Kelebihan dan kekurangan serta saran : Artikel ini mempunyai sktruktur yang lengkap mulai dari abstrak sampai dengan pembahasan yang cukup jelas, namun banyak ditemukan tipografi pada penulisannya. Akan lebih baik apabila artikel dapat mendorong adanya penelitian lanjutan

Jurnal 2

Nama Review : Rosa Loyalin / 39 / 4446

Nama Dosen : Bapak Markus Marselinus Soge,. S.H., M.H.

Judul : Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukuman Mati dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi

Nama Penulis : Grenaldo Ginting

Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbit : Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, INSURI Ponorogo, 2023

Volume & Halaman : Vol 5 No 1

Link Artikel : https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/2442

Pendahuluan : Korupsi merupakan sebuah masalah nasional dimana penanggulangannya masih selalu diupayakan, salah satunya adalah melalui pembaruan peraturan dalam Undang-Undang. Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah menjadi No 20 Tahun 2001, secara umum Undang-Undang ini menyatakan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih efektif dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, diantara perubahannya yaitu adanya hukuman mati, namun sampai saat ini ancaman pidana mati masih belum terealisasikan dan masih banyak aparat penegak hukum yang mengabaikan tentang aturan hukuman mati tersebut.

Konsep/Teori & Tujuan : Artikel ini mengkaji hukum tentang bagaimana penerapan aturan hukuman mati yang ada pada Undang-Undang tindak pidana korupsi

Metode Penelitian

Obyek Penelitian : Penelitian Inventarisasi Hukum Positif, adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan berbagai hukum positif yang berlaku melalui proses identifikasi yang kritis, analitis serta logis dan sistematis.

Pendekatan Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan

Jenis & Sumber data : Sumber utama artikel ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang berupa Peraturan perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat, Convensi yang sudah diratifikasi. Dan untuk bahan hukum sekundernya berupa buku-buku ilmu hukum, jurnal ilmu hukum dan laporan hasil penelitian

Teknik Pengumpulan, pengolahan dan analisis data : Pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan yang kemudian diolah dan dianalisis menggunakan analisis yuridis normatif.

Hasil Penelitian : Kasus korupsi sudah sangat luas tersebar diberbagai sektor baik pusat maupun daerah, hal tersebut menyebabkan korupsi sudah menjadi kategori extra ordinary crime, karena korupsi mempunyai pengaruh yang sangat besar terkhusus pada kesejahteraan Masyarakat, maka masalah tindak pidana korupsi haruslah segera diselesaikan.

Salah satu upaya yang dilakukan sebagai penanggulangan tindak pidana korupsi adalah membuat undang-undang yang dapat digunakan untuk menjerat para pelaku korupsi sehingga memberikan efek jera, salah satunya adalah hukuman mati, menurut Ketua Komisi Yudisial yaitu Busyro Muqodas, bahwa terdapat 3 kriteria utama untuk dapat membuat pelaku korupsi ini layak untuk dihukum mati yaitu, nilai uang negara yang dikorupsi lebih dari 100M, pelaku merupakan seorang pejabat negara, dan telah berulang kali melakukan korupsi.

Namun perumusan aturan dalam pemberian hukuman mati diikuti syarat yaitu "keadaan tertentu" dimana pada pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa keadaan tertentu ini apabila korupsi dilakukan pada saat negara dalam keadaan bahaya atau bencana alam, sebagai pengulangan tindak korupsi, dan negara dalam keadaan krisis moneter. Sehingga aturan tersebut dianggap kontra diksi dengan aturan hukuman mati yang ada dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Selain itu Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, maka apakah masih relevan pemberian hukuman mati pada pelaku tindak pidana korupsi.

Meski demikian perdepatan hukuman mati masih terus dilakukan, karena secara internasional dan regional, negara diseluruh dunia sedang memembuat kesepakatan Bersama bahwa akan menghapus hukuman mati, namun terdapat dua kelompok dalam mengambil keputusan tersebut yaitu kelompok abolisionis sebagai kelompok yang menolak dan kelompok retensionis yang merupakan kelompok pendukung.

Pada tahun 2007, 2008 hingga 2010 Majelis Umum PBB menghimbau Protokol Opsional II International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR akhirnya mewajibkan setiap negara mengambil langkah untuk menghapuskan pidana mati. Namun bila dilihat dari posisi Indonesia sekarang berada 7 United Nations, World Drug Report. 2012. United Nations Office On Drugs And Crime. Vienna, New York, 2012. Yang dalam masa darurat bahwa korupsi menyebabkan kemiskinan dan merusak hak hidup jutaan Masyarakat Indonesia, dan dengan memepertimbangkan rasa keadilan, maka hukuman mati masih perlu di rumuskan dalam UU Pemberatan Korupsi, dan hendaknya hukuman mati dijatuhkan pada pelaku korupsi yang memiliki dampak luas sehingga tidak menimbulkan keraguan dalam memberikan keputusannya, selain itu pada pelaku korupsi yang dijatuhi hukuman mati masih dapat mengajukan grasi sesuai dengan aturan yang berlaku dalam KUHP.

Kelebihan dan kekurangan serta saran : artikel ini melibatkan kasus-kasus yang aktual dan sesuai dengan penelitian, namun kurang mengutip pendapat para ahli dibidang hukum yang sedang diteliti.

Jurnal 3

Nama Review : Rosa Loyalin / 39 / 4446

Nama Dosen : Bapak Markus Marselinus Soge,. S.H., M.H.

Judul : Perlindungan Hukum Bagi Korban Investasi Bodong Dengan Skema Ponzi di Indonesia

Nama Penulis : Ressa Khoerunnisa, Teddy Lesmana

Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbit : Civilia: Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan, Anfa Mediatama, 2023

Link Artikel : http://jurnal.anfa.co.id/index.php/civilia/article/view/221

Volume dan Halaman : Volume 2 Nomor 1

Pendahuluan : Investasi Ponzi adalah investasi yang menggunakan skema piramida, yang pembayaran keuntungan kepada investor berasal dari uang mereka sendiri, atau uang dari anggota investor yang baru mulai bergabung, daya tariknya adalah kemudahan dan keuntungan yang besar. Skema ponzi dilakukan oleh Charles Ponzi warga negara Amerika Serikat, pertama kali dengan investasi perangko, dari kejadian itu banyak pihak yang mengalami kerugian besar hingga mencapai 15 juta dolar. Sampai saat ini,di Indonesia banyak penipu yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan bisnis illegal, pada tahun 2013-2014 terdapat 2772 aduan atas kasus investasi bodong.

Konsep/Teori & Tujuan : konsep pada artikel ini adalah untuk mencari kepastian hukum yang dapat melindungi korban dari investasi bodong.

Metode Penelitian

Obyek Penelitian : Penelitian asas-asas hukum

Pendekatan Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan

Jenis & Sumber data : sumber data artikel ini adalah bahan hukum sekunder berupa buku hukum dan jurnal ilmiah hukum.

Teknik Pengumpulan, pengolahan dan analisis data : Pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan yang kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil Penelitian : Dalam upaya perlindungan hukum secara preventif kepada Masyarakat selaku investor, terdapat UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan pada pasal 28 dan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE pasal 28 ayat 1 menjelaskan bahwa apabila seseorang menyebarkan berita bohong yang membuat orang lain mengalami kerugian maka hal tersebut sudah melanggar ketentuan undang-undang, dan peraturan mengenai skema ponzi telah disebutkan dalam UU No 7 Tahun 2014 yaitu pada pasal 9.

Namun berdasarkan dengan paparan artikel tersebut bahwa di Indonesia masih belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang investasi ponzi, hanya ada beberapa peraturan yang membahas tentang ponzi. Maka masih perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan mengenai ketentuan skema ponzi maupun skema lain yang belum ada aturannya, untuk memberikan kepastian hukum, sehingga tercapainya ketentraman dan ketertiban di lingkungan Masyarakat.

Kelebihan dan kekurangan serta saran : Struktur penulisan pada artikel ini sudah cukup baik, namun metode penelitiannya masih kurang lengkap, akan lebih baik bila penulis mencantumkan sumber data penelitian yang dilakukan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun